Ceramah Gus Baha tentang Gempa Bumi Bukanlah Azab
loading...
A
A
A
Ceramah Gus Baha tentang gempa bumi bukanlah azab, seakan menjadi jawaban bahwa ketika terjadi gempa di sebuah wilayah atau daerah, tidak boleh langsung dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan azab kepada penduduk di daerah tersebut.
Gus Baha mengatakan terdapat pola-pola tertentu ketika Al-Qur'an membicarakan azab untuk menunjukkan kekuasaan Allah Ta'ala kepada manusia, yakni Allah bisa mendatangkan azab atau menahannya.
Dalam ceramahnya yang diunggah di beberapa kanal Youtube, ulama asal Rembang bernama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim ini mengatakan, ketika Allah menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa azab biasanya menggunakan dua cara. Pertama, menjelaskan bahwa Allah berkuasa menurunkan adzab bisa dengan cara apa saja, tidak harus berupa bencana alam. Jadi Allah adalah Dzat yang kuasa mendatangkan azab dari sisi atas, misalnya meteor jatuh, Mars jatuh. "Tentu Allah mampu," kata Gus Baha.
"Atau dari bawah, misalnya ditelan bumi dan lain sebagainya, atau, dan ini yang sering terjadi, Allah menjadikan kalian manusia saling tidak cocok kemudian saling membunuh," ungkapnya. Hal ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan azab bisa dengan cara apa saja, tidak harus berupa bencana alam.
Kedua, Allah selalu mengingatkan tentang potensi dan faktual. Azab itu potensi. Yang namanya potensi bisa terjadi kapan saja atau bisa juga tidak terjadi. Ada juga yang diceritakan Allah sebagai faktual, inilah yang disebut rahmat, yakni rahmat itu pasti akan selalu terjadi dan terus terjadi. Allah memastikan diri-Nya pelaku rahmat bahkan Allah telah mewajibkan pada diri-Nya sendiri sebagai pemberi rahmat.
Sehingga suatu kejadian seperti gempa belum tentu azab. Dan tidak boleh menuduh penduduk terkena bencana/gempa sebagai pelaku dosa dan pelaku maksiat. Bisa jadi azab diturunkan untuk meringankan hisab (di hari kiamat). "Jadi kalau Allah menceritakan azab, itu hanya potensi. Bisa diazab bisa juga tidak. Allah (menggunakan) redaksi: 'Aku mampu memberi azab," kata Gus Baha.
Firman Allah ketika menggunakan istilah "Aku mampu", menurut Gus Baha tidak harus terjadi, akan tetapi berpotensi terjadi. Oleh karena itu ketika berbicara azab, cukup berbicara potensinya saja, misalnya keingkaran manusia dapat berpotensi mendatangkan Azab Allah. Tidak perlu kita menilai bahwa suatu kejadian merupakan azab Allah kepada orang yang ingkar. Sebab, apakah itu azab atau bukan, hanya Allah yang tahu.
"Tentu kita ngomong potensinya saja. Kamu gak usah sok suci dengan kata "bima kafartum" (keingkaranmu) itu urusannya Tuhan," ucap Gus Baha, menjelaskan. Bisa jadi musibah yang menimpa seorang mukmin itu dinilai sebagai kafarat (penghapus dosa). "Allah mampu mengazab siapa saja. Dan kita tidak berhak menilai azab itu karena dosanya orang itu karena itu urusan Allah."
Allah Ta'ala berfirman :
Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain...” (QS. Al-An’am: 65)
Wallahu A'lam
Gus Baha mengatakan terdapat pola-pola tertentu ketika Al-Qur'an membicarakan azab untuk menunjukkan kekuasaan Allah Ta'ala kepada manusia, yakni Allah bisa mendatangkan azab atau menahannya.
Dalam ceramahnya yang diunggah di beberapa kanal Youtube, ulama asal Rembang bernama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim ini mengatakan, ketika Allah menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa azab biasanya menggunakan dua cara. Pertama, menjelaskan bahwa Allah berkuasa menurunkan adzab bisa dengan cara apa saja, tidak harus berupa bencana alam. Jadi Allah adalah Dzat yang kuasa mendatangkan azab dari sisi atas, misalnya meteor jatuh, Mars jatuh. "Tentu Allah mampu," kata Gus Baha.
"Atau dari bawah, misalnya ditelan bumi dan lain sebagainya, atau, dan ini yang sering terjadi, Allah menjadikan kalian manusia saling tidak cocok kemudian saling membunuh," ungkapnya. Hal ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan azab bisa dengan cara apa saja, tidak harus berupa bencana alam.
Kedua, Allah selalu mengingatkan tentang potensi dan faktual. Azab itu potensi. Yang namanya potensi bisa terjadi kapan saja atau bisa juga tidak terjadi. Ada juga yang diceritakan Allah sebagai faktual, inilah yang disebut rahmat, yakni rahmat itu pasti akan selalu terjadi dan terus terjadi. Allah memastikan diri-Nya pelaku rahmat bahkan Allah telah mewajibkan pada diri-Nya sendiri sebagai pemberi rahmat.
Sehingga suatu kejadian seperti gempa belum tentu azab. Dan tidak boleh menuduh penduduk terkena bencana/gempa sebagai pelaku dosa dan pelaku maksiat. Bisa jadi azab diturunkan untuk meringankan hisab (di hari kiamat). "Jadi kalau Allah menceritakan azab, itu hanya potensi. Bisa diazab bisa juga tidak. Allah (menggunakan) redaksi: 'Aku mampu memberi azab," kata Gus Baha.
Firman Allah ketika menggunakan istilah "Aku mampu", menurut Gus Baha tidak harus terjadi, akan tetapi berpotensi terjadi. Oleh karena itu ketika berbicara azab, cukup berbicara potensinya saja, misalnya keingkaran manusia dapat berpotensi mendatangkan Azab Allah. Tidak perlu kita menilai bahwa suatu kejadian merupakan azab Allah kepada orang yang ingkar. Sebab, apakah itu azab atau bukan, hanya Allah yang tahu.
"Tentu kita ngomong potensinya saja. Kamu gak usah sok suci dengan kata "bima kafartum" (keingkaranmu) itu urusannya Tuhan," ucap Gus Baha, menjelaskan. Bisa jadi musibah yang menimpa seorang mukmin itu dinilai sebagai kafarat (penghapus dosa). "Allah mampu mengazab siapa saja. Dan kita tidak berhak menilai azab itu karena dosanya orang itu karena itu urusan Allah."
Allah Ta'ala berfirman :
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ
Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain...” (QS. Al-An’am: 65)
Wallahu A'lam
(wid)