Syariat Merespons Kematian; Antara Meratap dengan Tangis Kasih Sayang

Kamis, 03 November 2022 - 10:52 WIB
loading...
Syariat Merespons Kematian; Antara Meratap dengan Tangis Kasih Sayang
Syariat Islam tidak membolehkan meratapi dan berteriak histeris terhadap mayit. Kebiasaan meraung-raung terhadap mayit ini dilakukan masyarakat musyrik Quraisy di jazirah arab sejak lama. Foto ilustrasi/ist
A A A
Syariat Islam tidak membolehkan meratapi dan berteriak histeris terhadap mayit . Kebiasaan meraung-raung terhadap mayit ini dilakukan masyarakat musyrik Quraisy di jazirah arab sejak lama, yakni sebelum Islam diutus kepada Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam.

Meratap berbeda dengan menangis sewajarnya. Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam pun pernah menangis dan menitikkan air mata ketika putra beliau, yakni Ibrahim, meninggal.

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malikradhiyallahu ‘anhu,beliau mengatakan, “Kami bersama Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallammendatangi Abu Saif Al-Qaiyn yang (isterinya) telah mengasuh dan menyusui Ibrahim (putra Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam). Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallammengambil Ibrahim dan menciumnya. Kemudian setelah itu pada kesempatan yang lain, kami mengunjunginya sedangkan Ibrahim telah meninggal.



Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamberlinang air mata. Lalu berkatalah ‘Abdurrahman bin ‘Aufradhiyallahu ‘anhukepada beliau, “Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?”

Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab :

يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ


“Wahai Ibnu ‘Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang).”

Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda :

“Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih,hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita.Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim, pastilah bersedih.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Berbeda dengan meratapi mayit . Kalau mulut ikut berteriak histeris, ini adalah bentuk meratap yang terlarang. Meratapi di antaranya dalam bentuk berteriak-teriak, menangis histeris karena kematiannya, adalah perbuatan yang terlarang. Terutama sangat berat bagi wanita. Perbuatan semacam ini sangat berat untuk ditinggalkan, kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah Ta’ala.

Dalam buku atau kitab berjudul Mi'ah Mimman La 'anahumullohu Wa Rosuuhu, yang ditulis Syaikh Salman Nashif Ad-Dahduh menegaskan bahwa meratapi mayit, meraung-raung, berteriak histeris termasuk perbuatan yang dibenci dan dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.

Buku tersebut menjelaskan bahwa orang yang meratap adalah orang yang berteriak-teriak histeris dalam meratapi mayit. Kemudian berlebih-lebihan dalam menyebut Sisis kebaikan si mayit selama hidup.

Begitu beratnya tradisi Arab jahiliah ini untuk ditinggalkan sampai-sampai dari sejumlah shahabiyyah yang berjanji di hadapan NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam,hanya tersisa lima orang saja yang bisa melaksanakannya. Hal ini karena memang wanita individu atau person sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamitu tidak terjaga (maksum) dari berbuat dosa. Meskipun demikian, apabila berbuat dosa, mereka adalah orang-orang yang dimudahkan untuk segera bertaubat.

Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyyahradhiyallahu ‘anha,beliau berkata :

“Nabishallallahu ‘alaihi wa sallammengambil sumpah setia dari kami ketika kami berbai’at, yaitu kami dilarang meratap. Dan tidak ada yang bisa menepatinya di antara kami, kecuali hanya lima perempuan saja, yaitu Ummu Sulaim; Ummul ‘Alaa; anak perempuan Abu Sabrah, yang merupakan istri dari Mu’adz; dan dua perempuan lainnya; atausatu anak perempuan Abu Sabrah; istri Mu’adz; dan satu perempuan lainnya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Terdapat ancaman berupa hukuman khusus di akhirat bagi orang yang gemar meratapi mayit. Diriwayatkan dari Abu Malik Al-Asy’ariradhiyallahu ‘anhu,Nabishallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :

“Ada empat perkara khas jahiliyahyang masih melekat pada umatku dan mereka belum meninggalkannya: (1) membanggakan jasa (kelebihan atau kehebatan) nenek moyang; (2) mencela nasab (garis keturunan); (3) menisbatkan hujan disebabkan oleh bintang tertentu; dan(4) dan niyahah (meratapi mayit).”

Dan beliau bersabda, “Wanita yang meratapi mayit, jika dia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba, maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dengan memakai kain (baju) yang terbuat dari timah cairdan memakai pakaian dari kudis.”(HR. Muslim)

Maknanya adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan syariat-Nya kepada umat Islam bahwa Allah melaknat watita yang meratapi mayit. Allah mengharamkan ratapan terhadap mayit dengan cara menampar pipi, meroborek leher pakaian (kerah baju), serta mencoret-coret muka, tangan, pakaian, dan lainnya. Semua tindakan tersebut menunjukkan nuansa amarah dan ketidakrelaan atas keputusan Allah atas kematian si mayit.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1816 seconds (0.1#10.140)