Hukum Membayar Kafarat karena Jimak di Bulan Ramadan, Begini Penjelasannya
Senin, 27 Maret 2023 - 12:06 WIB
Salah satu pembatal puasa dan merupakan dosa di bulan Ramadan adalah berjimak di siang hari. Maka, yang melakukannya wajib untuk bertaubat kepada Allah azza wa jalla disamping kewajiban untuk membayar kafarat (tebusan) sebagaimana yang sudah ditentukan syariat.
Menurut Ustadz Lukman Hakim, Lc, MA, alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA, adapun hal-hal terkait kafarat maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Bahwa orang yang membatalkan puasanya disebabkan oleh jimak pada siang hari di bulan Ramadan , maka dua kewajiban yang harus ia lakukan, yakni :
Pertama: harus mengqadha’ puasanya
Kedua: harus membayar kaffarat, dan kaffaratnya adalah satu diantara 3 hal, sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Abu Hurairah:
– Membayar kaffarat dengan memerdekakan budak
– Jika tidak mampu, maka dengan berpuasa 2 bulan berturut-turut
– Jika benar-benar tidak mampu setelah diusahakan, maka dengan memberi makan 60 orang fakir dan miskin.
Teknis membayar kaffarat adalah dengan melaksanakan salah satu dari tiga hal diatas, namun dengan berurutan, maksudnya harus dimulai dengan kaffarat pertama, yaitu membebaskan budak, jika tidak mampu, karena tidak memiliki budak, maka berpindah kepada kaffarat yang kedua, yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu pula, padahal ia sudah berusaha maka berpindah kepada kaffarat yang ketiga, memberi makan 60 orang fakir miskin.
2. Adapun terkait kewajiban isteri dalam membayar kaffarat, maka hal ini terkait dengan keadaan istri ketika melakukan hubungan dengan suaminya, dalam hal ini ada dalam dua keadaan:
Keadaan pertama: dalam keadaan memiliki udzur, misalnya tidak mengetahui hukumnya, atau terpaksa karena dipaksa sang suami untuk melayaninya, bahkan diancam dengan ancaman tertentu atau dipukul. Jika ini kondisinya maka seorang istri tidak turut dalam membayar kaffarat. Hal ini adalah pendapat imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utaimin.
Syaikh bin Baz mengatakan, ”…dan jika sang istri dipaksa untuk melayani suaminya, bahkan diiringi dengan pukulan, atau diikat, maka dosanya (berjimak di siang hari di bulan Ramadan) khusus untuk suami, sebab ia yang melakukan kedhaliman, namun jika sang istri pura-pura menolak (padahal ia mau dan tidak ada ancaman dan kekerasan dari suami ketika mengajak berhubungan), maka wajib bagi kedua pasangan untuk membayar kaffarat, dan meng-qadha puasa di waktu yang lain, serta melanjut puasa Ramadannya pada hari tersebut…”.
Keadaan kedua: dalam keadaan tidak memiliki udzur, maksudnya sang istri menyambut ajakan sang suami, dan tahu konsekuensi hukumnya, maka dalam kondisi ini wajib bagi sang istri untuk mengqadha’ puasa dan membayar kaffarat sebagaimana sang suami.
3. Diantara cara memberi makan 60 fakir miskin, adalah dengan memberikan makanan pokok kepada masing-masing mereka -seperti beras, dengan kadar setengah shaa’, yaitu sekitar 1,5 kg.
Wallahu A’lam.
Menurut Ustadz Lukman Hakim, Lc, MA, alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA, adapun hal-hal terkait kafarat maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Bahwa orang yang membatalkan puasanya disebabkan oleh jimak pada siang hari di bulan Ramadan , maka dua kewajiban yang harus ia lakukan, yakni :
Pertama: harus mengqadha’ puasanya
Kedua: harus membayar kaffarat, dan kaffaratnya adalah satu diantara 3 hal, sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Abu Hurairah:
– Membayar kaffarat dengan memerdekakan budak
– Jika tidak mampu, maka dengan berpuasa 2 bulan berturut-turut
– Jika benar-benar tidak mampu setelah diusahakan, maka dengan memberi makan 60 orang fakir dan miskin.
Teknis membayar kaffarat adalah dengan melaksanakan salah satu dari tiga hal diatas, namun dengan berurutan, maksudnya harus dimulai dengan kaffarat pertama, yaitu membebaskan budak, jika tidak mampu, karena tidak memiliki budak, maka berpindah kepada kaffarat yang kedua, yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu pula, padahal ia sudah berusaha maka berpindah kepada kaffarat yang ketiga, memberi makan 60 orang fakir miskin.
2. Adapun terkait kewajiban isteri dalam membayar kaffarat, maka hal ini terkait dengan keadaan istri ketika melakukan hubungan dengan suaminya, dalam hal ini ada dalam dua keadaan:
Keadaan pertama: dalam keadaan memiliki udzur, misalnya tidak mengetahui hukumnya, atau terpaksa karena dipaksa sang suami untuk melayaninya, bahkan diancam dengan ancaman tertentu atau dipukul. Jika ini kondisinya maka seorang istri tidak turut dalam membayar kaffarat. Hal ini adalah pendapat imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utaimin.
Syaikh bin Baz mengatakan, ”…dan jika sang istri dipaksa untuk melayani suaminya, bahkan diiringi dengan pukulan, atau diikat, maka dosanya (berjimak di siang hari di bulan Ramadan) khusus untuk suami, sebab ia yang melakukan kedhaliman, namun jika sang istri pura-pura menolak (padahal ia mau dan tidak ada ancaman dan kekerasan dari suami ketika mengajak berhubungan), maka wajib bagi kedua pasangan untuk membayar kaffarat, dan meng-qadha puasa di waktu yang lain, serta melanjut puasa Ramadannya pada hari tersebut…”.
Keadaan kedua: dalam keadaan tidak memiliki udzur, maksudnya sang istri menyambut ajakan sang suami, dan tahu konsekuensi hukumnya, maka dalam kondisi ini wajib bagi sang istri untuk mengqadha’ puasa dan membayar kaffarat sebagaimana sang suami.
3. Diantara cara memberi makan 60 fakir miskin, adalah dengan memberikan makanan pokok kepada masing-masing mereka -seperti beras, dengan kadar setengah shaa’, yaitu sekitar 1,5 kg.
Wallahu A’lam.
(wid)