Abu Yazid Berkisah: Dengan Tatapan yang Pasti Aku Memandang Allah

Selasa, 28 April 2020 - 10:16 WIB
loading...
A A A
Beberapa lama Dia tak menjawab. Kemudian sambil meletakkan mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku, berkatalah Dia,: "Kebenaranlah yang engkau ucapkan dan realitaslah yang engkau cari, karena itu engkau menyaksikan dan mendengarkan kebenaran".

"Jika aku telah melihat.” kataku pula. "Melalui Engkau-lah aku melihat, dan jika aku telah mendengar, melalui Engkaulah aku mendengar. Setelah Engkau, barulah aku mendengar."

Kemudian kuucapkan berbagai pujian kepadaNya. Karena itu Ia hadiahkan kepadaku sayap keagungan, sehingga aku dapat melayang-layang memandangi alam kebesaranNya dan hal-hal menakjubkan dari ciptaanNya. Karena mengetahui kelemahanku dan apa-apa yang kubutuhkan, maka Ia menguatkan diriku dengan perhiasan-perhiasanNya sendiri.

Ia menaruh mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku dan membuka pintu istana ketauhidan untukku. Setelah Ia melihat betapa sifat-sifatku tauhid ke dalam sifat-sifaNya, dihadiahkanNya kepadaku sebuah nama dari hadiratNya sendiri dan berkata-kata kepadaku dalam wujudNya sendiri. Maka terciptalah Tauhid Dzat dan punahlah perpisahan.

"Kepuasan Kami adalah kepuasanmu," kataNya. "Dan kepuasanmu adalah kepuasan Kami. Ucapan-ucapanmu tak mengandung kecemaran dan tak seorangpun akan menghukummu karena ke-aku-anmu".

Kemudian Dia menyuruhku untuk merasakan hunjaman rasa cemburu dan setelah itu Ia menghidupkan aku kembali. Dari dalam api pengujian itu aku keluar dalam keadaan suci bersih. Kemudian Dia bertanya,: "Siapakah yang memiliki kerajaan ini"

"Engkau," jawabku.

"Siapakah yang memiliki kekuasaan?"

"Engkau," jawabku

"Siapakah yang memiliki kehendak?"

"Engkau," jawabku

Karena jawaban-jawabanku itu persis seperti yang didengarkan pada awal penciptaan, maka ditunjukkanNya kepadaku betapa jika bukan karena belas kasihNya, alam semesta tidak akan pernah tenang, dan jika bukan karena cintaNya segala sesuatu telah dibinasakan oleh Kemahaperkasaan-Nya.

Dia memandangku dengan mata Yang Maha Melihat melalui medium Yang Maha memaksa, dan segala sesuatu mengenai diriku sirna tak terlihat.

Di dalam kemabukan itu setiap lembah kuterjuni. Kulumatkan tubuhku ke dalam setiap wadah gejolak api cemburu. Kupacu kuda pemburuan di dalam hutan belantara yang luas. Kutemukan bahwa tidak ada yang lebih baik dari pada kepapaan dan tidak ada yang lebih baik dari ketidak berdayaan.

Tiada pelita yang lebih terang dari pada keheningan dan tiada kata-kata yang lebih merdu dari pada kebisuan. Dan tiada pula gerak yang lebih sempurna dari pada diam. Aku menghuni istana keheningan, aku mengenakan pakaian ketabahan, sehingga segala masalah terlihat sampai ke akar-akamya. Dia melihat betapa jasmani dan rohaniku bersih dari kilasan hawa nafsu, kemudian dibukakan-Nya pintu kedamaian di dalam dadaku yang kelam dan diberikanNya kepadaku lidah keselamatan dan ketauhidan.

Kini telah kumiliki sebuah lidah rahmat nan abadi, sebuah hati yang memancarkan nur ilahi, dan mata yang ditempa oleh tanganNya sendiri. Karena Dia-lah aku berbicara dan dengan kekuasaanNya-lah aku memegang. Karena melalui Dia aku hidup, karena Dia-lah Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Menghidupi, maka aku tidak akan pemah mati. Karena telah mencapai tingkat keluhuran ini, maka isyaratku adalah abadi, ucapanku berlaku untuk selama-lamanya, lidahku adalah lidah tauhid dan ruhku adalah ruh keselamatan, ruh Islam.

Aku tidak berbicara mengenai diriku sendiri sebagai seorang pemberi peringatan. Dia-lah yang menggerakkan lidahku sesuai dengan kehendakNya, sedang aku hanyalah seseorang yang menyampaikan. Sebenarnya yang berkata-kata ini adalah Dia, bukan aku.

Setelah memuliakan diriku Dia berkata, "Hamba-hambaKu ingin bertemu denganmu". "Bukanlah keinginanku untuk menemui mereka," jawabku. "Tetapi jika Engkau menghendakiku untuk menemui mereka, maka aku tidak akan menentang kehendakMu. Hiaslah diriku dengan ke-esaan-Mu, sehingga apabila hamba-hambaMu memandangku yang terpandang oleh mereka adalah ciptaan-Mu. Dan mereka akan melihat Sang Pencipta semata-mata, bukan diriku ini".

Keinginanku ini dikabulkanNya. DitaruhNya mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku dan Ia membantuku mengalahkan jasmaniku.

Setelah itu Dia berkata, "temuilah hamba-hambaKu itu." Akupun berjalan selangkah menjauhi hadiratNya. Tetapi pada langkah yang kedua aku jatuh terjerumus. Terdengarlah seruan:
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)