هُوَ الَّذِىۡ خَلَقَكُمۡ مِّنۡ نَّـفۡسٍ وَّاحِدَةٍ وَّجَعَلَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ اِلَيۡهَا ۚ فَلَمَّا تَغَشّٰٮهَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِيۡفًا فَمَرَّتۡ بِهٖ ۚ فَلَمَّاۤ اَثۡقَلَتۡ دَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا لَٮِٕنۡ اٰتَيۡتَـنَا صَالِحًا لَّـنَكُوۡنَنَّ مِنَ الشّٰكِرِيۡنَ
Huwal-lazi khalaqakum min nafsiw wahidatiw waja'ala minha zaujaha liyaskuna ilaiha, falamma tagasysyaha hamalat hamlan khafifan fa marrat bih(i), falamma asqalad da'awallaha rabbahuma la'in ataitana salihan lanakunanna minasy-syakirin
Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), "Jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami akan selalu bersyukur."
Juz ke-9
Tafsir
Begitulah Allah mengalihkan pandangan mereka agar memerhatikan keadaan Rasul dan juga mencermati alam raya agar mereka dapat merasakan keesaan Tuhan. Kali ini Allah mengajak mereka membaca fakta dalam diri mereka, yaitu bahwa Dialah, Allah, yang menciptakan kamu keturunan Nabi Adam dari jiwa yang satu, yaitu Nabi Adam, dan dari padanya Dia menciptakan pasangannya, yaitu Hawa, agar dia merasa tenang dan cenderung hatinya kepada pasangannya. Maka setelah dicampurinya, istrinya mengandung kandungan yang ringan, seperti biasanya kehamilan di masa awal, dan teruslah dia merasa ringan beberapa waktu. Kemudian ketika dia merasa berat, di saat kandungan semakin besar dan semakin dekat waktu bersalin, keduanya, yakni pasangan suami istri, bermohon kepada Allah, Tuhan mereka seraya berkata, "Demi kekuasaan dan kebesaran-Mu, jika Engkau memberi kami anak yang saleh, sempurna, sehat, dan tidak cacat, tentulah kami benar-benar termasuk orang-orang yang bersyukur."
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan dari jenis yang satu, dan dari jenis yang satu itu diciptakan pasangannya, maka hiduplah mereka berpasangan pria-wanita (suami-isteri) dan tenteramlah dia dengan isterinya itu. Hidup berpasangan suami-isteri merupakan tuntutan kodrati manusia rohaniyah dan jasmaniah. Bila seseorang telah mencapai usia dewasa, timbullah keinginan untuk hidup berpasangan sebagai suami-isteri, dan dia akan mengalami keguncangan batin apabila keinginan itu tidak tercapai. Sebab dalam berpasangan suami-isteri itulah terwujud ketenteraman. Ketenteraman tidak akan terwujud dalam diri manusia diluar hidup berpasangan suami-isteri. Maka tujuan kehadiran seorang isteri pada seorang laki-laki di dalam agama Islam ialah menciptakan hidup berpasangan itu sendiri. Islam mensyariatkan manusia agar mereka hidup berpasangan suami-isteri, karena dalam situasi hidup demikian itu manusia menemukan ketenteraman dan kebahagian rohaniyah dan jasmaniah.
Bila kedua suami-isteri itu berkumpul, mulailah isterinya mengandung benih. Saat permulaan dari pertumbuhan benih itu terasa ringan. Pertama-tama terhentinya haid dan selanjutnya benih itu terus berproses, perlahan-lahan. Maka ketika kandungannya mulai berat, ibu-bapak memanjatkan doa kepada Allah agar keduanya dianugerahi anak yang saleh, sempurna jasmani, berbudi luhur, cakap melaksanakan tugas kewajiban sebagai manusia. Kedua, isteri itu berjanji akan mewajibkan atas dirinya sendiri untuk bersyukur kepada Allah karena menerima nikmat itu dengan perkataan, perbuatan dan keyakinan.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-A’raf
Surat Al A'raaf yang berjumlah 206 ayat termasuk golongan surat Makkiyah, diturunkan sebelum turunnya surat Al An'aam dan termasuk golongan surat Assab 'uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Dinamakan Al A'raaf karena perkataan Al A'raaf terdapat dalam ayat 46 yang mengemukakan tentang keadaan orang-orang yang berada di atas Al A'raaf yaitu: tempat yang tertinggi di batas surga dan neraka.