Kisah Heroik Saifuddin Al-Qutuz Hancurkan Pasukan Mongol di Ain Jalut
loading...
A
A
A
Kisah heroik Saifuddin Al-Qutuz menghancurkan pasukan Mongol di Ain Jalut tercatat dalam tinta emas sejarah Islam. Untuk pertama kalinya pasukan muslim berhasil mengalahkan pasukan Mongol yang sadis dan barbar.
Pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan memang dikenal sebagai militer terkuat dan tak kenal kompromi. Tahun 1258 merupakan peristiwa kelam dalam sejarah peradaban Islam ketika mereka menaklukkan Kota Baghdad (Dinasti Abbasiyah).
Hulagu Khan dan pasukannya menyerbu Baghdad dengan cara yang sadis dan kejam. Mereka melakukan pembunuhan massal, menjarah kota, memerkosa perempuan Baghdad, membakar perpustakaan tempat kitab-kitab penting khazanah keilmuan Islam dan lainnya.
Ahli sejarah menyebutkan, sekitar 1 juta penduduk Baghdad dibantai pasukan Mongol. Namun Hulagu mengklaim membunuh 200.000 orang Baghdad sebagaimana isi suratnya kepada Raja Perancis, Louis IX. Dengan terbunuhnya khalifah terakhir Al-Mu'tashim (Abu Ahmad), maka berakhirlah kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad.
Dua tahun kemudian, tepatnya Ramadhan Tahun 1260 M (658 Hijriyah), pasukan Mongol mengalami kehancuran di tangan pasukan muslim yang kala itu dipimpin Sultan Saifuddin Al-Qutuz rahimahullah. Sebanyak 20.000 tentara Mongol terbunuh dalam perang yang dikenal dengan pertempuran Ain Jalut, Palestina itu.
Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq menceritakan sekilas jalannya pertempuran tersebut dalam satu kajiannya. Pasukan muslim kala itu dipimpin oleh Sultan Al-Muzhafar Saifuddin Al-Qutuz (1259-1260 M), sultan ke-3 Dinasti Mamluk Mesir. Sedangkan di pihak Mongol komandannya adalah Qitbuka Noyan dan Baidara, yang merupakan wakil Hulagu Khan di wilayah Syam dan sekitarnya.
Kisah Heroik Saifuddin Al-Qutuz
Kisah heroik Sultan Saifuddin Al-Qutuz pada perang Ain Jalut tersebut dituturkan oleh Taqiyuddin Al Maqrizi:
وتقدم الملك المظفر لسائر الولاة بإزعاج الأجناد للخروج للسفر. ومن وجد منهم قد إختفى يضرب بالمقارع. وسار حتى نزل الصالحية. وتكامل عنده العسكر
"Sultan Mudzafar Saifuddin Al-Qutuz maju memimpin pasukannya yang sedang dirundung rasa ketakutan untuk meneruskan perjalanan. Jika beliau menemukan adanya pasukan yang mogok bersembunyi, maka ia memukulnya dengan tongkatnya. Hingga kemudian ia bersama pasukannya bisa mencapai daerah Shalihiyah dan pasukannya bisa berkumpul dengan sempurna."
Ketakutan ini juga menyusup ke hati para komandan dan Amir. Bahkan sebagian mereka karena takutnya ada yang berencana untuk balik ke Mesir. Maka sang pemimpin agung ini menyampaikan ucapannya yang kemudian tercatat dalam sejarah dengan tinta emas:
يا أمراء المسلمين لكم زمان تأكلون من بيت المال، و أنتم للغزاة كارهون، وأنا متوجِّه فمن اختار الجهاد يصحبني، ومن لم يختر ذلك يرجع إلى بيته،فإن الله مطَّلع عليه، وخطيئة حريم المسلمين في رقاب المتأخرين.
Artinya: "Wahai orang-orang yang telah diserahi urusan kaum muslimin, sekian lama kalian telah makan dari harta Baitul Mal. Lalu sekarang kalian enggan untuk berperang? Adapun aku, sungguh akan tetap berangkat ke pertempuran meskipun sendirian. Barangsiapa yang memilih jihad, maka silakan ia bersamaku. Dan siapa yang enggan, silakan ia pulang ke rumahnya. Sungguh Allah Maha mengawasi, kesalahan para pendahulunya, akan ikut ditanggung oleh generasi sesudahnya."
Bahkan dalam satu riwayat disebutkan, Sultan Al-Qutuz suatu malam keluar mengendarai kudanya seraya berkata: "Aku akan menghadapi Tartar meski sendirian."
Begitu para Amir melihat gerak dan tekat Saifuddin Al-Qutuz yang tak tergoyahkan, mereka pun akhirnya ikut bergerak menyongsong musuh meski masih dilanda keragu-raguan. Sebelum masuk ke wilayah musuh, Al-Qutuz mengirimkan pasukan pelopor yang dikomandoi panglimanya Ruknudin Baibars. Pasukan ini bergerak cepat melakukan penetrasi ke wilayah Tartar yang ada di Gaza.
Menghancurkan satuan-satuan kecil patroli musuh, lalu melakukan aksi pengintaian dengan mempelajari posisi, kekuatan, jenis senjata, garis komando dan strategi yang digunakan oleh lawan. Di luar dugaan, pasukan pelopor ini berhasil melakukan banyak operasi gemilang.
Baibars bahkan berhasil merebut Gaza dan mengusir Tartar dari wilayah itu. Hal ini membuat komandan tertinggi Mongol, Kitbuqa marah besar. Ia sempat melampiaskan kemarahannya kepada para panglimanya di tenda-tenda pasukannya. Bagaimana bisa tentaranya yang dikenal tak pernah kalah bisa dibuat kocar-kacir oleh satuan pasukan pelopor.
Mental Pasukan Muslim Mulai Bangkit
Mental pasukan muslim mulai bangkit karena kemenangan di Gaza ditambah gembelengan Al-Qutuz yang setiap saat memberikan khutbah penyemangat. Mereka mulai mengatur strategi. Sultan Saifudin Al-Qutuz menerapkan gabungan beberapa strategi. Di awal beliau menerapkan strategi jebakan di mana beliau memerintahkan pasukan intinya untuk bersembunyi di garis belakang di balik pepohonan.
Lalu memerintahkan sebagian pasukannya untuk melakukan penyerangan ke barisan musuh. Ketika pertempuran berkecamuk, pasukan ini ditarik berlahan seakan mundur karena kalah. Mereka bergerak mundur perlahan ke belakang sehingga disusul pasukan Tartar yang terus mendesak.
Pasukan Mongol tidak menyadari sama sekali bahwa mereka sedang digiring ke lubang pembantaian. Bahkan mereka terus meningkatkan tekanan karena mengira pasukan muslim sudah kewalahan. Begitu Mongol masuk semakin dalam ke area jebakan, tiba-tiba bergema suara Takbir yang menggelegar, disusul keluarnya puluhan ribu pasukan penunggang kuda dari balik pepohonan yang melesat bak anak panah.
Mereka menghantam dan mencabik-cabik barisan tentara Mongol yang tak banyak berkutik. Strategi perang pasukan Islam pun berganti dari defensif ke strategi mufaja'ah, yakni serangan mematikan dengan mengandalkan kecepatan pasukan kavaleri.
Pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan memang dikenal sebagai militer terkuat dan tak kenal kompromi. Tahun 1258 merupakan peristiwa kelam dalam sejarah peradaban Islam ketika mereka menaklukkan Kota Baghdad (Dinasti Abbasiyah).
Hulagu Khan dan pasukannya menyerbu Baghdad dengan cara yang sadis dan kejam. Mereka melakukan pembunuhan massal, menjarah kota, memerkosa perempuan Baghdad, membakar perpustakaan tempat kitab-kitab penting khazanah keilmuan Islam dan lainnya.
Ahli sejarah menyebutkan, sekitar 1 juta penduduk Baghdad dibantai pasukan Mongol. Namun Hulagu mengklaim membunuh 200.000 orang Baghdad sebagaimana isi suratnya kepada Raja Perancis, Louis IX. Dengan terbunuhnya khalifah terakhir Al-Mu'tashim (Abu Ahmad), maka berakhirlah kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad.
Dua tahun kemudian, tepatnya Ramadhan Tahun 1260 M (658 Hijriyah), pasukan Mongol mengalami kehancuran di tangan pasukan muslim yang kala itu dipimpin Sultan Saifuddin Al-Qutuz rahimahullah. Sebanyak 20.000 tentara Mongol terbunuh dalam perang yang dikenal dengan pertempuran Ain Jalut, Palestina itu.
Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq menceritakan sekilas jalannya pertempuran tersebut dalam satu kajiannya. Pasukan muslim kala itu dipimpin oleh Sultan Al-Muzhafar Saifuddin Al-Qutuz (1259-1260 M), sultan ke-3 Dinasti Mamluk Mesir. Sedangkan di pihak Mongol komandannya adalah Qitbuka Noyan dan Baidara, yang merupakan wakil Hulagu Khan di wilayah Syam dan sekitarnya.
Kisah Heroik Saifuddin Al-Qutuz
Kisah heroik Sultan Saifuddin Al-Qutuz pada perang Ain Jalut tersebut dituturkan oleh Taqiyuddin Al Maqrizi:
وتقدم الملك المظفر لسائر الولاة بإزعاج الأجناد للخروج للسفر. ومن وجد منهم قد إختفى يضرب بالمقارع. وسار حتى نزل الصالحية. وتكامل عنده العسكر
"Sultan Mudzafar Saifuddin Al-Qutuz maju memimpin pasukannya yang sedang dirundung rasa ketakutan untuk meneruskan perjalanan. Jika beliau menemukan adanya pasukan yang mogok bersembunyi, maka ia memukulnya dengan tongkatnya. Hingga kemudian ia bersama pasukannya bisa mencapai daerah Shalihiyah dan pasukannya bisa berkumpul dengan sempurna."
Ketakutan ini juga menyusup ke hati para komandan dan Amir. Bahkan sebagian mereka karena takutnya ada yang berencana untuk balik ke Mesir. Maka sang pemimpin agung ini menyampaikan ucapannya yang kemudian tercatat dalam sejarah dengan tinta emas:
يا أمراء المسلمين لكم زمان تأكلون من بيت المال، و أنتم للغزاة كارهون، وأنا متوجِّه فمن اختار الجهاد يصحبني، ومن لم يختر ذلك يرجع إلى بيته،فإن الله مطَّلع عليه، وخطيئة حريم المسلمين في رقاب المتأخرين.
Artinya: "Wahai orang-orang yang telah diserahi urusan kaum muslimin, sekian lama kalian telah makan dari harta Baitul Mal. Lalu sekarang kalian enggan untuk berperang? Adapun aku, sungguh akan tetap berangkat ke pertempuran meskipun sendirian. Barangsiapa yang memilih jihad, maka silakan ia bersamaku. Dan siapa yang enggan, silakan ia pulang ke rumahnya. Sungguh Allah Maha mengawasi, kesalahan para pendahulunya, akan ikut ditanggung oleh generasi sesudahnya."
Bahkan dalam satu riwayat disebutkan, Sultan Al-Qutuz suatu malam keluar mengendarai kudanya seraya berkata: "Aku akan menghadapi Tartar meski sendirian."
Begitu para Amir melihat gerak dan tekat Saifuddin Al-Qutuz yang tak tergoyahkan, mereka pun akhirnya ikut bergerak menyongsong musuh meski masih dilanda keragu-raguan. Sebelum masuk ke wilayah musuh, Al-Qutuz mengirimkan pasukan pelopor yang dikomandoi panglimanya Ruknudin Baibars. Pasukan ini bergerak cepat melakukan penetrasi ke wilayah Tartar yang ada di Gaza.
Menghancurkan satuan-satuan kecil patroli musuh, lalu melakukan aksi pengintaian dengan mempelajari posisi, kekuatan, jenis senjata, garis komando dan strategi yang digunakan oleh lawan. Di luar dugaan, pasukan pelopor ini berhasil melakukan banyak operasi gemilang.
Baibars bahkan berhasil merebut Gaza dan mengusir Tartar dari wilayah itu. Hal ini membuat komandan tertinggi Mongol, Kitbuqa marah besar. Ia sempat melampiaskan kemarahannya kepada para panglimanya di tenda-tenda pasukannya. Bagaimana bisa tentaranya yang dikenal tak pernah kalah bisa dibuat kocar-kacir oleh satuan pasukan pelopor.
Mental Pasukan Muslim Mulai Bangkit
Mental pasukan muslim mulai bangkit karena kemenangan di Gaza ditambah gembelengan Al-Qutuz yang setiap saat memberikan khutbah penyemangat. Mereka mulai mengatur strategi. Sultan Saifudin Al-Qutuz menerapkan gabungan beberapa strategi. Di awal beliau menerapkan strategi jebakan di mana beliau memerintahkan pasukan intinya untuk bersembunyi di garis belakang di balik pepohonan.
Lalu memerintahkan sebagian pasukannya untuk melakukan penyerangan ke barisan musuh. Ketika pertempuran berkecamuk, pasukan ini ditarik berlahan seakan mundur karena kalah. Mereka bergerak mundur perlahan ke belakang sehingga disusul pasukan Tartar yang terus mendesak.
Pasukan Mongol tidak menyadari sama sekali bahwa mereka sedang digiring ke lubang pembantaian. Bahkan mereka terus meningkatkan tekanan karena mengira pasukan muslim sudah kewalahan. Begitu Mongol masuk semakin dalam ke area jebakan, tiba-tiba bergema suara Takbir yang menggelegar, disusul keluarnya puluhan ribu pasukan penunggang kuda dari balik pepohonan yang melesat bak anak panah.
Mereka menghantam dan mencabik-cabik barisan tentara Mongol yang tak banyak berkutik. Strategi perang pasukan Islam pun berganti dari defensif ke strategi mufaja'ah, yakni serangan mematikan dengan mengandalkan kecepatan pasukan kavaleri.