Abu Nawas Bicara Soal Kemiskinan, Kekayaan, dan Cinta
loading...
A
A
A
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). Kisah Abu Nawas amat banyak. Ada yang konyol, lucu, dan satir.
Sebelum kita menyimak kisah Abu Nawas, mari kita apungkan dulu ingatan kita ke Socrates . Sang filsuf sejati ini yakin bahwa orang yang bijaksana dengan sendirinya akan hidup sederhana. Ia sendiri tidak memakai sepatu; namun ia terus-menerus tertarik oleh keramaian pasar dan sering pergi ke sana untuk melihat segala macam barang yang dipertontonkan.
Ketika salah seorang kawannya bertanya mengapa demikian, Socrates berkata, "Saya senang pergi ke sana untuk mengetahui berapa banyak barang yang meskipun tidak memilikinya, saya tetap gembira."
Hidup batin adalah tidak mengetahui apa yang engkau kehendaki tetapi memahami yang tidak engkau butuhkan.
Alkisah, suatu ketika Abu Nawas melakukan perjalanan bersama seorang laki-laki. Laki-laki dalam cerita ini tidak disebutkan namanya, namun yang pasti laki-laki ini merupakan fakir miskin, bahkan saking miskinnya selembar tikar pun tak didapati keberadaannya di rumah laki-laki fakir miskin ini.
Singkat cerita, di tengah perjalanan, Abu Nawas dan si miskin tadi berpapasan dengan rombongan orang yang mengiringi jenazah. Sambil berjalan di belakang keranda, sang istri dari jenazah itu pun terus saja menangisi dan meratapi kepergian sang suami.( )
Samar-samar namun tetap jelas, Abu Nawas dan si miskin menyimak suara ratapan dari istri jenazah tadi.
“Suamiku kenapa kau pergi? Apa yang akan kau lakukan di tempat sempit itu? Tempat yang bahkan selembar tikar pun tak ada di sana,” istri jenazah itu meratap.( )
Abu Nawas yang sedari tadi menyimak perkataan istri jenazah itu, lantas melempar pandangan ke laki-laki miskin yang berjalan membersamanya. “Kejar dan temui mereka, apa kau tak dengar mereka akan berkunjung ke rumahmu,” celoteh Abu Nawas bercanda.( )
“Kurang ajar kau Abu Nawas,” sahut laki-laki miskin tadi sambil tertawa.
"Banyak orang kaya, tapi malang," ujar Abu Nawas mengalihkan pembicaraan, yang tampak menghibur temannya itu.
"Mengapa?" tanya laki-laki miskin itu. ( )
"Dia menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mencari uang dan terlalu sedikit untuk bercinta," kata Abu Nawas kemudian. "Apakah engkau banyak bercinta ..." lanjut Abu Nawas diiringi derai tawa mereka berdua. ( )
Sebelum kita menyimak kisah Abu Nawas, mari kita apungkan dulu ingatan kita ke Socrates . Sang filsuf sejati ini yakin bahwa orang yang bijaksana dengan sendirinya akan hidup sederhana. Ia sendiri tidak memakai sepatu; namun ia terus-menerus tertarik oleh keramaian pasar dan sering pergi ke sana untuk melihat segala macam barang yang dipertontonkan.
Ketika salah seorang kawannya bertanya mengapa demikian, Socrates berkata, "Saya senang pergi ke sana untuk mengetahui berapa banyak barang yang meskipun tidak memilikinya, saya tetap gembira."
Hidup batin adalah tidak mengetahui apa yang engkau kehendaki tetapi memahami yang tidak engkau butuhkan.
Alkisah, suatu ketika Abu Nawas melakukan perjalanan bersama seorang laki-laki. Laki-laki dalam cerita ini tidak disebutkan namanya, namun yang pasti laki-laki ini merupakan fakir miskin, bahkan saking miskinnya selembar tikar pun tak didapati keberadaannya di rumah laki-laki fakir miskin ini.
Singkat cerita, di tengah perjalanan, Abu Nawas dan si miskin tadi berpapasan dengan rombongan orang yang mengiringi jenazah. Sambil berjalan di belakang keranda, sang istri dari jenazah itu pun terus saja menangisi dan meratapi kepergian sang suami.( )
Samar-samar namun tetap jelas, Abu Nawas dan si miskin menyimak suara ratapan dari istri jenazah tadi.
“Suamiku kenapa kau pergi? Apa yang akan kau lakukan di tempat sempit itu? Tempat yang bahkan selembar tikar pun tak ada di sana,” istri jenazah itu meratap.( )
Abu Nawas yang sedari tadi menyimak perkataan istri jenazah itu, lantas melempar pandangan ke laki-laki miskin yang berjalan membersamanya. “Kejar dan temui mereka, apa kau tak dengar mereka akan berkunjung ke rumahmu,” celoteh Abu Nawas bercanda.( )
“Kurang ajar kau Abu Nawas,” sahut laki-laki miskin tadi sambil tertawa.
"Banyak orang kaya, tapi malang," ujar Abu Nawas mengalihkan pembicaraan, yang tampak menghibur temannya itu.
"Mengapa?" tanya laki-laki miskin itu. ( )
"Dia menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mencari uang dan terlalu sedikit untuk bercinta," kata Abu Nawas kemudian. "Apakah engkau banyak bercinta ..." lanjut Abu Nawas diiringi derai tawa mereka berdua. ( )
(mhy)