Baca Kanan ke Kiri
A
A
A
MASA itu, saya dalam kondisi pengobatan. Trigliserid tiga kali lipat dari batas normal membuat saya sering meradang seperti vertigo. Dunia seperti jungkir balik dan saya pun berobat dengan seorg professor. Hasilnya, ada beberapa obat yang perlu dikonsumsi dan diet beberapa jenis makanan terlarang sesaat. Saya dianjurkan untuk bnyak konsumsi buah & sayuran. Saya pun 'terpaksa' nurut demi kesembuhan.
Masih teringat jelas saat suatu pagi saya diminta berceramah. Di sebuah keluarga berada di daerah Radio Dalam, Jakarta. Usai acara saya dipersilakan menikmati makanan. Saya pun menyambut ajakan tuan rumah. Sebelum tiba di meja makan prasmanan, saya persilakan seorang yang 'paling sepuh' di sana untuk mengambil jamuan. Maka 'kakek' itu mengambil makanan dan saya berdiri kedua dalam giliran.
Saya menyaksikan betapa sang kakek mengambil semua makanan yang disajikan. Tidak ada yang terlewat, sementara saya hanya mengambil sayur dan buah.
Usai mengambil makanan, saya sengaja duduk di sisi beliau. "Masya Allah," saya berdecak kagum melihat piring beliau 'munjung' dengan makanan. Sementara saya yang jauh lebih muda hanya seperempat piring saja terisi sayur dan buah. Terus terang saya merasa iri kepadanya.
Saat duduk di sampingnya, saya berujar, "Belum ada pantangan makan ya pak?" Beliau tersenyum dan berkata, "Coba ustaz terka berapa umur saya?"
Saya menjawab degn senyum seraya menerka, "Enam puluh tiga... Enam puluh lima... Enam puluh tujuh..." Anehnya, setiap kali saya coba menerka umur, beliau selalu menggeleng dan tersenyum sambil berkata bahwa terkaan saya salah.
Tiga kali saya menerka selalu salah. Demi Allah, paras tubuhnya memberi isyarat kepada saya bhw umur beliau belum lebih dari kisaran 60-an. Hingga saya mulai menampakkan mimik bingung di wajah.
Rupanya si kakek menikmati permainan tebak umur itu dengan saya. Dalam kebingungan yang saya alami, beliau tetap tersenyum dan mulai menjelaskan dengan ujarnya, "Coba ustaz lihat di rambut kepala saya. Adakah uban di sana? Kacamata yang saya pakai ini bukan minus atau plus. Mata saya masih awas & terang, Alhamdulillah. Ini saya gunakan hanya untuk menangkal sinar terik matahari. Umur saya Alhamdulillah baru
83 tahun."
Saya terperanjat mendengar ujar beliau. Enggak masuk akal bagi saya umur beliau 83 tahun tanpa uban di kepala. Sementara saya yang berusia 30-an sudah banyak sekali uban bertabur. Apalagi saya menggunakan kacamata minus tebal. Merasa tertarik dengan fakta ini saya kejar beliau dengan tanya menyusul, "Apa resepnya bisa hidup sehat, pak?"
Beliau tersenyum dan membalas tanya saya dengan sebuah pertanyaan, "Ustaz, suka baca Alquran?" Saya merasa aneh dengan pertanyaan ini. Dalam batin saya berkata, "Saya ini ustaz, masa ditanya kayak begituan."
Saya jawab beliau, "Ya, saya suka baca Al Quran."
"Berap kali dalam sehari?" kejar beliau. "Minimal sekali dalam sehari. Rutin ba'da subuh saya membacanya," ujar saya.
"Oooo, cuma sekali. Jadi lebih banyak makan dong daripada baca Alquran," lanjutnya.
Terus terang saya merasa terhina dengan ucapan beliau. Tapi refleks saya langsung bertanya, "Apa hubungan baca Alquran dgn hidup sehat & awet muda?"
Beliau jawab pertanyaan saya dengan bijak kali ini sambil menjelaskan, "Ustaz, sampai kini guru saya msh hidup. Beliau tinggal di Sumatera Barat. Umur beliau saat ini 97 tahun, dan Alhamdulillah kemanapun ia masih menyetir mobil sendiri. Beliau sehat di usianya yang senja. Resep ini saya dapat dari beliau. Resep yang amat mudah dan simple, yaitu memperbanyak baca dari kanan ke kiri bukan sebaliknya."
Subhanallah... Saya bergumam. Kagum dan syukur saya mendapat sebuah ilmu berharga tentang kesehatan dari seorang kakek di siang itu. Saat itu saya baru menyadari sebuah hikmah mengapa Allah pilih bahasa Arab untuk Alquran. Rupanya ayat 2 dalam surat Yusuf yang sering saya baca, baru kini saya mengerti salah satu hikmahnya.
Selamat hidup sehat dengan Alquran, sobat.
BOBBY HERWIBOWO
Kauny Quantum Memory
Menghafal Alquran Semudah Tersenyum
Masih teringat jelas saat suatu pagi saya diminta berceramah. Di sebuah keluarga berada di daerah Radio Dalam, Jakarta. Usai acara saya dipersilakan menikmati makanan. Saya pun menyambut ajakan tuan rumah. Sebelum tiba di meja makan prasmanan, saya persilakan seorang yang 'paling sepuh' di sana untuk mengambil jamuan. Maka 'kakek' itu mengambil makanan dan saya berdiri kedua dalam giliran.
Saya menyaksikan betapa sang kakek mengambil semua makanan yang disajikan. Tidak ada yang terlewat, sementara saya hanya mengambil sayur dan buah.
Usai mengambil makanan, saya sengaja duduk di sisi beliau. "Masya Allah," saya berdecak kagum melihat piring beliau 'munjung' dengan makanan. Sementara saya yang jauh lebih muda hanya seperempat piring saja terisi sayur dan buah. Terus terang saya merasa iri kepadanya.
Saat duduk di sampingnya, saya berujar, "Belum ada pantangan makan ya pak?" Beliau tersenyum dan berkata, "Coba ustaz terka berapa umur saya?"
Saya menjawab degn senyum seraya menerka, "Enam puluh tiga... Enam puluh lima... Enam puluh tujuh..." Anehnya, setiap kali saya coba menerka umur, beliau selalu menggeleng dan tersenyum sambil berkata bahwa terkaan saya salah.
Tiga kali saya menerka selalu salah. Demi Allah, paras tubuhnya memberi isyarat kepada saya bhw umur beliau belum lebih dari kisaran 60-an. Hingga saya mulai menampakkan mimik bingung di wajah.
Rupanya si kakek menikmati permainan tebak umur itu dengan saya. Dalam kebingungan yang saya alami, beliau tetap tersenyum dan mulai menjelaskan dengan ujarnya, "Coba ustaz lihat di rambut kepala saya. Adakah uban di sana? Kacamata yang saya pakai ini bukan minus atau plus. Mata saya masih awas & terang, Alhamdulillah. Ini saya gunakan hanya untuk menangkal sinar terik matahari. Umur saya Alhamdulillah baru
83 tahun."
Saya terperanjat mendengar ujar beliau. Enggak masuk akal bagi saya umur beliau 83 tahun tanpa uban di kepala. Sementara saya yang berusia 30-an sudah banyak sekali uban bertabur. Apalagi saya menggunakan kacamata minus tebal. Merasa tertarik dengan fakta ini saya kejar beliau dengan tanya menyusul, "Apa resepnya bisa hidup sehat, pak?"
Beliau tersenyum dan membalas tanya saya dengan sebuah pertanyaan, "Ustaz, suka baca Alquran?" Saya merasa aneh dengan pertanyaan ini. Dalam batin saya berkata, "Saya ini ustaz, masa ditanya kayak begituan."
Saya jawab beliau, "Ya, saya suka baca Al Quran."
"Berap kali dalam sehari?" kejar beliau. "Minimal sekali dalam sehari. Rutin ba'da subuh saya membacanya," ujar saya.
"Oooo, cuma sekali. Jadi lebih banyak makan dong daripada baca Alquran," lanjutnya.
Terus terang saya merasa terhina dengan ucapan beliau. Tapi refleks saya langsung bertanya, "Apa hubungan baca Alquran dgn hidup sehat & awet muda?"
Beliau jawab pertanyaan saya dengan bijak kali ini sambil menjelaskan, "Ustaz, sampai kini guru saya msh hidup. Beliau tinggal di Sumatera Barat. Umur beliau saat ini 97 tahun, dan Alhamdulillah kemanapun ia masih menyetir mobil sendiri. Beliau sehat di usianya yang senja. Resep ini saya dapat dari beliau. Resep yang amat mudah dan simple, yaitu memperbanyak baca dari kanan ke kiri bukan sebaliknya."
Subhanallah... Saya bergumam. Kagum dan syukur saya mendapat sebuah ilmu berharga tentang kesehatan dari seorang kakek di siang itu. Saat itu saya baru menyadari sebuah hikmah mengapa Allah pilih bahasa Arab untuk Alquran. Rupanya ayat 2 dalam surat Yusuf yang sering saya baca, baru kini saya mengerti salah satu hikmahnya.
Selamat hidup sehat dengan Alquran, sobat.
BOBBY HERWIBOWO
Kauny Quantum Memory
Menghafal Alquran Semudah Tersenyum
(hyk)