Kisah Mualaf Navis B Jolly: Perempuan Kristen yang Memilih Islam setelah Sempat Ateis

Rabu, 04 Januari 2023 - 05:15 WIB
loading...
Kisah Mualaf Navis B Jolly: Perempuan Kristen yang Memilih Islam setelah Sempat Ateis
Navis B Jolly memeluk Islam setelah ia mempersoalkan poligami dan sholat lima waktu yang dianggap sebagai kelemahan ajaran Islam. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Navis B Jolly adalah perempuan asal Inggris . Ia lahir dalam lingkungan masyarakat Kristen , dan dibaptis dalam Gereja Inggris serta mengikuti sekolah Gereja. Kala ia masih berumur belasan tahun, ia telah membaca kisah Yesus Kristus , seperti yang terdapat dalam Injil.

Hal itu menumbuhkan pengaruh emosional yang mendalam pada jiwanya. Seperti juga ketika ia merasakan hal yang sama pada waktu setiap kali datang ke Gereja: melihat altar yang tinggi yang dipenuhi dengan lilin menyala, kemenyan dan para pendeta dengan selendang-selendang adatnya, dan saya mendengar nyanyian misterius di waktu sembahyang.

"Saya yakin," katanya. "Bahwa pada tahun-tahun yang hanya sebentar itu, saya adalah seorang Kristen yang bersemangat," lanjutnya berkisah.



Kemudian berbareng dengan kemajuan dirinya dalam belajar dan hubungan dirinya yang tetap dengan Injil serta segala sesuatu yang bersangkutan dengan ke-Kristenan, terbentanglah luas di hadapannya kesempatan berpikir mengenai apa yang ia baca dan saksikan, mengenai apa yang ia lakukan dan percayai.

Menurutnya, segeralah dirinya mulai merasa tidak puas mengenai beberapa hal. Pada waktu itu juga ia meninggalkan sekolah gereja dan menjadi seorang atheis tulen, tidak mau percaya kepada agama.

Berikut penuturan Navis B Jolly selengkapnya tentang perjalanan kehidupan rohani dirinya sebagaimana dinukil dalam buku yang diterjemahkan Bachtiar Affandie berjudul "Mengapa Kami Memilih Islam" oleh Rabithah Alam Islamy Mekkah (PT Alma'arif, 1981).

Belajar Semua Agama
Saya mulai lagi mempelajari agama-agama lain yang penting-penting di dunia. Saya mulai mempelajari agama Buddha. Saya pelajari dengan sungguh-sungguh itu jalan yang delapan, dan ternyata memang tujuannya baik, tapi kurang memberi petunjuk dan kurang terperinci.

Dalam agama Hindu saya dihadapkan bukan hanya kepada tiga, tetapi kepada beberapa ratus Tuhan yang masing-masing memiliki kisah sejarah yang sangat fantastik dan tidak mungkin bisa diterima oleh akal saya.

Kemudian saya membaca sedikit tentang agama Yahudi, tapi sebelum itu saya telah cukup banyak membaca tentangnya dalam Perjanjian Lama yang menunjukkan bahwa agama Yahudi itu tidak dapat memenuhi beberapa nilai yang mesti dimiliki oleh sesuatu agama.

Dengan bimbingan seorang sahabat, saya mulai mempelajari soal-soal ilmu kerohanian, dan untuk itu saya harus menghadiri majelisnya yang dikuasai oleh roh-roh orang yang sudah mati. Tapi saya tidak meneruskan praktik ini lebih lama, karena saya yakin sepenuhnya bahwa hal itu tidak lebih dari sekedar dorongan kejiwaan, dan saya menjadi takut untuk melanjutkannya.



Sehabis perang dunia, saya berhasil mendapat pekerjaan pada sebuah kantor di London. Akan tetapi pekerjaan itu tidak mengurangi perhatian saya terhadap soal-soal agama.

Pada suatu hari sebuah surat kabar lokal memuat sebuah artikel yang saya sanggah dengan sebuah tulisan, yaitu mengenai ketuhanan Yesus sebagaimana tersebut dalam Injil.

Sanggahan saya itu menghasilkan banyak hubungan antara saya dengan para pembaca yang di antaranya terdapat seorang Muslim. Mulai saya berbicara dan berdiskusi tentang Islam dengan kenalan saya yang baru ini.

Dan pada setiap tinjauan saya tentang macam-macam segi dari agama ini saya terjatuh. Walaupun saya pikir hal itu tidak mungkin, saya harus mengakui bahwa yang sempurna telah sampai kepada kita melalui seorang manusia biasa, sedangkan pemerintah-pemerintah yang paling baikpun di abad ke-20 ini tidak mampu melebihi perundang-undangan yang diberikan wahyu itu, bahkan negara-negara maju itu selalu mengutip susunannya dari susunan Islam.

Pada waktu itu saya bertemu dengan beberapa orang kaum Muslimin dan beberapa orang gadis Inggris yang meninggalkan agama mereka (Kristen) dan dengan segala kemampuan mereka membantu saya dalam mengatasi segala kesulitan yang saya hadapi. Hal itu terjadi karena memang kami muncul/lahir dalam satu lingkungan. Tenaga/ bantuan mereka dicurahkan tanpa pamrih.



Saya telah membaca banyak buku-buku. Saya ingat di antaranya ialah buku "The Relegion of Islam", "Mohammad and Christ" dan "The Sources of Christianity".

Buku yang terakhir ini banyak menunjukkan persamaan antara agama Kristen dan cerita-cerita khayal zaman penyembahan berhala purba. Ini sangat mengesankan saya. Yang terpenting dari semua itu ialah bahwa saya telah membaca Al-Qur'an.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3105 seconds (0.1#10.140)