NU Terbitkan Panduan Praktis Salat Jumat di Tengah Pandemi Covid-19
A
A
A
PENGURUS Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur menerbitkan panduan praktis salat Jumat di tengah pandemi Covid-19 sebagai bagian dari khidmah diniyyah atau bimbingan keagamaan bagi kaum muslimin di tengah situasi mutakhir. Panduan bernomor 65 /PW/ A-II / L /III/2020 ITU ditandatangani Ketua PWNU, KH Marzuqi Mustamar, M.Ag dan Sekretaris Prof Akh Muzakki, M.Ag.
Panduan tersebut dirumuskan oleh 19 Kiai NU. Mereka adalah KH Syafruddin Syarif, KH Romadlon Khotib, KH Athoillah Sholahuddin Anwar, KH Muhammad Mudhit al-'Iroqi, KH Ahmad Asyhar Shofwan, KH Firjhaun Barlaman, KH Ahmad Shampton Masduqi, KH Mujab Masyhudi, KH Suhairi, Kiai Zahro Wardi, Kiai Muhammad Anas, Kiai Ahmad Muntaha, Kiai Muhammad Masykur Junaedi, Kiai Muhammad Lukmanul Hakim, Kiai Fathoni Muhammad, Kiai Ali Romzi, Kiai Samsuddin dan Kiai Abdul Wahab. Berikut pandukan itu:
Pertama, orang berstatus Terkonfirmasi Positif virus Corona, ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) tidak boleh menghadiri Shalat Jumat (mamnu’ al-jum’ah), meski belum ada larangan secara nyata dari pemerintah.
Kedua, OTG (Orang Tanpa Gejala) tetap wajib shalat Jumat. Namun apabila khawatir tertular, maka ia boleh tidak menghadiri shalat Jumat (ma’dzur al-jum’ah).
Ketiga, sekelompok OTG dengan jumlah minimal 40 orang yang tidak khawatir tertular Covid-19 wajib mendirikan shalat Jumat.
Keempat, demikian pula meskipun kurang dari jumlah minimal 40 orang, demi menjaga pelaksanaan kewajiban shalat Jumat, OTG diperbolehkan memilih antara mendirikan salat Jumat dengan minimal 3, 4 atau 12 orang termasuk imam, atau melakukan salat dhuhur.
Kelima, dalam kasus orang wajib Jumat dengan jumlah minimal 40 orang telah berkumpul di masjid ketika tiba waktu salat, mereka tidak boleh melakukan salat zhuhur berjamaah dan tetap harus mendirikan shalat Jumat yang menjadi kewajibannya.
Keenam, dalam kondisi salat Jumat dilaksanakan di masjid, maka takmir atau pengurus masjid harus menjalankan protokol kesehatan seperti Instruksi PBNU tentang Protokol NU Peduli Covid-19.
Ketujuh, apabila pemerintah melarang salat Jumat bagi seluruh warga daerah tertentu karena pengendalian pandemi Covid-19, maka wajib dipatuhi.
Panduan tersebut dirumuskan oleh 19 Kiai NU. Mereka adalah KH Syafruddin Syarif, KH Romadlon Khotib, KH Athoillah Sholahuddin Anwar, KH Muhammad Mudhit al-'Iroqi, KH Ahmad Asyhar Shofwan, KH Firjhaun Barlaman, KH Ahmad Shampton Masduqi, KH Mujab Masyhudi, KH Suhairi, Kiai Zahro Wardi, Kiai Muhammad Anas, Kiai Ahmad Muntaha, Kiai Muhammad Masykur Junaedi, Kiai Muhammad Lukmanul Hakim, Kiai Fathoni Muhammad, Kiai Ali Romzi, Kiai Samsuddin dan Kiai Abdul Wahab. Berikut pandukan itu:
Pertama, orang berstatus Terkonfirmasi Positif virus Corona, ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) tidak boleh menghadiri Shalat Jumat (mamnu’ al-jum’ah), meski belum ada larangan secara nyata dari pemerintah.
Kedua, OTG (Orang Tanpa Gejala) tetap wajib shalat Jumat. Namun apabila khawatir tertular, maka ia boleh tidak menghadiri shalat Jumat (ma’dzur al-jum’ah).
Ketiga, sekelompok OTG dengan jumlah minimal 40 orang yang tidak khawatir tertular Covid-19 wajib mendirikan shalat Jumat.
Keempat, demikian pula meskipun kurang dari jumlah minimal 40 orang, demi menjaga pelaksanaan kewajiban shalat Jumat, OTG diperbolehkan memilih antara mendirikan salat Jumat dengan minimal 3, 4 atau 12 orang termasuk imam, atau melakukan salat dhuhur.
Kelima, dalam kasus orang wajib Jumat dengan jumlah minimal 40 orang telah berkumpul di masjid ketika tiba waktu salat, mereka tidak boleh melakukan salat zhuhur berjamaah dan tetap harus mendirikan shalat Jumat yang menjadi kewajibannya.
Keenam, dalam kondisi salat Jumat dilaksanakan di masjid, maka takmir atau pengurus masjid harus menjalankan protokol kesehatan seperti Instruksi PBNU tentang Protokol NU Peduli Covid-19.
Ketujuh, apabila pemerintah melarang salat Jumat bagi seluruh warga daerah tertentu karena pengendalian pandemi Covid-19, maka wajib dipatuhi.
(mhy)