Minum Obat Pencegah Haid Selama Puasa Boleh, Asal....
A
A
A
Pertanyaan :
Sebagai muslimah, bolehkah minum obat pencegah haid selama Ramadan?
Jawaban :
1. Hukumnya boleh, namun dengan syarat
a. Syarat bahwa obat tersebut tidak akan membuat seorang wanita steril atau tidak bisa hamil
Syekh Husain Ibrohim Al Maghrobi, seorang mufti madzhab maliki di Mekah dalam fatwa beliau yang termuat dalam kitab Qurrotul ‘Ain Bi Fatawi Ulama’ Al Haromain menegaskan bahwa penggunaan obat untuk mencegah datangnya haid atau meminimalisir haid selama tidak menyebabkan terputusnya keturunan (tidak bisa hamil) diperbolehkan. Tetapi, kalau obat tersebut sampai menyebabkan terputusnya keturunan maka haram dikonsumsi.
b. Syarat bahwa obat tersebut benar-benar menyebabkan tidak keluar darah haid sama sekali, jika masih keluar meskipun sedikit, maka tidak boleh berpuasa
Syaikh Musthofa Al-Adawi menjelaskan status wanita yang mengonsumsi obat pencegah haid adalah sebagai berikut:
حكمه اذا قطع الدم تماما أن الصوم معه جائز ولا إعادة، أما إذا شك في انقطاع الدم من وجوده فحينئذ حكمها حكم الحائض وعليها أن تفطر أيام حيضها وتعيد صوم تلك الأيام بعد، والله أعلم
“Hukumnya, apabila darah telah putus sempurna maka dia boleh puasa dan tidak perlu mengulangi. Adapun jika dia masih ragu darah terputus sempurna, karena masih ada darah yang keluar, maka hukumnya seperti wanita haid dan dia tidak boleh puasa pada hari haidnya dan mengqadha puasa pada hari itu setelah ramadhan. Allahu a’lam.” (Jami’ Ahkam An-Nisa: 5/223)
c. Syarat bahwa obat tersebut tidak membahayakan kesehatan wanita
Darul Ifta’ Al Mishriyah ( MUI-nya Mesir ) Dalam fatwa nomor 1225, tanggal 05/09/2007 yang dikeluarkan tentang “ Hukum mengonsumsi pil anti haid selama Bulan Ramadan“ menjelaskan sebagai berikut :
“ Adapun mengonsumsi pil anti haid guna menunda siklus haid hingga setelah Ramadan agar seorang wanita dapat berpuasa selama bulan Ramadan tanpa terputus, maka hal itu diperbolehkan dalam syari’at dan puasanya sah.
Seorang wanita boleh melakukan hal ini dengan syarat mendapatkan izin dari dokter yang menyatakan bahwa penggunaan pil anti haid tersebut tidak membahayakan kesehatannya, baik cepat atau lambat.
Jika dokter menyatakan bahwa mengonsumsi pil anti haid tersebut dapat membahayakan kesehatannya, maka hal itu diharamkan.
Dalam kaidah fikih ditegaskan, “La Dhororo Wa La Dhiroro“ (Tidak boleh merugikan diri sendiri dan tidak boleh merugikan orang lain).
Selain itu, menjaga kesehatan tubuh adalah salah satu dari tujuan utama syari’at Islam. Meskipun demikian, penyerahan diri dan ketundukan seorang muslimah kepada kehendak dan takdir Allah yang memberikan kondisi haid padanya dan mewajibkannya tidak berpuasa ketika itu adalah lebih baik dan lebih berpahala “.
2. Hukumnya tidak dianjurkan
Sekalipun untuk tujuan agar bisa beribadah selama Ramadan, sangat tidak dianjurkan mengonsumsi obat pencegah haid. Karena sikap semacam ini kurang menunjukkan kepasrahan terhadap kodrat yang Allah tetapkan untuk para wanita.
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan obat pencegah haid agar bisa melakukan ibadah bersama kaum muslimin lainnya. Jawaban beliau,
لا نرى أنها تستعمل هذه الحبوب لتعينها على طاعة الله ؛ لأن الحيض الذي يخرج شيءٌ كتبه الله على بنات آدم
“Saya tidak menyarankan para wanita menggunakan obat semacam ini, untuk membantunya melakukan ketaatan kepada Allah. Karena darah haid yang keluar, merupakan sesuatu yang Allah tetapkan untuk para putri Adam.”
Kemudian beliau menyebutkan dalilnya,
وقد دخل النبي صلى الله عليه وسلم على عائشة وهي معه في حجة الوداع وقد أحرمت بالعمرة فأتاها الحيض قبل أن تصل إلى مكة فدخل عليها وهي تبكي ، فقال ما يبكيك فأخبرته أنها حاضت فقال لها إن هذا شيءٌ قد كتبه الله على بنات آدم ، …
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui A’isyah dikemahnya ketika haji wada’. Ketika itu, A’isyah telah melakukan ihram untuk umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke Mekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui A’isyah, sementara dia sedang menangis. Sang suami yang baik bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” A’isyah menjawab bahwa dia sedang sakit. Nabi menasehatkan, “Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri Adam.”
Karena itu, ketika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadan, hendaknya dia menerima kodrat yang Allah tetapkan untuknya, dan tidak mengonsumsi obat pencegah haid.
Selain itu, ada informasi terpercaya dari dokter, bahwa obat semacam ini berbahaya bagi rahim dan peredaran darah. Bahkan bisa menjadi sebab, janin cacat, ketika di rahim ada janin. Karena itu, kami menyarankan agar ditinggalkan. Ketika terjadi haid, dia tinggalkan salat dan puasa, keadaan semacam ini bukan karena kehendaknya, tapi karena taqdir Allah. (Fatwa islam, no. 13738)
Sebagai muslimah, bolehkah minum obat pencegah haid selama Ramadan?
Jawaban :
1. Hukumnya boleh, namun dengan syarat
a. Syarat bahwa obat tersebut tidak akan membuat seorang wanita steril atau tidak bisa hamil
Syekh Husain Ibrohim Al Maghrobi, seorang mufti madzhab maliki di Mekah dalam fatwa beliau yang termuat dalam kitab Qurrotul ‘Ain Bi Fatawi Ulama’ Al Haromain menegaskan bahwa penggunaan obat untuk mencegah datangnya haid atau meminimalisir haid selama tidak menyebabkan terputusnya keturunan (tidak bisa hamil) diperbolehkan. Tetapi, kalau obat tersebut sampai menyebabkan terputusnya keturunan maka haram dikonsumsi.
b. Syarat bahwa obat tersebut benar-benar menyebabkan tidak keluar darah haid sama sekali, jika masih keluar meskipun sedikit, maka tidak boleh berpuasa
Syaikh Musthofa Al-Adawi menjelaskan status wanita yang mengonsumsi obat pencegah haid adalah sebagai berikut:
حكمه اذا قطع الدم تماما أن الصوم معه جائز ولا إعادة، أما إذا شك في انقطاع الدم من وجوده فحينئذ حكمها حكم الحائض وعليها أن تفطر أيام حيضها وتعيد صوم تلك الأيام بعد، والله أعلم
“Hukumnya, apabila darah telah putus sempurna maka dia boleh puasa dan tidak perlu mengulangi. Adapun jika dia masih ragu darah terputus sempurna, karena masih ada darah yang keluar, maka hukumnya seperti wanita haid dan dia tidak boleh puasa pada hari haidnya dan mengqadha puasa pada hari itu setelah ramadhan. Allahu a’lam.” (Jami’ Ahkam An-Nisa: 5/223)
c. Syarat bahwa obat tersebut tidak membahayakan kesehatan wanita
Darul Ifta’ Al Mishriyah ( MUI-nya Mesir ) Dalam fatwa nomor 1225, tanggal 05/09/2007 yang dikeluarkan tentang “ Hukum mengonsumsi pil anti haid selama Bulan Ramadan“ menjelaskan sebagai berikut :
“ Adapun mengonsumsi pil anti haid guna menunda siklus haid hingga setelah Ramadan agar seorang wanita dapat berpuasa selama bulan Ramadan tanpa terputus, maka hal itu diperbolehkan dalam syari’at dan puasanya sah.
Seorang wanita boleh melakukan hal ini dengan syarat mendapatkan izin dari dokter yang menyatakan bahwa penggunaan pil anti haid tersebut tidak membahayakan kesehatannya, baik cepat atau lambat.
Jika dokter menyatakan bahwa mengonsumsi pil anti haid tersebut dapat membahayakan kesehatannya, maka hal itu diharamkan.
Dalam kaidah fikih ditegaskan, “La Dhororo Wa La Dhiroro“ (Tidak boleh merugikan diri sendiri dan tidak boleh merugikan orang lain).
Selain itu, menjaga kesehatan tubuh adalah salah satu dari tujuan utama syari’at Islam. Meskipun demikian, penyerahan diri dan ketundukan seorang muslimah kepada kehendak dan takdir Allah yang memberikan kondisi haid padanya dan mewajibkannya tidak berpuasa ketika itu adalah lebih baik dan lebih berpahala “.
2. Hukumnya tidak dianjurkan
Sekalipun untuk tujuan agar bisa beribadah selama Ramadan, sangat tidak dianjurkan mengonsumsi obat pencegah haid. Karena sikap semacam ini kurang menunjukkan kepasrahan terhadap kodrat yang Allah tetapkan untuk para wanita.
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan obat pencegah haid agar bisa melakukan ibadah bersama kaum muslimin lainnya. Jawaban beliau,
لا نرى أنها تستعمل هذه الحبوب لتعينها على طاعة الله ؛ لأن الحيض الذي يخرج شيءٌ كتبه الله على بنات آدم
“Saya tidak menyarankan para wanita menggunakan obat semacam ini, untuk membantunya melakukan ketaatan kepada Allah. Karena darah haid yang keluar, merupakan sesuatu yang Allah tetapkan untuk para putri Adam.”
Kemudian beliau menyebutkan dalilnya,
وقد دخل النبي صلى الله عليه وسلم على عائشة وهي معه في حجة الوداع وقد أحرمت بالعمرة فأتاها الحيض قبل أن تصل إلى مكة فدخل عليها وهي تبكي ، فقال ما يبكيك فأخبرته أنها حاضت فقال لها إن هذا شيءٌ قد كتبه الله على بنات آدم ، …
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui A’isyah dikemahnya ketika haji wada’. Ketika itu, A’isyah telah melakukan ihram untuk umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke Mekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui A’isyah, sementara dia sedang menangis. Sang suami yang baik bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” A’isyah menjawab bahwa dia sedang sakit. Nabi menasehatkan, “Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri Adam.”
Karena itu, ketika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadan, hendaknya dia menerima kodrat yang Allah tetapkan untuknya, dan tidak mengonsumsi obat pencegah haid.
Selain itu, ada informasi terpercaya dari dokter, bahwa obat semacam ini berbahaya bagi rahim dan peredaran darah. Bahkan bisa menjadi sebab, janin cacat, ketika di rahim ada janin. Karena itu, kami menyarankan agar ditinggalkan. Ketika terjadi haid, dia tinggalkan salat dan puasa, keadaan semacam ini bukan karena kehendaknya, tapi karena taqdir Allah. (Fatwa islam, no. 13738)
(lis)