Anugerah Ramadhan Bagi Negeri Tropis Indonesia
A
A
A
Ustaz Miftah el-Banjary
Penulis dan Pakar Linguistik Arab Lulusan Institute of Arab Studies Cairo
Islam tidak memberikan batasan waktu yang baku tentang lamanya berpuasa di setiap tempat atau negara. Alquran hanya memberikan batasan umum dari terbitnya fajar hingga terbenamnnya matahari (hatta yatabayyana lakum khaiytul abyadhu minal khaiytil aswadi minal fajr). Oleh karena perlintasan dan peredaran matahari pada setiap negara berbeda-beda, maka terdapat perbedaan pula pada batasan waktu terbit dan terbenam matahari.
Perbedaan waktu berpuasa antarnegara cukup signifikan. Tergantung di belahan dunia mana Anda bertempat tinggal. Kami yang lama tinggal di belahan dunia Afrika, tepatnya di Mesir merasakan waktu lamanya berpuasa lebih lama daripada saudara-saudara kami yang berada di Indonesia.
Berhubung bulan Ramadhan yang seringkali bertepatan dengan musim panas yang waktu siangnya lebih panjang, maka waktu imsak sudah tiba pada pukul 03.30 atau paling lambat pukul 04.00 Subuh.
Sedangkan waktu berbuka lebih lama, disebabkan waktu maghrib pada musim panas bisa baru tiba pada pukul 08.00 malam. Bayangkan kami di sana berpuasa antara 17 hingga 18 jam dengan suhu panas terik menyengat bisa mencapai 35-40°C.
Kondisi ini mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita muslim yang tinggal di wilayah Eropa, Islandia misalnya. Pada musim panas, siang disana jauh lebih lama ketimbang malam hari. Siang hari bisa berlangsung 22 jam dan sisa malam hanya tinggal 2 jam. Masya Allah! Bayangkan jika kita harus berpuasa dalam kondisi waktu seperti itu.
Sebuah surat kabar The HuffPost pernah merilis tentang perbandingan waktu lama puasa di berbagai negara untuk mengetahui berapa lama puasa yang berlangsung bagi umat Islam di dunia. Negara dengan waktu terlama berpuasa di Islandia selama 22 jam dan Chili negara dengan jam puasa terpendek, yaitu sekitar 9 jam.
Berikut beberapa durasi waktu berpuasa di beberapa negara, di antaranya: Islandia 22:00 jam, Swedia 20:17, Alaska-Amaerika 19:45, Jerman 19:03, Inggris 18:55, Canada Amerika 17:17, Turki 17:15, China 17:03, Iran 16:18, Maroko 16:10, Mesir 15:51, Pakistan 15:10, Saudia Arabia 14:54, India 14:39, Nigeria 14:04, Malaysia 13:34, Jakarta Indonesia 13:01.
Mari kita bandingkan dengan kondisi umat Islam di masa Rasulullah. Di gurun pasir yang gersang. Matahari yang terik menyengat. Ditambah persedian air yang terbatas. Di tengah kondisi sulit pula, Allah uji para sahabat dengan kewajiban berperang mempertaruhkan jiwa dan raganya demi membela Islam.
Sejumlah catatan sejarah peradaban Islam hingga pada abad pertengahan, para sahabat dan panglima Islam, tidak ada yang istirahat bermalas-malasan di rumah atau di masjid. Justru, pada bulan-bulan Ramadhan mereka disibukkan dengan peperangan demi peperangan untuk mempertahankan Islam dari serangan musuh.
Tidak sedikit pula, kemenangan demi kemenangan dicapai oleh umat Islam pada bulan Ramadhan itu. Ramadhan adalah bulan ujian, bulan perjuangan, sekaligus bulan kemenangan. Dengan kondisi lapar dan dahaga bukanlah alasan untuk tidak berbuat apa-apa. Bagi umat muslim di Indonesia harusnya bisa lebih bersyukur dengan durasi waktu berpuasa yang relatif singkat.
Ditambah lagi dengan kondisi suhu cuaca yang tidaklah ekstrim seperti di Afrika misalnya. Tidaklah ada alasan sebenarnya tidak berpuasa bagi orang-orang muslim yang sudah baligh berakal dengan anugerah kondisi alam yang anugerahkan sedemikian nikmatnya.
Justru, bulan Ramadhan harusnya menjadi momentum bagi perubahan besar di Tanah Air Indonesia. Sebab kemeredekaan bangsa ini juga dicapai pada bulan Ramadhan, tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan 17 Agustus 1945. Momentum itulah yang harusnya menjadi spirit perubahan dan kebangkitan bagi kita semua. Ramadhan bulan kebangkitan, bulan kemenangan.
Penulis dan Pakar Linguistik Arab Lulusan Institute of Arab Studies Cairo
Islam tidak memberikan batasan waktu yang baku tentang lamanya berpuasa di setiap tempat atau negara. Alquran hanya memberikan batasan umum dari terbitnya fajar hingga terbenamnnya matahari (hatta yatabayyana lakum khaiytul abyadhu minal khaiytil aswadi minal fajr). Oleh karena perlintasan dan peredaran matahari pada setiap negara berbeda-beda, maka terdapat perbedaan pula pada batasan waktu terbit dan terbenam matahari.
Perbedaan waktu berpuasa antarnegara cukup signifikan. Tergantung di belahan dunia mana Anda bertempat tinggal. Kami yang lama tinggal di belahan dunia Afrika, tepatnya di Mesir merasakan waktu lamanya berpuasa lebih lama daripada saudara-saudara kami yang berada di Indonesia.
Berhubung bulan Ramadhan yang seringkali bertepatan dengan musim panas yang waktu siangnya lebih panjang, maka waktu imsak sudah tiba pada pukul 03.30 atau paling lambat pukul 04.00 Subuh.
Sedangkan waktu berbuka lebih lama, disebabkan waktu maghrib pada musim panas bisa baru tiba pada pukul 08.00 malam. Bayangkan kami di sana berpuasa antara 17 hingga 18 jam dengan suhu panas terik menyengat bisa mencapai 35-40°C.
Kondisi ini mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita muslim yang tinggal di wilayah Eropa, Islandia misalnya. Pada musim panas, siang disana jauh lebih lama ketimbang malam hari. Siang hari bisa berlangsung 22 jam dan sisa malam hanya tinggal 2 jam. Masya Allah! Bayangkan jika kita harus berpuasa dalam kondisi waktu seperti itu.
Sebuah surat kabar The HuffPost pernah merilis tentang perbandingan waktu lama puasa di berbagai negara untuk mengetahui berapa lama puasa yang berlangsung bagi umat Islam di dunia. Negara dengan waktu terlama berpuasa di Islandia selama 22 jam dan Chili negara dengan jam puasa terpendek, yaitu sekitar 9 jam.
Berikut beberapa durasi waktu berpuasa di beberapa negara, di antaranya: Islandia 22:00 jam, Swedia 20:17, Alaska-Amaerika 19:45, Jerman 19:03, Inggris 18:55, Canada Amerika 17:17, Turki 17:15, China 17:03, Iran 16:18, Maroko 16:10, Mesir 15:51, Pakistan 15:10, Saudia Arabia 14:54, India 14:39, Nigeria 14:04, Malaysia 13:34, Jakarta Indonesia 13:01.
Mari kita bandingkan dengan kondisi umat Islam di masa Rasulullah. Di gurun pasir yang gersang. Matahari yang terik menyengat. Ditambah persedian air yang terbatas. Di tengah kondisi sulit pula, Allah uji para sahabat dengan kewajiban berperang mempertaruhkan jiwa dan raganya demi membela Islam.
Sejumlah catatan sejarah peradaban Islam hingga pada abad pertengahan, para sahabat dan panglima Islam, tidak ada yang istirahat bermalas-malasan di rumah atau di masjid. Justru, pada bulan-bulan Ramadhan mereka disibukkan dengan peperangan demi peperangan untuk mempertahankan Islam dari serangan musuh.
Tidak sedikit pula, kemenangan demi kemenangan dicapai oleh umat Islam pada bulan Ramadhan itu. Ramadhan adalah bulan ujian, bulan perjuangan, sekaligus bulan kemenangan. Dengan kondisi lapar dan dahaga bukanlah alasan untuk tidak berbuat apa-apa. Bagi umat muslim di Indonesia harusnya bisa lebih bersyukur dengan durasi waktu berpuasa yang relatif singkat.
Ditambah lagi dengan kondisi suhu cuaca yang tidaklah ekstrim seperti di Afrika misalnya. Tidaklah ada alasan sebenarnya tidak berpuasa bagi orang-orang muslim yang sudah baligh berakal dengan anugerah kondisi alam yang anugerahkan sedemikian nikmatnya.
Justru, bulan Ramadhan harusnya menjadi momentum bagi perubahan besar di Tanah Air Indonesia. Sebab kemeredekaan bangsa ini juga dicapai pada bulan Ramadhan, tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan 17 Agustus 1945. Momentum itulah yang harusnya menjadi spirit perubahan dan kebangkitan bagi kita semua. Ramadhan bulan kebangkitan, bulan kemenangan.
(rhs)