Cara Pengeluaran Zakat Penghasilan Menurut Ulama Salaf
Senin, 13 Maret 2023 - 12:58 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur'an dan Hadis" menukil pendapat sejumlah ulama salaf tentang bagaimana pengeluaran zakat penghasilan. Mereka berpendapat bahwa harta penghasilan wajib zakat , diriwayatkan mempunyai dua cara dalam mengeluarkan zakatnya.
Pertama, Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakatnya datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya, dan bila tidak ingin membelanjakannya maka hendaknya ia mengeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain-lain.
Hal serupa atau dekat dengan pendapat tersebut adalah pendapat Auza'i tentang seseorang yang menjual hambanya atau rumahnya bahwa ia wajib mengeluarkan zakat sesudah menerima uang penjualan di tangannya, kecuali bila ia mempunyai bulan tertentu untuk mengeluarkan zakat, maka ia hendaknya mengeluarkan zakat uang penjualan tersebut bersamaan dengan hartanya yang lain tersebut.
Ini berarti bahwa bila seseorang mempunyai harta yang sebelumnya harus dikeluarkan zakatnya dan mempunyai masa tahun tertentu maka hendaknya ia mengundurkan pengeluaran zakat penghasilannya itu bersamaan dengan hartanya yang lain, kecuali bila ia khawatir penghasilannya itu terbelanjakan sebelum datang masa tahunnya tersebut yang dalam hal ini ia hendaknya segera mengeluarkan zakatnya.
Kedua, Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus mengeluarkan zakat ada bulan tertentu kemudian memperoleh uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak wajib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan untuk mengeluarkan zakatnya itu. Tetapi bila ia tidak harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia memperoleh uang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi diperoleh.
Pendapat itu dengan demikian memberikan keistimewaan kepada orang-orang yang mempunyai uang yang harus dikeluarkan zakatnya pada bulan tertentu itu, dan tidak memberikan keistimewaan kepada orang yang tidak mempunyai uang seperti itu. Yaitu membolehkan orang-orang yang pertama tadi membelanjakan penghasilannya tanpa mengeluarkan zakat kecuali bila masih bersisa sampai bulan tertentu yang dikeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain. Sedangkan mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain harus mengeluarkan zakat penghasilannya pada waktu menerima penghasilan tersebut.
Kesimpulannya: memberikan keringanan kepada orang yang mempunyai kekayaan lain dan memberi beban berat kepada orang yang tidak mempunyai kekayaan selain penghasilannya tersebut.
Al-Qardhawi beperndapat, dalam masalah ini yang lebih kuat adalah pendapat bahwa penghasilan yang mencapai nisab wajib diambil zakatnya, sebagaimana yang dikatakan Zuhri dan Auza'i. Baik dengan mengeluarkan zakatnya begitu diterima ini khususnya bagi mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain yang bermasa wajib zakat tertentu ataupun dengan mengundurkan pengeluaran zakat sampai batas setahun bersamaan dengan kekayaannya yang lain bila ia tidak kuatir akan membelanjakannya. Akan tetapi bila ia khawatir penghasilan itu akan terbelanjakan olehnya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya segera.
Al-Qardhawi menambahkan dan juga sekalipun ia membelanjakan penghasilannya itu, maka zakatnya tetap menjadi tanggungjawabnya, dan bila tidak mencapai nisab, zakatnya dipungut berdasar pendapat Makhul yaitu bahwa kekayaan yang sudah sampai bulan pengeluaran zakat harus dikeluarkan zakatnya, kekayaan yang harus dibelanjakan untuk nafkah sendiri dan tanggungannya tidak diambil zakatnya, dan bila ia tidak mempunyai harta lain, ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu tertentu, sedangkan penghasilan yang tidak mencapai nisab, tidak wajib zakat sampai mencapai nisab bersama dengan kekayaan lain yang harus dikeluarkan zakatnya pada waktu itu dan masa sampainya dimulai dari saat tersebut.
Pemilihan pendapat yang lebih kuat di atas, menurut Al-Qardhawi, berarti memberikan keringanann kepada orang-orang yang mempunyai gaji kecil yang tidak cukup senisab dan kepada mereka yang menerima gaji kecil pada waktu-waktu tertentu yang per satu kali waktu tidak cukup senisab.
Gaji Bersih
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya hanya diambil dari pendapatan bersih. Pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya utang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan. Mengapa? Larena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok.
Juga harus dikeluarkan biaya dan ongkos-ongkos untuk melakukan pekerjaan tersebut, berdasarkan pada pengqiasannya kepada hasil bumi dan kurma serta sejenisnya, bahwa biaya harus dikeluarkan terlebih dahulu baru zakat dikeluarkan zakatnya dari sisa. "Itu adalah pendapat 'Atha dan lain-lain," ujar al-Qardhawi.
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun wajib zakat bila mencapai nisab uang, sedangkan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang - setelah biaya-biaya diatas dikeluarkan misalnya gaji pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai kecil, tidak wajib zakat.
Di sisi lain, al-Qardhawi juga mengingatkan bila seseorang sudah mengeluarkan zakat gaji, penghasilan, atau sejenisnya pada waktu menerimanya, maka tidak wajib zakat lagi pada waktu masa tempo tahunnya sampai, sehingga tidak terjadi kewajiban mengeluarkan zakat dua kali pada satu kekayaan dalam satu tahun.
Oleh karena itulah bila seseorang mempunyai penghasilan itu maka ia harus menangguhkan pengeluaran zakatnya sampai bersamaan dengan pengeluaran zakat kekayaannya yang lain yang sudah jatuh tempo zakatnya, bila ia tidak khawatir penghasilannya itu akan terbelanjakan olehnya sebelum temponya sendiri jatuh.
Al-Qardhawi mencontohkan, seseorang mempunyai kekayaan yang dikeluarkan zakatnya setiap tahun pada awal bulan Muharram, bila ia memperoleh penghasilan, gajinya umpamanya pada bulan Safar atau Rabiul Awal atau bulan-bulan sesudahnya dan ia sudah mengeluarkan zakatnya pada waktu menerimanya, maka ia tidak waJib lagi mengeluarkan zakatnya sekali lagi pada akhir tempo bersama dengan kekayaannya yang lain itu. Akan tetapi mengeluarkan zakat dari penghasilan tersebut atau sisanya pada masa tempo kedua, sehingga kita tidak mempersukar diri sendiri sedangkan Allah telah menegakkan syariat-Nya atas dasar kemudahan.
Pertama, Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakatnya datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya, dan bila tidak ingin membelanjakannya maka hendaknya ia mengeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain-lain.
Hal serupa atau dekat dengan pendapat tersebut adalah pendapat Auza'i tentang seseorang yang menjual hambanya atau rumahnya bahwa ia wajib mengeluarkan zakat sesudah menerima uang penjualan di tangannya, kecuali bila ia mempunyai bulan tertentu untuk mengeluarkan zakat, maka ia hendaknya mengeluarkan zakat uang penjualan tersebut bersamaan dengan hartanya yang lain tersebut.
Ini berarti bahwa bila seseorang mempunyai harta yang sebelumnya harus dikeluarkan zakatnya dan mempunyai masa tahun tertentu maka hendaknya ia mengundurkan pengeluaran zakat penghasilannya itu bersamaan dengan hartanya yang lain, kecuali bila ia khawatir penghasilannya itu terbelanjakan sebelum datang masa tahunnya tersebut yang dalam hal ini ia hendaknya segera mengeluarkan zakatnya.
Kedua, Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus mengeluarkan zakat ada bulan tertentu kemudian memperoleh uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak wajib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan untuk mengeluarkan zakatnya itu. Tetapi bila ia tidak harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia memperoleh uang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi diperoleh.
Pendapat itu dengan demikian memberikan keistimewaan kepada orang-orang yang mempunyai uang yang harus dikeluarkan zakatnya pada bulan tertentu itu, dan tidak memberikan keistimewaan kepada orang yang tidak mempunyai uang seperti itu. Yaitu membolehkan orang-orang yang pertama tadi membelanjakan penghasilannya tanpa mengeluarkan zakat kecuali bila masih bersisa sampai bulan tertentu yang dikeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain. Sedangkan mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain harus mengeluarkan zakat penghasilannya pada waktu menerima penghasilan tersebut.
Kesimpulannya: memberikan keringanan kepada orang yang mempunyai kekayaan lain dan memberi beban berat kepada orang yang tidak mempunyai kekayaan selain penghasilannya tersebut.
Al-Qardhawi beperndapat, dalam masalah ini yang lebih kuat adalah pendapat bahwa penghasilan yang mencapai nisab wajib diambil zakatnya, sebagaimana yang dikatakan Zuhri dan Auza'i. Baik dengan mengeluarkan zakatnya begitu diterima ini khususnya bagi mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain yang bermasa wajib zakat tertentu ataupun dengan mengundurkan pengeluaran zakat sampai batas setahun bersamaan dengan kekayaannya yang lain bila ia tidak kuatir akan membelanjakannya. Akan tetapi bila ia khawatir penghasilan itu akan terbelanjakan olehnya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya segera.
Al-Qardhawi menambahkan dan juga sekalipun ia membelanjakan penghasilannya itu, maka zakatnya tetap menjadi tanggungjawabnya, dan bila tidak mencapai nisab, zakatnya dipungut berdasar pendapat Makhul yaitu bahwa kekayaan yang sudah sampai bulan pengeluaran zakat harus dikeluarkan zakatnya, kekayaan yang harus dibelanjakan untuk nafkah sendiri dan tanggungannya tidak diambil zakatnya, dan bila ia tidak mempunyai harta lain, ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu tertentu, sedangkan penghasilan yang tidak mencapai nisab, tidak wajib zakat sampai mencapai nisab bersama dengan kekayaan lain yang harus dikeluarkan zakatnya pada waktu itu dan masa sampainya dimulai dari saat tersebut.
Pemilihan pendapat yang lebih kuat di atas, menurut Al-Qardhawi, berarti memberikan keringanann kepada orang-orang yang mempunyai gaji kecil yang tidak cukup senisab dan kepada mereka yang menerima gaji kecil pada waktu-waktu tertentu yang per satu kali waktu tidak cukup senisab.
Gaji Bersih
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya hanya diambil dari pendapatan bersih. Pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya utang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan. Mengapa? Larena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok.
Juga harus dikeluarkan biaya dan ongkos-ongkos untuk melakukan pekerjaan tersebut, berdasarkan pada pengqiasannya kepada hasil bumi dan kurma serta sejenisnya, bahwa biaya harus dikeluarkan terlebih dahulu baru zakat dikeluarkan zakatnya dari sisa. "Itu adalah pendapat 'Atha dan lain-lain," ujar al-Qardhawi.
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun wajib zakat bila mencapai nisab uang, sedangkan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang - setelah biaya-biaya diatas dikeluarkan misalnya gaji pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai kecil, tidak wajib zakat.
Di sisi lain, al-Qardhawi juga mengingatkan bila seseorang sudah mengeluarkan zakat gaji, penghasilan, atau sejenisnya pada waktu menerimanya, maka tidak wajib zakat lagi pada waktu masa tempo tahunnya sampai, sehingga tidak terjadi kewajiban mengeluarkan zakat dua kali pada satu kekayaan dalam satu tahun.
Oleh karena itulah bila seseorang mempunyai penghasilan itu maka ia harus menangguhkan pengeluaran zakatnya sampai bersamaan dengan pengeluaran zakat kekayaannya yang lain yang sudah jatuh tempo zakatnya, bila ia tidak khawatir penghasilannya itu akan terbelanjakan olehnya sebelum temponya sendiri jatuh.
Al-Qardhawi mencontohkan, seseorang mempunyai kekayaan yang dikeluarkan zakatnya setiap tahun pada awal bulan Muharram, bila ia memperoleh penghasilan, gajinya umpamanya pada bulan Safar atau Rabiul Awal atau bulan-bulan sesudahnya dan ia sudah mengeluarkan zakatnya pada waktu menerimanya, maka ia tidak waJib lagi mengeluarkan zakatnya sekali lagi pada akhir tempo bersama dengan kekayaannya yang lain itu. Akan tetapi mengeluarkan zakat dari penghasilan tersebut atau sisanya pada masa tempo kedua, sehingga kita tidak mempersukar diri sendiri sedangkan Allah telah menegakkan syariat-Nya atas dasar kemudahan.
(mhy)