Misi Hadis Penaklukan Konstantinopel, Bukan Sekadar Hagia Shopia
Rabu, 15 Juli 2020 - 15:38 WIB
Setidaknya ada lima kali pada dianasti Umayyah, satu kali pada Dinasti Abbasiyah, dan dua kali pada masa Utsmaniyah.
Sahabat Nabi, Abu Ayyub al-Anshari, ikut serta dalam upaya penaklukan yang pertama kali dalam menyerbu Konstantinopel pada tahun 44 H. Beliau gugur dalam pertempuran ini pada usia 80 tahun.
Baca juga: Erdogan: Jadi Masjid, Salat Pertama di Hagia Sophia 24 Juli
Abu Ayyub al-Anshari berwasiat agar jasadnya dikuburkan pada titik terjauh dekat dengan Konstantinopel yang dapat dicapai kaum muslimin.
Jika mengacu pada hadis Nabi maka Muhammad Al Fatih adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang menaklukkan Konstantinopel adalah sebaik-baik pasukan.
Muhammad Al Fatih memang bisa dibilang pemimpin yang cerdas selain saleh. Sebelum melakukan penaklukan, setidaknya beliau melakukan tiga langkah strategis.
Pertama, memperbaiki birokrasi negara. Sebelum melakukan ekspansi ke Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih terlebih dahulu memperbaiki kondisi di dalam negerinya. Beliau memperhatikan urusan keuangan negara, mencari sumber-sumber pendapatan negara dan membatasi alokasi pembelanjaannya.
Muhammad Al-Fatih melakukan pencegahan terjadinya pemborosan pada keuangan negara, memperbaiki administrasi pemerintahan daerah, mengganti pejabat yang malas dan mempertahankan yang masih benar dalam menjalankan amanah dengan baik.
Kedua, persiapan militer. Muhammad Al-Fatih mengumpulkan pasukan-pasukan terbaiknya dalam jumlah yang begitu besar hingga mencapai 250.000 orang. Jumlah pasukan yang sangat besar untuk mewujudkan sebuah cita-cita yang sudah ratusan tahun belum bisa tercapai sama sekali.
Persenjataan yang hingga hari ini masih menjadi simbol dari kekuatan Muhammad Al-Fatih dan pasukannya adalah meriam raksasa.
Meriam raksasa ini dibuat oleh Orban yang menawarkan jasanya kepada Muhammad Al-Fatih dengan bayaran tertentu.
Selain persenjataan, Sultan Muhammad Al-Fatih juga melakukan pembangunan benteng dan memperkuat armada lautnya. Muhammad Al-Fatih membangun benteng yang bernama Rumeli Hissari benteng ini dibangun di sebelah barat Selat Bosporus.
Ketiga, mengadakan perjanjian damai. Sebelum melakukan penyerangan ke Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengadakan perjanjian damai dengan beberapa Negara Eropa yang menjadi lawannya. Hal ini dilakukan supaya Negara-negara Eropa tidak membantu Konstantinopel dan tidak membahayakan stabilitas negeri Utsmaniyah.
Muhammad Al-Fatih antara lain melakukan perjanjian damai dengan Galata, Venesia, Walachia, Hungaria, dan Genoa. ( )
Setelah langkah-langkah ini dilakukan Al-Fatih melakukan penaklukan. Dan terbukti benar bahwa, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanval Al Musnad).
Sahabat Nabi, Abu Ayyub al-Anshari, ikut serta dalam upaya penaklukan yang pertama kali dalam menyerbu Konstantinopel pada tahun 44 H. Beliau gugur dalam pertempuran ini pada usia 80 tahun.
Baca juga: Erdogan: Jadi Masjid, Salat Pertama di Hagia Sophia 24 Juli
Abu Ayyub al-Anshari berwasiat agar jasadnya dikuburkan pada titik terjauh dekat dengan Konstantinopel yang dapat dicapai kaum muslimin.
Jika mengacu pada hadis Nabi maka Muhammad Al Fatih adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang menaklukkan Konstantinopel adalah sebaik-baik pasukan.
Muhammad Al Fatih memang bisa dibilang pemimpin yang cerdas selain saleh. Sebelum melakukan penaklukan, setidaknya beliau melakukan tiga langkah strategis.
Pertama, memperbaiki birokrasi negara. Sebelum melakukan ekspansi ke Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih terlebih dahulu memperbaiki kondisi di dalam negerinya. Beliau memperhatikan urusan keuangan negara, mencari sumber-sumber pendapatan negara dan membatasi alokasi pembelanjaannya.
Muhammad Al-Fatih melakukan pencegahan terjadinya pemborosan pada keuangan negara, memperbaiki administrasi pemerintahan daerah, mengganti pejabat yang malas dan mempertahankan yang masih benar dalam menjalankan amanah dengan baik.
Kedua, persiapan militer. Muhammad Al-Fatih mengumpulkan pasukan-pasukan terbaiknya dalam jumlah yang begitu besar hingga mencapai 250.000 orang. Jumlah pasukan yang sangat besar untuk mewujudkan sebuah cita-cita yang sudah ratusan tahun belum bisa tercapai sama sekali.
Persenjataan yang hingga hari ini masih menjadi simbol dari kekuatan Muhammad Al-Fatih dan pasukannya adalah meriam raksasa.
Meriam raksasa ini dibuat oleh Orban yang menawarkan jasanya kepada Muhammad Al-Fatih dengan bayaran tertentu.
Selain persenjataan, Sultan Muhammad Al-Fatih juga melakukan pembangunan benteng dan memperkuat armada lautnya. Muhammad Al-Fatih membangun benteng yang bernama Rumeli Hissari benteng ini dibangun di sebelah barat Selat Bosporus.
Ketiga, mengadakan perjanjian damai. Sebelum melakukan penyerangan ke Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengadakan perjanjian damai dengan beberapa Negara Eropa yang menjadi lawannya. Hal ini dilakukan supaya Negara-negara Eropa tidak membantu Konstantinopel dan tidak membahayakan stabilitas negeri Utsmaniyah.
Muhammad Al-Fatih antara lain melakukan perjanjian damai dengan Galata, Venesia, Walachia, Hungaria, dan Genoa. ( )
Setelah langkah-langkah ini dilakukan Al-Fatih melakukan penaklukan. Dan terbukti benar bahwa, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanval Al Musnad).
(mhy)