Aku Terlambat!!
A
A
A
Yasin berusia 15 tahun saat itu. Ia lulus dari SMP dengan nilai buruk. Bingung hendak melanjutkan sekolah kemana maka orang tua memasukkannya ke sebuah pesantren. Yasin tidak suka hidup di pesantren. Menurutnya pesantren terbelakang, jorok dan tidak sesuai dengan gaya hidupnya. Ia merasa kesal dan marah. Namun bagaimana lagi, ia dan orang tuanya tak punya pilihan lain sebab ia tidak diterima di SMA Negeri dan untuk masuk sekolah swasta orang tuanya tak mampu. Maka Yasin masuk atau 'dimasukin' pesantren motif sesungguhnya adalah masalah ekonomi.
Bete sekali...! Ia jemu dan tidak betah selama 3 hari masa ospek di pesantren. Mandi harus ngantre, makan ngantre, sendal hilang, jemuran lenyap... dan segudang cacian lain yang terus diumpatnya dengan hati dan mulut. Apalagi soal pelajaran yang diajarkan, jangankan soal fiqh, nahwu, sharaf, tafsir, hadits dan segudang ilmu lainnya... Baca Al Quran pun ia tidak sanggup. Semua itu menjadi akumulasi kekesalan Yasin yang hampir membuat ia keluar pesantren. "Tak sanggup aku belajar di sini" gumam batin Yasin.
Setengah jam menjelang maghrib sore itu... Sirene meraung keras berbunyi ke segala penjuru pesantren seolah memaksa semua santri untuk masuk segera ke masjid. Nampak banyak asatidz (jamak dari ustadz) bersama senior berdiri menyusun duduk para santri di dalam masjid. Tradisi di pesantren itu melazimkan seluruh santri membaca surat Al Waqiah dan Al Mulk sebelum Maghrib. Yasin pun turut duduk di sana sambil memegang mushaf Al Quran. Amat sulit ia mencari kedua surat itu di dalam Al Quran sebab memang jarang sekali ia akrab dengan Al Quran sebelumnya. Berkali-kali ia membolak-balik Al Quran namun tidak ketemu juga.
Rupanya seorang bocah kelas 2 Tsanawiyah (setingkat SMP) yang duduk di sebelahnya memperhatikan Yasin sejak tadi. "Mari aku bantu kak mencarinya..." Ahmad nama anak itu menawarkan jasa. Yasin pun menyorongkan Al Quran-nya. Hanya dalam beberapa detik tangan Ahmad yang mungil berhasil menemukan kedua surat itu dalam Al Quran. Kini Ahmad dan Yasin menunggu dengan seksama bacaan Al Quran yang akan di-imami oleh seorang santri senior.
A'UDZU BILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM... terdengar masjid bergemuruh seketika dengan bacaan seluruh santri yang mulai membaca surat Al Waqiah.
IDZA WAQA'ATIL WAAQIAH... LAYSA LIWAQ'ATIHAA KAADZIBAH... KHAFIDHATUR RAFI'AH...
Kini seluruh santri memulai bacaan mereka dengan bacaan yang baik, tenang, merdu dan bergemuruh. Begitu lancar mereka membaca surat Al Waqiah. Namun tidak demikian dengan Yasin yang belum pandai membacanya.
Tergopoh-gopoh ia mengejar bacaan Al Quran mereka semua. Belum juga ia kelar membaca seperti yang diucapkan oleh imam bacaan yang memimpin, kini bacaan sudah pindah lagi ke ayat berikutnya!
Malu sekali rasanya Yasin yang akan masuk kelas 4 di pesantren itu yang setara dengan kelas 1 SMA, namun baca Al Quran pun ia belum bisa.
Frustrasi dengan bacaannya maka ia menoleh ke sahabat barunya yang mungkin 3 tahun lebih muda darinya. Sahabat baru bernama Ahmad yang tadi berjasa menunjukkan surat Al Waqiah dan Al Mulk untuknya.
Yasin memandangi Ahmad yang begitu menikmati bacaannya. Ahmad mengikuti bacaan Al Quran imam dengan begitu relaks. Fasih sekali ia membaca, dan suaranya pun terdengar merdu di telinga Yasin. Sebentar-sebentar Ahmad melemparkan senyum kepada Yasin yang sedang memandanginya. Itu tanda bahwa Ahmad mungkin sudah hafal surat tersebut, hingga ia terlihat santai membacanya.
Tak terasa terbitlah rasa iri di hati Yasin kepada Ahmad. Sungguh ia iri kepada Ahmad sebab Ahmad sudah sedemikian pandai membaca Al Quran. Yasin pun menundukkan pandangannya. Kini ia menatapi Al Quran yang terbuka di pangkuannya. Ia mencoba lagi mengikuti bacaan seperti yang mampu dilakukan Ahmad. Berkali-kali ia membacanya tetap saja ia selalu tertinggal.
Kini Yasin merasa malu... Ia malu kepada diri sendiri sebab ia sudah berusia 15 tahun membaca Al Quran saja tidak mampu. Terus ia tatapi Al Quran yang tak mampu dibacanya... Tak terasa air mata mulai menetes di pipinya. Tergambar penyesalan karena sudah membuang umur percuma selama ini hingga baca Al Quran-pun tak bisa.
Beberapa bulir airmata berhasil mendarat di Al Quran yang terbuka di pangkuan Yasin. Saat itu tak kuasa meredam sesal, Yasin pun berkata dalam hati "Ya Allah.., kemana saja saya selama ini?" Ia sadar bahwa ia terlambat.
Yasin bertaubat kepada Allah SWT sejak itudan belajar sungguh-sungguh di pesantren. Energi hidayah dari Allah SWT membuatnya giat belajar meski sampai larut malam demi mengejar ketertinggalan.
Atas izin Allah SWT, Yasin menjadi juara umum selama 6 semester di pesantren tempatnya menuntut ilmu. Ia bahkan melanjutkan kuliah ke Al Azhar University dan kini ia menjadi seorang muballigh ternama di Indonesia.
Usia Yasin kini hampir 40 tahun. Ia mengenang kisah itu di hadapan saya dengan mata berkaca-kaca. "Coba bayangkan pak, saat itu usia saya padahal baru 15 tahun. Sadar belum bisa baca Al Quran saya menyesal dan bertaubat kepada Allah SWT karena telah membuang umur dengan percuma!"
Itulah momen turunnya hidayah Allah Swt kepada Ustaz Yasin yang telah mengubah arah hidupnya ke jalan kebaikan sebab sadar belum dapat membaca Al Quran.
Bagaimana dengan Anda saudaraku?! Semoga Anda juga tidak menyesaldan terlambat sebab belum bisa baca Al Quran.
Bobby Herwibowo
Menghafal Al Quran Semudah Tersenyum
Bete sekali...! Ia jemu dan tidak betah selama 3 hari masa ospek di pesantren. Mandi harus ngantre, makan ngantre, sendal hilang, jemuran lenyap... dan segudang cacian lain yang terus diumpatnya dengan hati dan mulut. Apalagi soal pelajaran yang diajarkan, jangankan soal fiqh, nahwu, sharaf, tafsir, hadits dan segudang ilmu lainnya... Baca Al Quran pun ia tidak sanggup. Semua itu menjadi akumulasi kekesalan Yasin yang hampir membuat ia keluar pesantren. "Tak sanggup aku belajar di sini" gumam batin Yasin.
Setengah jam menjelang maghrib sore itu... Sirene meraung keras berbunyi ke segala penjuru pesantren seolah memaksa semua santri untuk masuk segera ke masjid. Nampak banyak asatidz (jamak dari ustadz) bersama senior berdiri menyusun duduk para santri di dalam masjid. Tradisi di pesantren itu melazimkan seluruh santri membaca surat Al Waqiah dan Al Mulk sebelum Maghrib. Yasin pun turut duduk di sana sambil memegang mushaf Al Quran. Amat sulit ia mencari kedua surat itu di dalam Al Quran sebab memang jarang sekali ia akrab dengan Al Quran sebelumnya. Berkali-kali ia membolak-balik Al Quran namun tidak ketemu juga.
Rupanya seorang bocah kelas 2 Tsanawiyah (setingkat SMP) yang duduk di sebelahnya memperhatikan Yasin sejak tadi. "Mari aku bantu kak mencarinya..." Ahmad nama anak itu menawarkan jasa. Yasin pun menyorongkan Al Quran-nya. Hanya dalam beberapa detik tangan Ahmad yang mungil berhasil menemukan kedua surat itu dalam Al Quran. Kini Ahmad dan Yasin menunggu dengan seksama bacaan Al Quran yang akan di-imami oleh seorang santri senior.
A'UDZU BILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM... terdengar masjid bergemuruh seketika dengan bacaan seluruh santri yang mulai membaca surat Al Waqiah.
IDZA WAQA'ATIL WAAQIAH... LAYSA LIWAQ'ATIHAA KAADZIBAH... KHAFIDHATUR RAFI'AH...
Kini seluruh santri memulai bacaan mereka dengan bacaan yang baik, tenang, merdu dan bergemuruh. Begitu lancar mereka membaca surat Al Waqiah. Namun tidak demikian dengan Yasin yang belum pandai membacanya.
Tergopoh-gopoh ia mengejar bacaan Al Quran mereka semua. Belum juga ia kelar membaca seperti yang diucapkan oleh imam bacaan yang memimpin, kini bacaan sudah pindah lagi ke ayat berikutnya!
Malu sekali rasanya Yasin yang akan masuk kelas 4 di pesantren itu yang setara dengan kelas 1 SMA, namun baca Al Quran pun ia belum bisa.
Frustrasi dengan bacaannya maka ia menoleh ke sahabat barunya yang mungkin 3 tahun lebih muda darinya. Sahabat baru bernama Ahmad yang tadi berjasa menunjukkan surat Al Waqiah dan Al Mulk untuknya.
Yasin memandangi Ahmad yang begitu menikmati bacaannya. Ahmad mengikuti bacaan Al Quran imam dengan begitu relaks. Fasih sekali ia membaca, dan suaranya pun terdengar merdu di telinga Yasin. Sebentar-sebentar Ahmad melemparkan senyum kepada Yasin yang sedang memandanginya. Itu tanda bahwa Ahmad mungkin sudah hafal surat tersebut, hingga ia terlihat santai membacanya.
Tak terasa terbitlah rasa iri di hati Yasin kepada Ahmad. Sungguh ia iri kepada Ahmad sebab Ahmad sudah sedemikian pandai membaca Al Quran. Yasin pun menundukkan pandangannya. Kini ia menatapi Al Quran yang terbuka di pangkuannya. Ia mencoba lagi mengikuti bacaan seperti yang mampu dilakukan Ahmad. Berkali-kali ia membacanya tetap saja ia selalu tertinggal.
Kini Yasin merasa malu... Ia malu kepada diri sendiri sebab ia sudah berusia 15 tahun membaca Al Quran saja tidak mampu. Terus ia tatapi Al Quran yang tak mampu dibacanya... Tak terasa air mata mulai menetes di pipinya. Tergambar penyesalan karena sudah membuang umur percuma selama ini hingga baca Al Quran-pun tak bisa.
Beberapa bulir airmata berhasil mendarat di Al Quran yang terbuka di pangkuan Yasin. Saat itu tak kuasa meredam sesal, Yasin pun berkata dalam hati "Ya Allah.., kemana saja saya selama ini?" Ia sadar bahwa ia terlambat.
Yasin bertaubat kepada Allah SWT sejak itudan belajar sungguh-sungguh di pesantren. Energi hidayah dari Allah SWT membuatnya giat belajar meski sampai larut malam demi mengejar ketertinggalan.
Atas izin Allah SWT, Yasin menjadi juara umum selama 6 semester di pesantren tempatnya menuntut ilmu. Ia bahkan melanjutkan kuliah ke Al Azhar University dan kini ia menjadi seorang muballigh ternama di Indonesia.
Usia Yasin kini hampir 40 tahun. Ia mengenang kisah itu di hadapan saya dengan mata berkaca-kaca. "Coba bayangkan pak, saat itu usia saya padahal baru 15 tahun. Sadar belum bisa baca Al Quran saya menyesal dan bertaubat kepada Allah SWT karena telah membuang umur dengan percuma!"
Itulah momen turunnya hidayah Allah Swt kepada Ustaz Yasin yang telah mengubah arah hidupnya ke jalan kebaikan sebab sadar belum dapat membaca Al Quran.
Bagaimana dengan Anda saudaraku?! Semoga Anda juga tidak menyesaldan terlambat sebab belum bisa baca Al Quran.
Bobby Herwibowo
Menghafal Al Quran Semudah Tersenyum
(hyk)