Mengenal Ajaran Sufi Pengelana Syaikh Sadi Asy-Syirazi

Senin, 07 November 2022 - 16:36 WIB
loading...
A A A
Sa'di menjelaskan hal ini dalam sebuah kisah yang sebenarnya merupakan penjelasan sedikit lebih panjang daripada peribahasa larva:

Seseorang mempunyai anak perempuan yang jelek. Ia telah menikahkannya dengan seorang laki-laki buta karena tidak ada orang lagi yang menyukainya.

Seorang tabib menawarkan diri untuk mengobati mata orang buta tersebut. Namun si bapak tidak mengizinkannya, karena khawatir ia akan menceraikan anak perempuannya. Sa'di menyimpulkan, "Suami dari seorang perempuan yang jelek adalah orang buta terbaik."

Kemurahan hati dan kebebasan adalah dua faktor penting yang, bila diterapkan dengan penuh semangat dan benar, dapat mempersiapkan calon murid untuk memasuki dunia Sufi. Bila ada yang menyatakan, "Engkau sama sekali tidak bisa memperoleh kebebasan," maka sebenarnya ada lebih banyak peluang untuk memperoleh kebebasan itu.



Cara memberi (menyampaikan), sesuatu yang diberikan (disampaikan), pengaruh pemberian (penyampaian) terhadap individu, kesemuanya adalah faktor-faktor yang menentukan kemajuan Sufi.

Ada suatu kaitan erat antara konsep ketekunan dan keberanian dengan konsep kebebasan. Dalam sistem pendidikan biasa, dimana pemahaman mendalam tentang mekanisme kemajuan tidak utuh, para murid akan mengarah pada persaingan. Murid biasa berpikir bahwa ia tidak dapat memperoleh sesuatu tanpa perjuangan dan ia didorong untuk selalu berpikir begitu.

Sa'di juga menjelaskan masalah ini dalam salah satu aforismenya yang lebih sederhana. Ia menyatakan, "Seorang bijak ditanya, manakah yang lebih baik, berani atau bebas. Ia menjawab, 'Orang yang bebas belum tentu berani'." Sikap ini merupakan aspek terpenting dalam latihan Sufi. Perlu juga dicatat bahwa bentuk pengajaran tertulis membuka kemungkinan yang lebih luas bagi Sa'di untuk menjelaskan (melalui lisan orang bijak itu) bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan cara tertentu -- juga/atau -- tidak harus dijawab menurut pola pertanyaannya.

Sikap Qanaah
Dalam bab tentang keuntungan sikap qana'ah (mencukupkan diri), Sa'di mengisyaratkan ajaran-ajaran Sufi dalam beberapa kisah yang tampaknya ditujukan kepada para darwis yang tidak melakukan tindakan tepat.

Sekelompok darwis yang sangat kelaparan, ingin memperoleh makanan dari seorang penjahat yang terkenal keserakahannya. Sa'di sendiri menasihati mereka dalam sebuah puisi terkenal:

Sang singa tidak akan memakan sisa-sisa anjing
Sekalipun ia harus mati kelaparan di sarangnya.
Biarlah tubuhmu menderita kelaparan
Janganlah merendah karena mengharap bantuan.

Cara dan fungsi kisah ini menunjukkan kepada Sufi bahwa Sa'di sedang memberi peringatan kepada darwis yang mengikuti keyakinan (paham) apa pun yang mengikat di luar dirinya sendiri, sementara ia berada dalam tahap latihan pengabdian Sufistik berikutnya.



Sufi sejati mempunyai kemandirian yang nilainya tidak dapat disamakan sedikit pun dengan orang-orang yang kurang beruntung.

Sa'di menulis tema yang sangat menarik ini dalam salah satu hikayat moralnya yang menawan, dan menunjukkan letak martabat yang sejati:

Seorang raja sedang berburu bersama beberapa pembesar istana di hutan belantara. Ketika cuaca begitu dingin, ia memerintahkan para pembesar istana agar menginap di sebuah gubuk petani. Mereka menandaskan bahwa martabat raja akan turun jika memasuki tempat semacam itu. Kemudian si petani mengatakan, "Baginda raja kalian tidak akan kehilangan martabat, namun akulah yang memperoleh kehormatan karena didatangi orang yang sangat terhormat." Petani tersebut kemudian menerima sebuah jubah kehormatan dari raja.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1358 seconds (0.1#10.140)