Adakah yang Menanggung Dosa Anak Kecil?
loading...
A
A
A
Setiap orang yang berbuat dosa akan dimintai pertanggungjawabannya baik dunia maupun di akhirat. Namun bagaimana dengan anak yang belum baligh?
Tak bisa dimungkiri, ada beberapa fakta tentang perilaku anak-anak yang belum baligh merugikan orang lain. Perbuatannya
bisa dikategorikan dosa, karena menyakiti orang lain. Bagaimana Islam memandang tentang dosa-dosa anak yang belum baligh ini? Adakah yang menanggungnya?
Dalam perspektif Islam, sesuai hukum asalnya, setiap orang bertanggung jawab atas dosa yang ia perbuat. Dan seseorang tidaklah diwajibkan bertanggung jawab atas dosa yang diperbuat oleh orang lain.
Dalam surat Al-An’am ayat 164, Allah ta’ala berfirman:
"Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, Padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Rabb kalianlah kalian kembali, dan akan diberitakan oleh-Nya kepada kalian apa yang kalian perselisihkan."
Dalam suatu hadis disebutkan bahwa seorang anak tidaklah bertanggung jawab atas perbuatan dosa orang tuanya, begitu pula sebaliknya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah seseorang berbuat dosa kecuali menjadi tanggung jawabnya sendiri, tidaklah orangtua berbuat dosa menjadi tanggung jawab anaknya dan tidak pula anak berbuat dosa menjadi tanggung jawab orang tuanya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Oleh karena itu, bila seorang anak yang belum baligh berbuat perbuatan dosa maka ia tidak dicatat berdosa, begitu pula orang tuanya. Kecuali bila orang tuanya sengaja tidak mendidiknya dengan baik sehingga anak tersebut berbuat dosa itu. Jika orang tuanya tidak pernah mendidik agama sejak dini, maka orang tuanya ikut bertanggung jawab karena anak itu berada di bawah tanggung jawab mereka.
Allah Ta'ala berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda terkait hal ini:
"Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka. Budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang tentang kepemimpinannya." (HR Bukhari dan Muslim).
.
Lalu, apabila dosa yang dilakukan anak kecil itu berefek merugikan orang lain, misalnya dilihat dari sisi finansial , maka anak kecil itu bertanggung jawab (akan ditangani oleh walinya) meski iya tidak berdosa disebabkan perbuatannya itu. Contohnya, seorang anak kecil merusakkan mainan temannya, maka walinya atau orang tuanya bertanggung jawab mengganti mainan yang dirusak anaknya.
Ibnu Abdil Barr menerangkan : "Ulama bersepakat bahwa anak kecil dan orang yang tidur bertanggung jawab atas kerusakan harta yang mereka perbuat. Mereka hanya dibebaskan dari dosa." (Al-Istidzkar)
Wallahu'Alam
Tak bisa dimungkiri, ada beberapa fakta tentang perilaku anak-anak yang belum baligh merugikan orang lain. Perbuatannya
bisa dikategorikan dosa, karena menyakiti orang lain. Bagaimana Islam memandang tentang dosa-dosa anak yang belum baligh ini? Adakah yang menanggungnya?
Dalam perspektif Islam, sesuai hukum asalnya, setiap orang bertanggung jawab atas dosa yang ia perbuat. Dan seseorang tidaklah diwajibkan bertanggung jawab atas dosa yang diperbuat oleh orang lain.
Dalam surat Al-An’am ayat 164, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
"Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, Padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Rabb kalianlah kalian kembali, dan akan diberitakan oleh-Nya kepada kalian apa yang kalian perselisihkan."
Dalam suatu hadis disebutkan bahwa seorang anak tidaklah bertanggung jawab atas perbuatan dosa orang tuanya, begitu pula sebaliknya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَجْنِى جَانٍ إِلاَّ عَلَى نَفْسِهِ لاَ يَجْنى وَالِدٌ عَلَى وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ عَلَى وَالِدِهِ
"Tidaklah seseorang berbuat dosa kecuali menjadi tanggung jawabnya sendiri, tidaklah orangtua berbuat dosa menjadi tanggung jawab anaknya dan tidak pula anak berbuat dosa menjadi tanggung jawab orang tuanya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Oleh karena itu, bila seorang anak yang belum baligh berbuat perbuatan dosa maka ia tidak dicatat berdosa, begitu pula orang tuanya. Kecuali bila orang tuanya sengaja tidak mendidiknya dengan baik sehingga anak tersebut berbuat dosa itu. Jika orang tuanya tidak pernah mendidik agama sejak dini, maka orang tuanya ikut bertanggung jawab karena anak itu berada di bawah tanggung jawab mereka.
Allah Ta'ala berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda terkait hal ini:
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka. Budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang tentang kepemimpinannya." (HR Bukhari dan Muslim).
.
Lalu, apabila dosa yang dilakukan anak kecil itu berefek merugikan orang lain, misalnya dilihat dari sisi finansial , maka anak kecil itu bertanggung jawab (akan ditangani oleh walinya) meski iya tidak berdosa disebabkan perbuatannya itu. Contohnya, seorang anak kecil merusakkan mainan temannya, maka walinya atau orang tuanya bertanggung jawab mengganti mainan yang dirusak anaknya.
Ibnu Abdil Barr menerangkan : "Ulama bersepakat bahwa anak kecil dan orang yang tidur bertanggung jawab atas kerusakan harta yang mereka perbuat. Mereka hanya dibebaskan dari dosa." (Al-Istidzkar)
Wallahu'Alam
(wid)