PPN Naik Menjadi 12%: Begini Syarat Pemungutan Pajak Menurut Islam
loading...
A
A
A
DALAM negara Islam pajak dengan istilah al-jiyaz, al-kharaj dan al-usyur hanya diwajibkan bagi orang-orang Non-Muslim sebagai bayaran jaminan keamanan.
Ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama dari zaman sahabat, tabi'in hingga sekarang berbeda pendapat di dalam menyikapinya.
Pendapat pertama menyatakan bahwa pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat .
"Sedangkan pendapat kedua, boleh diambil dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana," tulis Gazali dalam artikelnya berjudul "Pajak dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif" yang dilansir Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Muamalat (Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram).
Hanya saja, untuk menerapkan kebijaksanaan ini pun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat.
Di antara para ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin berdalil sebagai berikut:
1. Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Baqarah ayat 177. Pada ayat ini Allah mengajarkan tentang kebaikan hakiki dan agama yang benar dengan menyejajarkan antara:
- Pemberian harta yang diberikan kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, musafir, orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya.
- Iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, mendirikan salat, dan menepati janji, dan lain-lainnya.
Poin-poin di atas, menurut Gazali, bukannya hal yang sunah, tapi termasuk hukumnya yang fardlu, karena disejajarkan dengan hal-hal yang fardlu, dan bukan termasuk zakat, karena zakat disebutkan tersendiri juga.
2. Hadis-hadis sahih mengenai hak tamu atas tuan tumah. Perintah menghormati tamu menunjukkan wajib karena perintah itu dikaitkan dengan iman kepada Allah dan hari kiamat dan setelah tiga hari dianggap sebagai sedekah.
3. Ayat Al-Qur’an mengancam orang yang menolak memberikan pertolongan kepada mereka yang memerlukan, seperti halnya dalam Surat Al Ma’un di mana Allah menganggap celaka bagi orang yang enggan menolong dengan barang yang berguna bersamaan dengan orang yang berbuat riya.
4. Adanya kaidah-kaidah umum hukum syara’ yang memperbolehkan. Misalnya kaidah ”mashhalih mursalah” atas dasar kepentingan atau kaidah mencegah mafsadat itu lebih diutamakan daripada mendatangkan maslahat atau kaidah lebih memilih mudharat yang menimpa individu atau kelompok tertentu daripada mudharat yang menimpa manusia secara umum.
Kas negara yang kosong akan sangat membahayakan kelangsungan negara, baik adanya ancaman dari luar maupun ancaman dari dalam. Rakyat pun akan memilih kehilangan harta yang sedikit karena pajak dibandingkan kehilangan harta keseluruhan karena negara jatuh ke tangan musuh.
5. Adanya perintah jihad dengan harta. Islam telah mewajibkan umatnya untuk berjihad dengan harta dan jiwa sebagaimana firmankan Allah dalam Al-Qur’an (QS.9:41, 49:51, 61:11).
Maka tidak diragukan lagi bahwa jihad dengan harta itu adalah kewajiban lain di luar zakat.
Di antara hak pemerintah dari kaum muslimin adalah menentukan bagian tiap orang yang sanggup memikul beban jihad dengan harta ini.
Ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama dari zaman sahabat, tabi'in hingga sekarang berbeda pendapat di dalam menyikapinya.
Pendapat pertama menyatakan bahwa pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat .
"Sedangkan pendapat kedua, boleh diambil dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana," tulis Gazali dalam artikelnya berjudul "Pajak dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif" yang dilansir Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Muamalat (Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram).
Hanya saja, untuk menerapkan kebijaksanaan ini pun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat.
Di antara para ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin berdalil sebagai berikut:
1. Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Baqarah ayat 177. Pada ayat ini Allah mengajarkan tentang kebaikan hakiki dan agama yang benar dengan menyejajarkan antara:
- Pemberian harta yang diberikan kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, musafir, orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya.
- Iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, mendirikan salat, dan menepati janji, dan lain-lainnya.
Poin-poin di atas, menurut Gazali, bukannya hal yang sunah, tapi termasuk hukumnya yang fardlu, karena disejajarkan dengan hal-hal yang fardlu, dan bukan termasuk zakat, karena zakat disebutkan tersendiri juga.
2. Hadis-hadis sahih mengenai hak tamu atas tuan tumah. Perintah menghormati tamu menunjukkan wajib karena perintah itu dikaitkan dengan iman kepada Allah dan hari kiamat dan setelah tiga hari dianggap sebagai sedekah.
3. Ayat Al-Qur’an mengancam orang yang menolak memberikan pertolongan kepada mereka yang memerlukan, seperti halnya dalam Surat Al Ma’un di mana Allah menganggap celaka bagi orang yang enggan menolong dengan barang yang berguna bersamaan dengan orang yang berbuat riya.
4. Adanya kaidah-kaidah umum hukum syara’ yang memperbolehkan. Misalnya kaidah ”mashhalih mursalah” atas dasar kepentingan atau kaidah mencegah mafsadat itu lebih diutamakan daripada mendatangkan maslahat atau kaidah lebih memilih mudharat yang menimpa individu atau kelompok tertentu daripada mudharat yang menimpa manusia secara umum.
Kas negara yang kosong akan sangat membahayakan kelangsungan negara, baik adanya ancaman dari luar maupun ancaman dari dalam. Rakyat pun akan memilih kehilangan harta yang sedikit karena pajak dibandingkan kehilangan harta keseluruhan karena negara jatuh ke tangan musuh.
5. Adanya perintah jihad dengan harta. Islam telah mewajibkan umatnya untuk berjihad dengan harta dan jiwa sebagaimana firmankan Allah dalam Al-Qur’an (QS.9:41, 49:51, 61:11).
Maka tidak diragukan lagi bahwa jihad dengan harta itu adalah kewajiban lain di luar zakat.
Di antara hak pemerintah dari kaum muslimin adalah menentukan bagian tiap orang yang sanggup memikul beban jihad dengan harta ini.