Imsak

Jum'at, 25 Mei 2018 - 07:52 WIB
Imsak
Imsak
A A A
Komaruddin Hidayat

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

SALAH satu elemen ibadah puasa yang sangat penting adalah imsak, yang artinya menahan diri. Secara fisikal-lahiriah adalah menahan diri tidak makan dan minum, sekalipun sangat lapar dan haus, sejak matahari terbit sampai tenggelam (magrib).
Durasi waktu lamanya berpuasa ini mengikuti perhitungan waktu daerah tropik, mengingat perintah dan ketentuan puasa dalam Islam dimulai di wilayah Arab waktu itu. Bagi mereka yang berpuasa di wilayah subtropik atau di daerah kutub, dimungkinkan tidak mengikuti jam matahari terbit dan tenggelam yang berubah-ubah, kadang siangnya amat panjang, lain waktu siangnya amat pendek.

Puasa itu perlu, melainkan mempertimbangkan jam badan (bilogical clock), mengikuti wilayah terdekat, karena perintah puasa bukanlah sebuah siksaan. Ada lagi pendapat, ikuti saja jam Mekkah di mana perintah puasa dimulai. Lama orang berpuasa berkisar rata-rata antara 14–16 jam sehari, tidak makan tidak minum.

Perintah imsak sesungguhnya mengandung pendidikan karakter. Pengalaman hidup sehari-hari menunjukkan, siapa yang tidak mampu mengendalikan diri dari gejolak dan tuntutan nafsunya, maka itu awal mula dari sebuah tragedi. Mereka yang terjerat adiksi minuman keras, narkoba, dan senang melakukan korupsi, misalnya, bermula ketika tidak mampu memimpin dirinya sendiri.

Dengan kata lain, puasa mengandung pelatihan spiritual leadership. Bahwa aktivitas fisik, emosi, dan intelektual mesti dalam kendali kesadaran serta komitmen spiritual.

Lebih lanjut lagi, jika ketajaman spiritualnya dilatih secara rutin maka energi ilahi akan efektif bekerja dalam diri seseorang. Itulah sesungguhnya yang terkandung dalam doa ketika seseorang memulai semua pekerjaan dengan ucapan: Bismillahirrahmanirrahim. Jika hatinya tidak terhubung secara intens dengan Tuhan, ucapan basmalah itu tidak memiliki daya penggerak yang kuat.

Prinsip imsak ini berlaku secara universal, melewati sekat agama dan bangsa. Menahan diri tidak berarti melarang seseorang untuk mendapatkan kenikmatan hidup, tetapi justru sebuah regulasi diri (self-regulation) agar hidup seseorang meraih keseimbangan hidup.

Dalam aktivitas sehari-hari sering kali daya dan nafsu hewani lebih dominan mengarahkan aktivitas seseorang, yang tujuannya untuk meraih kepuasan fisikal-emosional, namun lepas kendali dari pertimbangan rasional dan spiritual. Wujudnya bisa berupa hidup konsumtif, bermewah diri, saling berlomba mengalahkan yang lain, dengan cara apa pun.

Seseorang maupun masyarakat yang hidupnya hedonistik dan egoistik pasti sulit diajak maju untuk membangun masa depan bersama-sama. Sulit diajak bergotong royong karena defisit rasa empati.

Dengan berpuasa dan membiasakan imsak sehingga mempribadi, maka arasy hidup seseorang menjadi naik. Horison kehidupan menjadi lebih tinggi dan lebih luas. Bahwa dunia ini milik bersama dan mesti dijaga bersama-sama.

Kita hidup di atas bumi yang satu, dalam pancaran cahaya matahari yang satu dan sama, semata karena anugerah Tuhan yang satu. Namun, semua itu hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mata hatinya selalu terjaga menangkap cahaya ilahi.

Lewat puasa, ketika daya nafsu terkendalikan, diharapkan nurani dan nalar yang memimpin diri kita. Nurani adalah energi sebangsa nur atau cahaya batin, yang sesungguhnya pantulan dari rohani yang ditiupkan Allah pada setiap insan.

Semakin sering sumber cahaya rohani terhubung dengan Tuhan Yang Mahacahaya, maka kehidupan seseorang akan semakin baik dan lurus jalannya. Berbagai ritual berupa zikir, sembahyang, dan puasa adalah untuk menjaga pertalian nurani seseorang dengan Tuhannya, zat yang selalu melimpahkan cahaya kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Imsak
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0801 seconds (0.1#10.140)