Tata Cara Iktikaf dan Bacaan Niat yang Benar
A
A
A
Malam ini umat Islam mulai melaksanakan i’tikaf bertepatan dengan masuknya 10 hari terakhir bulan Ramadhan. I'tikaf ini merupakan ibadah sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW.
I’tikaf artinya berdiam diri, yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan menurut syara’ ialah berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan setiap waktu, lebih diutamakan pada bulan Ramadhan, khususnya pada hari kesepuluh yang terakhir, untuk mengharapkan datangnya (turunnya) lailatul qadar.
Sebagaimana hadis ‘Aisyah, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya, kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (Al-Bukhari Muslim)
Sahabat Anas RA mengatakan bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda: “Siapa yang beri’tikaf sehari karena mengharapkan keridhoan Allah Swt, maka Allah akan menjadikan tiga parit yang menghalanginya dari neraka. Setiap parit lebarnya melebihi dua ufuk langit,” (HR Thabrani dalam Ausath, Al-Baihaqi dan Hakim beliau mengatakan isnadnya shahih)
Tata Cara I’tikaf
Berniat dulu, lafal niatnya adalah :
Nawaitu An A’takifa fii Haadzal Masjidi Sunnatan Lillaahi Ta’ala.
“Saya niat beri’tikaf di dalam masjid ini, sunnah karena Allah ta’ala.”
Sebelum berdiam diri di dalam masjid disunnahkan melaksanakan salat sunnah tahiyatul masjid. Kemudian berzikir, tafakkur, membaca tasbih, tilawah Aquran, salawat, berdoa. Kemudian menghidupkan salat sunnah, menghindarkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna.
Dalam i’tikaf itu disunnahkan membaca doa ini:
Allahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Annni
“Ya Allah, bahwasanya Engkau menyukai pemaafan, karena itu maafkanlah aku”
Rukun I’tikaf
I’tikaf dianggap sah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :
1. Niat, niat mendekatkan diri kepada Allah.
2. Jika berdiam diri tidak dalam masjid, atau tidak diniatkan maka tidak menjadi i’tikaf.
3. Berdiam di masjid, tidak cukup berdiam sekadar tuma'ninah, tetapi harus lebih (sekurang-kurangnya berhenti/berdiam).
4. Di masjid, i’tikaf itu dianggap sah jika dilakukan di masjid.
5. Islam dan suci, disyaratkan harus Islam, akil baligh dan suci dari hadas besar.
I’tikaf artinya berdiam diri, yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan menurut syara’ ialah berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan setiap waktu, lebih diutamakan pada bulan Ramadhan, khususnya pada hari kesepuluh yang terakhir, untuk mengharapkan datangnya (turunnya) lailatul qadar.
Sebagaimana hadis ‘Aisyah, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya, kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (Al-Bukhari Muslim)
Sahabat Anas RA mengatakan bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda: “Siapa yang beri’tikaf sehari karena mengharapkan keridhoan Allah Swt, maka Allah akan menjadikan tiga parit yang menghalanginya dari neraka. Setiap parit lebarnya melebihi dua ufuk langit,” (HR Thabrani dalam Ausath, Al-Baihaqi dan Hakim beliau mengatakan isnadnya shahih)
Tata Cara I’tikaf
Berniat dulu, lafal niatnya adalah :
Nawaitu An A’takifa fii Haadzal Masjidi Sunnatan Lillaahi Ta’ala.
“Saya niat beri’tikaf di dalam masjid ini, sunnah karena Allah ta’ala.”
Sebelum berdiam diri di dalam masjid disunnahkan melaksanakan salat sunnah tahiyatul masjid. Kemudian berzikir, tafakkur, membaca tasbih, tilawah Aquran, salawat, berdoa. Kemudian menghidupkan salat sunnah, menghindarkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna.
Dalam i’tikaf itu disunnahkan membaca doa ini:
Allahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Annni
“Ya Allah, bahwasanya Engkau menyukai pemaafan, karena itu maafkanlah aku”
Rukun I’tikaf
I’tikaf dianggap sah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :
1. Niat, niat mendekatkan diri kepada Allah.
2. Jika berdiam diri tidak dalam masjid, atau tidak diniatkan maka tidak menjadi i’tikaf.
3. Berdiam di masjid, tidak cukup berdiam sekadar tuma'ninah, tetapi harus lebih (sekurang-kurangnya berhenti/berdiam).
4. Di masjid, i’tikaf itu dianggap sah jika dilakukan di masjid.
5. Islam dan suci, disyaratkan harus Islam, akil baligh dan suci dari hadas besar.
(rhs)