Kisah Lompatan Iman Ferdinand Lewis Alcindor Menjadi Kareem Abdul Jabbar

Minggu, 06 November 2022 - 10:21 WIB
loading...
Kisah Lompatan Iman Ferdinand Lewis Alcindor Menjadi Kareem Abdul Jabbar
Kareem Abdul-Jabbar kini dan saat berjaya. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Kareem Abdul-Jabbar lahir 16 April 1947 dengan nama Ferdinand Lewis Alcindor, Jr. Dia adalah mantan pemain bola basket profesional NBA berkebangsaan Amerika Serikat yang memegang rekor poin terbanyak sepanjang sejarah kompetisi NBA. Lebih dari itu dia adalah seorang mualaf.

Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" menceritakan tentang sang legendaris ini. Dengan tinggi badan 86 inci, dia sering kesulitan melalui pintu masuk. Untuk memandang wajahnya Anda harus mendongak seperti melihat ke puncak pohon. Dan jika dia duduk, kita dapat membayangkan seolah-olah dia berada di ruang kelas satu dengan meja dan kursi yang mungil.



Abdul-Jabbar adalah pemain basket terbesar dalam sejarah, enam kali meraih predikat NBA Most Valuable Player, mengikuti 1.525 pertandingan NBA, dan mencatat 38.028 poin. Dialah pemilik apa yang dikatakan Bill Russell sebagai "hal yang paling indah dalam olah raga" --sky hook.

Sebagai seorang kutu buku dari Harlem, dia memimpin tim sekolahnya, Power Memorial, mendapatkan 71 kemenangan langsung, kemudian membawa UCLA merebut 88 kemenangan dari 90 pertandingan, dan memperoleh tiga gelar nasional. Dia begitu pandai, dan begitu tinggi, sehingga NCAA seringkali mengubah peraturannya untuk menyatakan pemasukan bolanya tidak sah.

Salah satu move terpenting yang dibuatnya terjadi di luar lapangan: memeluk agama Islam. Terjemahan namanya adalah "Hamba Allah yang Baik Hati dan Kuat."

Perjalanan Spiritual
Berikut penuturan Kareem Abdul-Jabbar tentang perjalanan spiritualnya yang dinukil dari buku berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" karya Steven Barbosa juga telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri dengan judul "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995). Berikut penuturannya:

Ada sebuah pusat kebudayaan Afrika di Harlem, kaum Muslimin menempati lantai lima gedung itu. Saya pergi ke sana, dengan mengenakan jubah Afrika yang berwarna-warni. Seorang pemuda berkata, "Anda tidak membutuhkan tempat ini."

Saya jelaskan, "Saya ingin menjadi seorang Muslim." Saya mengucapkan dua kalimat syahadat. Kami melakukan sholat Jumat bersama-sama ...



Ada seorang teman saya bernama Hamaas. Saya pernah belajar Islam darinya. Dia adalah mantan drummer jazz. Ayah saya mengenalnya. Dia sebenarnya telah memulai dengan baik. Hamaas diberi pelajaran tentang Islam oleh seorang laki-laki dari Bangladesh yang merupakan pengikut ilmu kebatinan.

Banyak sekali orang-orang yang bersifat esoteris dari daerah India. Mereka mengetahui beberapa hal yang tidak mudah untuk dijelaskan. Saya pikir Hamaas masuk ke kelompok mereka.

Seiring dengan berjalannya waktu, dia menjadi yakin bahwa kebanyakan orang yang berusaha mengajar orang Amerika menjadi Muslim itu munafik. Menurut Hamaas mereka sebenarnya tidak berhak mengajarkan apa pun kepada orang Muslim Amerika. Dia ingin kami mempelajari Islam dan tidak terjebak dalam memuja orang Arab.

Banyak rekan-rekan Amerika, karena tidak memiliki identitas apa pun, akhirnya memakai identitas orang yang mengajarkan Islam pada mereka. Kami tidak memiliki ikatan yang diperoleh turun-temurun dari generasi ke generasi. Kami tidak memiliki fondasi ekonomi serta kepandaian berkomunikasi seperti yang dimiliki oleh orang Muslim dari Timur. Struktur keluarga kami telah hancur.

Hamaas sangat membenci bangsa Arab dan orang-orang yang bersikap superior, yang ingin mengajarkan rekan-rekannya di Amerika bagaimana menjadi seorang Muslim. Ini adalah sesuatu yang harus diwaspadai. Beberapa orang dari Selatan pergi ke luar negeri. Mereka belajar sedikit tentang orang dan bahasa Arab, kembali ke Amerika, dan berkata bahwa dia adalah tokoh mesianik dari Sudan, kemudian mengadakan sebuah jamat di Brooklyn --padahal orang itu berasal dari Selatan!

Tetapi sejalan dengan itu, Hamaas terjerumus ke dalam kultus pribadi. Ini tidak baik. Saya tidak banyak menjelaskan seberapa buruknya hal itu dalam buku saya, sebab saya tidak ingin terlibat di dalamnya. Mereka dengan gampang melakukan kekerasan. Anda lihat apa yang terjadi di Washington pada 1977. Saya ingin menjauhkan diri dari mereka.

Hamaas Abdul-Khaalis, sebelumnya adalah seorang pejabat tinggi di Nation of Islam, menjadi orang yang terang-terangan menampakkan kebencian terhadap Islam versi Elijah Muhammad.

Hamaas mencela Elijah sebagai nabi palsu dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada para pengikutnya. Orang-orang dari kuil Philadelphia melakukan pembalasan. Mereka memasuki rumah Hamaas ketika dia sedang pergi dan menembak kepala istrinya enam kali. Mereka juga menembak putrinya (berhasil diselamatkan), dan menenggelamkan tiga dari enam anaknya yang lain, serta cucu perempuannya yang baru berumur sembilan hari.



Beberapa tahun kemudian, Hamaas dan pengikutnya mengambil alih Gedung Balaikota Washington, D.C., Islamic Center, dan markas besar B'nai B'rith. Dengan menawan beberapa sandera, dia menuntut agar film Mohammad, Messenger of God (yang melukai perasaan religiusnya) diturunkan dari gedung-gedung bioskop dan orang-orang yang dituduh membunuh anggota keluarganya, dan orang-orang yang dituduh membunuh Malcolm X, agar diserahkan kepadanya.

Seorang wartawan yang berusia dua puluh empat tahun terbunuh dalam baku tembak dengan polisi. Hamaas akhirnya menyerah setelah para duta besar dari Mesir, Iran, dan Pakistan duduk dengannya untuk membaca dan mendiskusikan Al-Quran.

Mental saya lemah, karena cara saya dibesarkan membuat saya mudah tunduk pada orang-orang yang berkepribadian kuat dan sangat berkuasa. Orangtua saya selalu bilang, Engkau harus mendengar kata-kata pengasuhmu, engkau harus menurut pada pelatihmu, dan engkau harus menurut pada gurumu. Dan sekarang ada orang yang benar-benar tertarik pada orang yang ingin memahami apakah Islam yang sebenarnya. Saya belajar padanya. Saya sangat beruntung karena dia tidak mengejar uang saya.

Mungkinkah dia bisa memeras Anda dan mendapatkan apa yang dia inginkan?

Mungkin. Ketika suasana menjadi semakin buruk dan mereka perlu uang untuk mengeluarkan orang-orang dari penjara dan membayar para pengacara, mereka berbuat hal-hal yang tidak masuk akal. Tetapi sampai saat ini, mereka belum pernah benar-benar berhasil memeras saya.

Syahadat saya yang pertama sebenarnya sudah cukup. Anda menyatakan bahwa Anda percaya pada Allah di hadapan para saksi. Itu cukup.

Tetapi Hamaas mengharuskan kami mempelajari lima kalimat, mencukur rambut kami, mencukur bulu ketiak dan bagian bawah kami. Itu tradisi dari Bangladesh. Masalah itu memang disebutkan di beberapa hadis, tetapi dia mempunyai beberapa hadis yang direkayasa manusia.

Saya beralih ke sumber segala ilmu. Saya mempelajari bahasa Arab. Saya mulai membaca Al-Quran dalam bahasa Arab. Saya dapat menerjemahkannya dengan bantuan kamus. Untuk menerjemahkan tiga kalimat saya membutuhkan waktu sepuluh jam tetapi saya memahami apa yang dimaksudkan secara gramatikal.



Pada musim panas berikutnya saya pergi ke Libya dan Arab Saudi. Saya belajar berbicara bahasa Arab dan sedikit lebih mendalaminya. Itu terjadi pada 1973. Pada musim dingin di tahun itulah pembunuhan itu terjadi.

Saya sedang bermain [basket]. Saya mendapat telepon dari salah seorang rekan di D.C. Dia berbisik. Saya berkata, "Apa yang terjadi?"

Saya benar-benar terkejut dan tidak percaya. Saya tidak dapat mengerti mengapa orang tega membunuh anak-anak. Perbuatan gila. Ketakutan melanda keluarga saya. Ketakutan melanda orang-orang di D.C.

Saya pergi ke D.C. dan membantu penguburan, lalu menghabiskan empat sampai enam minggu berjalan-jalan dengan perlindungan FBI.

Kemudian mereka menangkap orang-orang yang melakukan hal itu.

Saya pikir Hamaas terserang paranoia. Pada saat itu saya pikir dia pasti akan meninggalkan rumahnya di D.C. untuk beberapa tahun berikutnya.

Saya tidak ingin melakukan apa yang dilakukan Muhammad Ali. Dia mengumumkan secara terbuka kepindahan agamanya. Itu bisa ditafsirkan sebagai pernyataan politik, pernyataan menentang perang, dan pernyataan rasial. Saya hanya akan menguatkan identitas saya sebagai orang Afro-Amerika dan sebagai seorang Muslim.

Saya tidak akan menggunakan nama Alcindor. Secara literal itu adalah nama budak. Ada seorang laki-laki bernama Alcindor yang membawa keluarga saya dari Afrika Barat ke kepulauan Dominika. Dari sana mereka pergi ke kepulauan Trinidad, sebagai budak, dan mereka mempertahankan namanya. Mereka adalah budak-budak Alcindor. Jadi Alcindor adalah nama penyalur budak. Ayah saya melacak hal ini di tempat penyimpanan arsip.

Ketika pertama kali mengucapkan kalimat syahadat, mereka memanggil saya dengan Abdul Kareem. Hamaas berkata, Anda lebih tepat sebagai Abdul-Jabbar.

Allah memberkati saya dengan memberikan kekuatan yang besar pada saya. Itu benar. Saya harus mensyukurinya, saya tidak ingin keadaan itu membuat saya sombong.

Orang-orang tampaknya menyukai hal itu. Orangtua saya sedikit gelisah menanggapinya. Tetapi mereka tahu saya bersungguh-sungguh. Saya pindah agama bukan untuk ketenaran. Saya sudah menjadi diri saya sendiri, dan melakukan itu dengan cara saya sendiri, apa pun konsekuensinya.



Saya tidak pernah berhasil menegakkan disiplin untuk sholat lima kali setiap hari. Saya banyak berada di luar dan banyak urusan. Terutama ketika saya sedang bermain.

Saya terlalu lelah untuk bangun melakukan sholat subuh. Saya harus bermain basket pada waktu maghrib dan isya'. Saya akan tertidur sepanjang siang di mana saya seharusnya melakukan sholat zuhur.

Begitulah, saya tidak pernah bisa menegakkan disiplin itu. Tapi sejak berhenti bermain, saya menjadi semakin baik. Saya rasa saya harus beradaptasi untuk hidup di Amerika. Yang dapat saya harapkan hanyalah semoga pada Hari Akhir nanti Allah ridha atas apa yang telah saya lakukan.

Saya tahu bersekolah di sekolah Katolik memberikan dasar yang kuat bagi saya. Jesus (Isa) adalah seorang Muslim. Jadi saya telah dibelokkan mengenai hal itu. Tetapi dengan Islam Anda dapat menjelaskan segala sesuatu tentang Jesus.

Tiba-tiba semuanya jadi masuk akal. Anda tidak harus mempercayai bahwa tiga adalah satu. Jika Anda minta orang Kristen untuk menjelaskan hal itu secara logis, atau bertanya bagaimana Injil dikumpulkan dan ditulis, dan menyebutkan bahwa pasti ada kesalahan manusia dalam Al-Kitab itu, mereka pasti tidak mau membicarakan hal itu dengan Anda.

Masalah itu sangat membingungkan. Jika Anda seorang Kristen, sangat sulit bagi Anda untuk mempertahankan pendapat tersebut dan itu akan membawa Anda kepada berbagai macam frustrasi dan kemarahan. Itulah yang saya lihat di dunia Kristen.

Dalam Islam, Anda mempunyai kitab suci yang sangat jelas dan tidak terusik. Jika Anda orang yang beriman dan logis, dan Anda menjalankan apa yang diperintahkan Al-Quran, Allah akan merestui Anda dan Anda dapat melihat bahwa itulah jalan hidup yang benar untuk diikuti.



Saya selalu mempunyai keyakinan yang kuat pada Allah Yang Mahatinggi, dan jika saya membaca Al-Quran [dan] tentang Nabi Muhammad, menjadi sangat jelas bagi saya bahwa Kitab ini merupakan wahyu terakhir.

Di sini kami tidak memiliki kepaduan sebagai suatu komunitas; tidak ada lembaga yang melayani kami sebagai suatu komunitas; kami orang-orang yang belum berpengalaman. Saya pikir jumlah kami cukup banyak. Saya berpikir bahwa kami tidak terorganisir sebagaimana seharusnya. Kaum Muslim di Amerika berpencar-pencar, tetapi jika kami bergabung sebagai satu kelompok, pasti akan sangat mengejutkan banyak orang.

Anda harus sedikit lebih waspada di sini, sebab Anda akan didiskriminasikan jika Anda seorang Muslim --bukan dalam komunitas Muslim [tetapi] dalam komunitas yang lebih luas. Jadi orang-orang harus waspada, jangan terlalu mengumbar sebagai Muslim.

Tapi saya pikir sekarang keadaannya sudah banyak berubah. Saya gembira melihat kenyataan ini. Saya pikir penyerbuan Rusia atas Afganistan banyak membantu masalah kaum Muslim Amerika. Hingga saat ini, orang Amerika memandang kaum Muslim sebagai orang-orang fanatik yang tidak akan melakukan apa-apa kecuali melaksanakan ajaran Islam, dan fundamentalisme membuat mereka menjadi kekuatan yang radikal.

Kemudian ketika Rusia menyerbu Afganistan dan orang-orang Muslim Afganistan mempunyai sikap yang sama terhadap Komunisme sebagaimana yang mereka lakukan, Amerika berkata, kita harus mendukung para pejuang kemerdekaan yang mengagumkan ini, yang berjuang demi agama mereka.

Tapi agama mereka sama dengan agama kaum fanatik itu. Tiba-tiba, karena mereka berjuang melawan Komunisme, bantuan, dedikasi, dan komitmen mereka menjadi hal yang baik untuk Amerika.

Sekarang orang melihat bahwa kaum Muslimin dapat menjadi sekutu, sekaligus menjadi musuh Anda. Turki merupakan contoh yang tepat dalam hal ini. Turki adalah anggota NATO. Tetapi akan sangat sulit bagi mereka untuk melepas Islam.



Islam mempunyai citra menindas hak-hak wanita. Anda harus bicara panjang lebar untuk menjelaskan bagaimana Islam melindungi hak-hak wanita. Tak seorang pun akan mempercayai hal itu. Dan perlakuan orang Arab membuat hampir mustahil bagi setiap orang untuk memahami, bahkan bagi orang Muslim, bahwa kaum wanita tidak dianjurkan untuk ditindas.

Orang Arab, khususnya orang Arab yang kaya, benar-benar memberikan perlakuan yang negatif terhadap kaum wanita. Perlakuan mereka terhadap para wanita mereka telah merembes ke seluruh dunia Islam. Itu bukan seperti yang dicontohkan Rasulullah. Rasulullah membantu istrinya berdagang. Dia tidak dapat menjalankan bisnis karena dia seorang wanita. Beliau menjadi penasihatnya. Beliau membuatnya beruntung, karena beliau seorang pedagang yang cerdas.

Beberapa rekan mempunyai lebih dari satu istri dan mereka hidup dengan sejahtera. Itu merupakan suatu parodi. Mereka perlu diingatkan bahwa mereka menindas para istri dan anak mereka, apa yang mereka lakukan tidak bertanggung jawab dan tidak Islami.

Al-Quran dengan jelas menyatakan bahwa Anda dapat memilih lebih dari satu istri --jika Anda mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang berada dalam pengawasan Anda. Dan jika Anda tidak dapat melakukannya, maka Anda tidak diizinkan untuk berpoligami. Itu sangat jelas.

Anak-Anak dan Ayah
Sesuatu yang menyenangkan terjadi pada saya. Putra saya Amir ibunya bukan Muslim, dia menganut agama Buddha. Saya tidak bisa membayangkan akan jadi apa anak itu. Yang dapat saya lakukan hanyalah mengajarkan kepadanya apa yang dapat saya ajarkan. Mereka mengadakan diskusi di kelas tentang agama monoteistik. Mereka berbicara sesuatu tentang Islam. Amir membetulkan teks itu. Dia menjelaskan rukun Islam.

Dia berumur dua belas tahun. Mereka memintanya untuk membuat suatu laporan. Mereka berkata bahwa Islam adalah agama monoteistik yang terbaru. Amir menjelaskan bahwa Al-Quran adalah Kitab Suci yang terbaru, tetapi Islam adalah agama yang paling tua, dimulai dengan Adam. Begitu dituliskannya. Dia menceritakannya pada saya. Saya sangat terkejut mengetahui dia memasukkan segala yang saya ajarkan ke dalam hati.



Saya dahulu dicuci otak untuk menjadi seorang Katolik. Ayah saya seorang Katolik tetapi dia tidak mendalaminya. Anda tahu bagaimana yang diajarkan di sekolah Katolik. Saya tidak betah dengan ajaran itu. Saya tidak bisa membuat anak-anak saya menjadi Muslim. Jadi saya begitu bahagia melihat mereka meresapi apa yang saya ajarkan.

Ketika saya pertama dikontrak Lakers, saya mengenal beberapa pemuda Detroit. Mereka murid sekolah menengah atas, penggemar basket. Mereka datang untuk melihat kami bermain. Salah satu dari mereka berbicara mengenai Islam pada saya setelah itu. Dia seorang Muslim. Tak satu pun dari temannya Muslim. Saya memberi mereka beberapa tiket.

Dua belas tahun berlalu. Kami bermain untuk Piston untuk kejuaraan dunia 1988. Rekan-rekan itu menelepon saya. Lima di antara pemuda itu telah menjadi Muslim. Dua di antaranya segera mengikuti. Beserta anak-anak mereka.

Saya merasa seperti seorang paman, seolah-olah mereka adalah adik saya. Dan mereka sudah punya anak sekarang. Mereka baik-baik saja. Mereka masih menjalankan ajaran Islam dan itu mengubah hidup mereka menjadi lebih baik.

Ada seorang rekan berbangsa Kurdi di Dallas. Dia akan membawa keluarganya untuk mengunjungi saya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan mereka datang. Saya berkata, "Saya merasa sangat dihormat. Terimakasih."

Mereka berkata, "Tidak, kami yang berterimakasih, Kami mendapat banyak rahmat untuk ini."

Saya berkata, "Apa maksud Anda?"

Dia berkata, "Ayah saya berkata pada saya bahwa jika saya datang ke Amerika, saya akan melihat orang yang benar-benar Muslim."

Saya berkata, "Apa yang Anda bicarakan? Kami baru saja berjuang untuk membuka mata kami di sini."

Dia berkata, "Tidak. Di negara kami, kami mempunyai banyak pengetahuan, tetapi semangat yang di sini [menepuk dadanya], tidak ada. Ketika saya sampai di sini, saya melihat orang-orang berpegang pada Islam tanpa berbekal pengetahuan apa pun, hanya dengan iman dan ketetapan hati untuk memperbaiki diri."

Saya berusaha untuk melakukan apa yang dapat saya lakukan. Karena saya tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan, saya selalu memberi makan sebuah keluarga. Saya memberi sedekah. Saya memberi uang kepada rekan sesama Muslim dan mengatakan kepadanya untuk apa uang itu. Mereka memberi makan orang-orang.

Saya tahu banyak orang yang memerlukan uang untuk makan, jadi saya memberi mereka bahan makanan untuk sebulan. Saya harus melakukan itu; saya memiliki pendapatan yang lebih banyak, maka saya mempunyai kewajiban untuk itu. Pendapatan saya tidak membebaskan saya dari kewajiban.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2191 seconds (0.1#10.140)