Kisah Al-Fatih Jadikan Konstantinopel Ibu Kota Utsmani, Infrastruktur Jadi Perhatian Utama
Kamis, 02 Maret 2023 - 12:33 WIB
Sultan Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II atau Mehmed Sang Penakluk mengubah nama Konstantinopel menjadi Islambul begitu pasukan Utsmani sukses mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur tersebut pada 1453. Nama baru itu kini lebih populer dengan Istambul .
Selanjutnya, penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444 – 1446 dan 1451 – 1481 itu menjadikan Istambul sebagai Ibu Kota bagi Utsmani. Sultan juga mengubah Hagia Sophia --dieja Aya Sofya dalam bahasa Turki -- yang semula adalah Basilika Ortodoks menjadi masjid.
Al-Fatih sangat memperhatian pembangunan ibu kota. Beliau berambisi menjadikan Istambul sebagai ”ibukota terindah di dunia” dan pusat ilmu pengetahuan dan seni.
Begitu menguasai kota ini, sultan segera memerintahkan pembangunan ulang kota, termasuk memperbaiki dinding, membangun benteng, juga membangun istana baru, termasuk merehab Masjid Aya Sofya. Untuk mendorong kembali orang-orang Yunani dan Genova yang pergi dari Galata, Al Fatih memerintahkan pengembalian rumah-rumah mereka dan memberikan jaminan keamanan.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" menyebutkan pembangunan masjid, akademi, istana, rumah sakit, toko-toko, WC, pasar-pasar besar, dan taman-taman umum sangat gencar dilakukan.
Dia mengalirkan air ke dalam kota dengan menggunakan jembatan-jembatan khusus. Selain itu, sultan juga mendorong para menterinya dan para pejabat pemerintah, orang-orang kaya, dan orang-orang terpandang, untuk membangun perumahan-perumahan, toko-toko, WC, dll. sehingga membuat kota menjadi indah dan megah.
Sultan mengatur regulasinya dengan cara sangat ideal, menarik, dan detail. Di setiap rumah sakit ada dua orang dokter, dengan tambahan dokter-dokter spesialis di bidangnya, seperti ahli penyakit dalam, ahli bedah, ahli farmasi, sejumlah perawat dan pengawas keamanan.
Dia mensyaratkan pada semua yang bertugas di rumah sakit untuk memiliki sifat qana'ah, rasa asih, dan kemanusiaan. Wajib bagi para dokter untuk menyambangi pasien dua kali dalam sehari dan melarang para dokter memberikan obat tertentu kepada pasien, kecuali setelah melalui diagnosa yang detail.
Al-Fatih juga mensyaratkan kepada juru masak rumah sakit agar mengetahui segala bentuk makanan yang sesuai dengan pasien. Dan perlu diketahui, pengobatan di setiap rumah sakit diberikan gratis kepada siapa saja, tanpa melihat dari bangsa mana dia berasal dan menganut agama apa.
Pada akhir masa kekuasaannya, Konstantinopel berubah menjadi ibu kota kekaisaran yang megah. Menurut sejarawan Utsmani kontemporer, Mevlânâ Mehmed Neşri, "Sultan Mehmed membuat keseluruhan Istanbul." Lima puluh tahun mendatang, Konstantinopel kembali menjadi kota terbesar di Eropa.
Perdagangan dan Industri
Lebih jauh lagi, untuk seluruh negeri, Sultan juga sangat memperhatikan masalah perdagangan dan industri serta selalu berusaha menggairahkan sektor ini melalui berbagai sarana, infrastruktur, faktor-faktor pendukung, dan daya tarik.
Dalam masalah ini, beliau mengikuti jejak para sultan pendahulunya, yang sangat antusias berusaha menggairahkan sektor perdagangan dan industri di tengah-tengah rakyat.
Asal tahu saja, bahwa kebanyakan kota-kota besar telah maju saat ditaklukkan oleh pasukan Utsmani. Padahal sebelumnya tersendat kemajuannya karena adanya akumulasi kekayaan pada segelintir orang di masa pemerintahan Byzantium.
Ambil contoh Nikala. Orang-orang Utsmani sangat memperhatikan lintas perdagangan dunia melalui jalur laut dan darat. Mereka mengembangkan cara-cara lama dan membangun sarana-sarana baru yang lebih baik, sehingga memudahkan arus perdagangan di semua wilayah.
lni semua membuat negeri-negeri asing terpaksa membuka pelabuhan-pelabuhan mereka bagi para pedagang Utsmani, demi melakukan perdagangan di bawah panji pemerintahan Utsmani. Dampak dari kebijakan umum terhadap sektor perdagangan ini, melahirkan kemakmuran dan kemudahan di seluruh negeri.
Pemerintahan Utsmani memiliki mata uang sendiri. Pada saat yang sama, pemerintahan Utsmani tidak meninggalkan pembangunan bidang industri dengan membangun sarana-sarana logistik, membuat senjata, dan membangun benteng-benteng di tempat strategis.
Sistem Administrasi
Untuk memajukan negerinya, Sultan membuat undang-undang yang mengatur masalah-masalah administrasi lokal (dalam negeri). Undang-undang tersebut diturunkan dari nilai-nilai Syariat Islam.
Sultan membentuk komite khusus yang diambil dari kalangan ulama terkemuka untuk membuat undang-undang yang kemudian disebut sebagai Qaanun Namah.
Undang-undang itu dijadikan sebagai asas urusan administrasi negerinya. la dibagi menjadi 3 Bab yang berhubungan dengan posisi setiap pejabat, standar-standar, serta tradisi-tradisi yang berkaitan dengan simbol-simbol kesultanan.
Undang-undang ini juga menentukan tentang hukuman dan denda. Di sana secara tegas disebutkan, bahwa pemerintahan Turki Utsmani adalah pemerintahan lslam yang menempatkan posisi umat Islam sebagai bagian terpenting urusan negara, tak peduli dari ras mana mereka berasal dan dari negeri apa.
Sultan juga membuat undang-undang yang mengatur hubungan antara penduduk muslim dengan warga negara nonmuslim, serta hubungan mereka dengan kepentingan negara.
Sultan telah menebarkan keadilan di tengah rakyat dan sangat serius memburu para pencuri dan perampok jalanan. Bagi para penjahat itu diberlakukan sanksi hukum Islam, sehingga keamanan dan kedamaian tersebar di mana-mana.
Pemerintahan Utsmani terbagi dalam wilayah-wilayah besar yang dipimpin oleh para gubernur yang disebut dengan Bakalarbaik. Kemudian ia dibagi dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan Sanjaqbaik, dipimpin seorang bupati. Dua pemimpin wilayah itu memimpin dalam urusan sipil sekaligus militer.
Pada awal-awal pemerintahan, Sultan memberikan kebebasan kepada negeri Sicilia untuk mengatur urusannya secara otonomi. Negeri-negeri itu dipimpin oleh beberapa pemimpin internal mereka, namun tetap tunduk di bawah kekuasaan Utsmani dan menjalankan perintah Sultan sebaik-baiknya.
Sultan akan memecat pejabat mereka jika ternyata melakukan pelanggaran perintahnya, atau mereka berencana untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmani.
Jika pemerintahan Utsmani menyerukan jihad dan mengajak para penguasa di suatu wilayah untuk turut serta, maka mereka wajib memenuhi panggilan itu dan ikut serta dalam peperangan dengan membawa pasukan berkuda yang telah disiapkan sebaik-baiknya.
Semua itu ditata dengan aturan yang jelas. Menurut Ash-Shalabi, mereka mempersiapkan pasukan berkuda dengan senjata lengkap disesuaikan penghasilan mereka. Ketentuannya sebagai berikut: Jika mereka memiliki penghasilan 5000 Aqajah, maka harus mengirim 1 pasukan berkuda. Jika penghasilan mereka mencapai 500.000 Aqajah, maka wajib mengirimkan 100 pasukan berkuda.
Pasukan Iyalat terdiri dari pasukan berkuda dan pejalan kaki. Adapun pasukan pejalan kaki berada di bawah komando Pasya-pasya lyalat dan Baekawat Al-Alawiyah.
Sultan Muhammad Al-Fatih melakukan pembersihan besar-besaran terhadap para pejabat lama yang tidak kapabel dan digantikan pejabat-pejabat baru yang lebih kapabel.
Faktor kapabilitas menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat dan pembantu-pembantu kesultanan. Sultan memperhatikan masalah-masalah ekonomi dan membuat aturan-aturan yang jelas dalam manajemen keuangan negara.
Dia membasmi semua bentuk korupsi penggunaan uang negara dan pemborosan yang bisa menghambur-hamburkan harta negara. Kemampuan Sultan dalam bidang administrasi tidak kalah dengan kemampuannya di bidang politik dan strategi perang.
Selanjutnya, penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444 – 1446 dan 1451 – 1481 itu menjadikan Istambul sebagai Ibu Kota bagi Utsmani. Sultan juga mengubah Hagia Sophia --dieja Aya Sofya dalam bahasa Turki -- yang semula adalah Basilika Ortodoks menjadi masjid.
Al-Fatih sangat memperhatian pembangunan ibu kota. Beliau berambisi menjadikan Istambul sebagai ”ibukota terindah di dunia” dan pusat ilmu pengetahuan dan seni.
Begitu menguasai kota ini, sultan segera memerintahkan pembangunan ulang kota, termasuk memperbaiki dinding, membangun benteng, juga membangun istana baru, termasuk merehab Masjid Aya Sofya. Untuk mendorong kembali orang-orang Yunani dan Genova yang pergi dari Galata, Al Fatih memerintahkan pengembalian rumah-rumah mereka dan memberikan jaminan keamanan.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" menyebutkan pembangunan masjid, akademi, istana, rumah sakit, toko-toko, WC, pasar-pasar besar, dan taman-taman umum sangat gencar dilakukan.
Dia mengalirkan air ke dalam kota dengan menggunakan jembatan-jembatan khusus. Selain itu, sultan juga mendorong para menterinya dan para pejabat pemerintah, orang-orang kaya, dan orang-orang terpandang, untuk membangun perumahan-perumahan, toko-toko, WC, dll. sehingga membuat kota menjadi indah dan megah.
Sultan mengatur regulasinya dengan cara sangat ideal, menarik, dan detail. Di setiap rumah sakit ada dua orang dokter, dengan tambahan dokter-dokter spesialis di bidangnya, seperti ahli penyakit dalam, ahli bedah, ahli farmasi, sejumlah perawat dan pengawas keamanan.
Dia mensyaratkan pada semua yang bertugas di rumah sakit untuk memiliki sifat qana'ah, rasa asih, dan kemanusiaan. Wajib bagi para dokter untuk menyambangi pasien dua kali dalam sehari dan melarang para dokter memberikan obat tertentu kepada pasien, kecuali setelah melalui diagnosa yang detail.
Al-Fatih juga mensyaratkan kepada juru masak rumah sakit agar mengetahui segala bentuk makanan yang sesuai dengan pasien. Dan perlu diketahui, pengobatan di setiap rumah sakit diberikan gratis kepada siapa saja, tanpa melihat dari bangsa mana dia berasal dan menganut agama apa.
Pada akhir masa kekuasaannya, Konstantinopel berubah menjadi ibu kota kekaisaran yang megah. Menurut sejarawan Utsmani kontemporer, Mevlânâ Mehmed Neşri, "Sultan Mehmed membuat keseluruhan Istanbul." Lima puluh tahun mendatang, Konstantinopel kembali menjadi kota terbesar di Eropa.
Perdagangan dan Industri
Lebih jauh lagi, untuk seluruh negeri, Sultan juga sangat memperhatikan masalah perdagangan dan industri serta selalu berusaha menggairahkan sektor ini melalui berbagai sarana, infrastruktur, faktor-faktor pendukung, dan daya tarik.
Dalam masalah ini, beliau mengikuti jejak para sultan pendahulunya, yang sangat antusias berusaha menggairahkan sektor perdagangan dan industri di tengah-tengah rakyat.
Asal tahu saja, bahwa kebanyakan kota-kota besar telah maju saat ditaklukkan oleh pasukan Utsmani. Padahal sebelumnya tersendat kemajuannya karena adanya akumulasi kekayaan pada segelintir orang di masa pemerintahan Byzantium.
Ambil contoh Nikala. Orang-orang Utsmani sangat memperhatikan lintas perdagangan dunia melalui jalur laut dan darat. Mereka mengembangkan cara-cara lama dan membangun sarana-sarana baru yang lebih baik, sehingga memudahkan arus perdagangan di semua wilayah.
lni semua membuat negeri-negeri asing terpaksa membuka pelabuhan-pelabuhan mereka bagi para pedagang Utsmani, demi melakukan perdagangan di bawah panji pemerintahan Utsmani. Dampak dari kebijakan umum terhadap sektor perdagangan ini, melahirkan kemakmuran dan kemudahan di seluruh negeri.
Pemerintahan Utsmani memiliki mata uang sendiri. Pada saat yang sama, pemerintahan Utsmani tidak meninggalkan pembangunan bidang industri dengan membangun sarana-sarana logistik, membuat senjata, dan membangun benteng-benteng di tempat strategis.
Sistem Administrasi
Untuk memajukan negerinya, Sultan membuat undang-undang yang mengatur masalah-masalah administrasi lokal (dalam negeri). Undang-undang tersebut diturunkan dari nilai-nilai Syariat Islam.
Sultan membentuk komite khusus yang diambil dari kalangan ulama terkemuka untuk membuat undang-undang yang kemudian disebut sebagai Qaanun Namah.
Undang-undang itu dijadikan sebagai asas urusan administrasi negerinya. la dibagi menjadi 3 Bab yang berhubungan dengan posisi setiap pejabat, standar-standar, serta tradisi-tradisi yang berkaitan dengan simbol-simbol kesultanan.
Undang-undang ini juga menentukan tentang hukuman dan denda. Di sana secara tegas disebutkan, bahwa pemerintahan Turki Utsmani adalah pemerintahan lslam yang menempatkan posisi umat Islam sebagai bagian terpenting urusan negara, tak peduli dari ras mana mereka berasal dan dari negeri apa.
Sultan juga membuat undang-undang yang mengatur hubungan antara penduduk muslim dengan warga negara nonmuslim, serta hubungan mereka dengan kepentingan negara.
Sultan telah menebarkan keadilan di tengah rakyat dan sangat serius memburu para pencuri dan perampok jalanan. Bagi para penjahat itu diberlakukan sanksi hukum Islam, sehingga keamanan dan kedamaian tersebar di mana-mana.
Pemerintahan Utsmani terbagi dalam wilayah-wilayah besar yang dipimpin oleh para gubernur yang disebut dengan Bakalarbaik. Kemudian ia dibagi dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan Sanjaqbaik, dipimpin seorang bupati. Dua pemimpin wilayah itu memimpin dalam urusan sipil sekaligus militer.
Pada awal-awal pemerintahan, Sultan memberikan kebebasan kepada negeri Sicilia untuk mengatur urusannya secara otonomi. Negeri-negeri itu dipimpin oleh beberapa pemimpin internal mereka, namun tetap tunduk di bawah kekuasaan Utsmani dan menjalankan perintah Sultan sebaik-baiknya.
Sultan akan memecat pejabat mereka jika ternyata melakukan pelanggaran perintahnya, atau mereka berencana untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmani.
Jika pemerintahan Utsmani menyerukan jihad dan mengajak para penguasa di suatu wilayah untuk turut serta, maka mereka wajib memenuhi panggilan itu dan ikut serta dalam peperangan dengan membawa pasukan berkuda yang telah disiapkan sebaik-baiknya.
Semua itu ditata dengan aturan yang jelas. Menurut Ash-Shalabi, mereka mempersiapkan pasukan berkuda dengan senjata lengkap disesuaikan penghasilan mereka. Ketentuannya sebagai berikut: Jika mereka memiliki penghasilan 5000 Aqajah, maka harus mengirim 1 pasukan berkuda. Jika penghasilan mereka mencapai 500.000 Aqajah, maka wajib mengirimkan 100 pasukan berkuda.
Pasukan Iyalat terdiri dari pasukan berkuda dan pejalan kaki. Adapun pasukan pejalan kaki berada di bawah komando Pasya-pasya lyalat dan Baekawat Al-Alawiyah.
Sultan Muhammad Al-Fatih melakukan pembersihan besar-besaran terhadap para pejabat lama yang tidak kapabel dan digantikan pejabat-pejabat baru yang lebih kapabel.
Faktor kapabilitas menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat dan pembantu-pembantu kesultanan. Sultan memperhatikan masalah-masalah ekonomi dan membuat aturan-aturan yang jelas dalam manajemen keuangan negara.
Dia membasmi semua bentuk korupsi penggunaan uang negara dan pemborosan yang bisa menghambur-hamburkan harta negara. Kemampuan Sultan dalam bidang administrasi tidak kalah dengan kemampuannya di bidang politik dan strategi perang.
(mhy)