Nasihat Kiyai Shoffar Mawardi Terkait Rezeki
A
A
A
Pengasuh Ma'had Daarul Muwahhid, Jakarta Barat, KH Muhammad Shoffar Mawardi menyampaikan nasihat terkait rezeki dalam Kajian Dhuha di Masjid Al-Muhsinin, Joglo, Jakarta Barat.
Beliau mengulas perkara rezeki yang bersumber dari Kitab Al-Hikam. Kata Kiyai Shoffar, orang yang memiliki kekuasaan hendaklah ia berinfak dari kekuasaannya. Memberi nafkah atau infak adalah pemberian yang tidak mengharap imbalan. Kalaupun ada harapan imbalan adalah dari Allah Ta'ala, bukan dari yang diberi nafkah.
"Inilah hambaran kondisi orang-orang yang telah sampai (wushul) kepada Allah, yaitu orang-orang yang telah keluar dari penjara pandangan keduniaan, dan telah sampai pada luasnya Tauhid dan sempurnanya pandangan mata hati," terangnya.
Jangkauan pandangan mereka menjadi luas dan mereka diberi ilmu dan rahasia-rahasia Allah sehingga mampu menolong orang lain dan mengamalkan ilmu-ilmu ruhiyyah. Sebagaimana Allah berfirman:
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberi kelapangan sesudah kesempitan." (QS. At-Thalaq: 7)
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261)
Orang yang ditentukan rezekinya, ini adalah isyarat kepada orang-orang yang sedang menempuh perjalanan menuju Allah Ta'ala. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerja yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu." (HR. Muslim No. 1014)
Allaah Ta'ala berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali-'Imran: 92)
Wallahu A'lam Bisshowab
Beliau mengulas perkara rezeki yang bersumber dari Kitab Al-Hikam. Kata Kiyai Shoffar, orang yang memiliki kekuasaan hendaklah ia berinfak dari kekuasaannya. Memberi nafkah atau infak adalah pemberian yang tidak mengharap imbalan. Kalaupun ada harapan imbalan adalah dari Allah Ta'ala, bukan dari yang diberi nafkah.
"Inilah hambaran kondisi orang-orang yang telah sampai (wushul) kepada Allah, yaitu orang-orang yang telah keluar dari penjara pandangan keduniaan, dan telah sampai pada luasnya Tauhid dan sempurnanya pandangan mata hati," terangnya.
Jangkauan pandangan mereka menjadi luas dan mereka diberi ilmu dan rahasia-rahasia Allah sehingga mampu menolong orang lain dan mengamalkan ilmu-ilmu ruhiyyah. Sebagaimana Allah berfirman:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberi kelapangan sesudah kesempitan." (QS. At-Thalaq: 7)
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261)
Orang yang ditentukan rezekinya, ini adalah isyarat kepada orang-orang yang sedang menempuh perjalanan menuju Allah Ta'ala. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerja yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu." (HR. Muslim No. 1014)
Allaah Ta'ala berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali-'Imran: 92)
Wallahu A'lam Bisshowab
(rhs)