Sujud Syukur Menurut Syaikh Muhamamd Arsyad Al-Banjari
Minggu, 21 Mei 2023 - 08:43 WIB
Dr Miftah el-Banjary Lc MA
Pakar Ilmu Linguistik Arab,
Pengasuh Ponpes Dalail Khairat Garagata Tabalong Kalimantan Selatan
Maulana Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari di dalam kitab beliau yang monumental "Sabilal Muhtadin" membahas kajian Sujud Syukur. Topik ini diulasa dalam bab tersendiri pada jilid ke-2 kitab tersebut.
Sujud Syukur sunnah dilakukan di luar shalat dan tidak boleh dikerjakan di dalam shalat. Karena itu kalau dikerjakan di dalam shalat dengan sengaja dan tahu haramnya maka batallah shalatnya.
Sunnah mengerjakan sujud syukur di kala memperoleh nikmat yang tidak diduga-duga sebelumnya atau nikmat yang diharap-harapkan. Baik nikmat itu bagi dirinya, anak cucunya atau salah seorang dari umat Islam. Contohnya:
1. Ketika Memperoleh Anak
2. Mendapatkan pangkat dan kemuliaan serta harta yang halal, sekalipun bagi orang yang sudah mempunyai harta.
3. Kedatangan keluarga yang sudah lama bepergian
4. Menang di dalam peperangan
5. Turun hujan sesudah masa kemarau panjang
6. Sembuh dari sakit.
Disunnahkan melakukan Sujud Syukur karena memperoleh nikmat karena selalu mengikuti sunnah Nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lainnya. Tidak termasuk memperoleh nikmat yang dimaksud ialah nikmat yang selalu diterima umpamanya selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam agama Islam.
Dalam semua ini tidak disunnahkan sujud Syukur karena kalau dikerjakan pada saat-saat itu akan menghabisi umur untuk itu saja. Dan juga disunnahkan mengerjakan Sujud Syukur ketika terhindar dari musibah yang tidak diduga-duga sebelumnya. Baik musibah yang menimpa dirinya, anak cucunya atau salah seorang umat Islam seperti selamat dari kekaraman, terbakar, rumah runtuh dan sebagainya.
Adapun dalil tentang anjuran Sujud Syukur karena terhindar dari bahaya ialah mengikuti praktik Rasulullah SAW sendiri seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Nikmat atau bencana yang disunnahkan melakukan sujud syukur adalah nikmat atau bencana yang lahir sebagaimana yang dinukil oleh Imam Syafi'i dan sahabat-sahabatnya. Jarena itu tidak termasuk nikmat dan bencana batin seperti ma'rifah kepada Allah dan terhindar dari perilaku yang buruk, maka tidak disunatkan karena memperolehnya atau terhindar dari padanya. Demikianlah yang diterangkan di dalam Kitab "Syarah Minhaj".
Namun Syaikh Ibnu Hajar menerangkan di dalam Kitabnya "Tuhfah" berpendapat lain yang katanya disunnahkan sujud syukur karena memperoleh Ma'rifah dan terhindar dari perilaku yang buruk karena semua itu termasuk nikmat.
Disunnahkan Sujud Syukur karena melihat orang lain sembuh dari penyakitnya, baik penyakit mental atau penyakit yang menimpa fisiknya. Karena mensyukuri nikmat yang jangan dilakukan di depan orang terkena penyakit agar dengannya ia terlepas dari penyakit itu.
Jika orang yang bermaksiat dipotong tangannya karena pelaksanaan hukuman pencurian yang sudah diketahui
bahwa ia sudah bertobat dari kemaksiatan itu maka sujud syukur dilakukan di hadapannya. Dan sunnah bagi orang yang melihat orang yang terkena penyakit membaca doa yang berbunyi:
Pakar Ilmu Linguistik Arab,
Pengasuh Ponpes Dalail Khairat Garagata Tabalong Kalimantan Selatan
Maulana Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari di dalam kitab beliau yang monumental "Sabilal Muhtadin" membahas kajian Sujud Syukur. Topik ini diulasa dalam bab tersendiri pada jilid ke-2 kitab tersebut.
Sujud Syukur sunnah dilakukan di luar shalat dan tidak boleh dikerjakan di dalam shalat. Karena itu kalau dikerjakan di dalam shalat dengan sengaja dan tahu haramnya maka batallah shalatnya.
Sunnah mengerjakan sujud syukur di kala memperoleh nikmat yang tidak diduga-duga sebelumnya atau nikmat yang diharap-harapkan. Baik nikmat itu bagi dirinya, anak cucunya atau salah seorang dari umat Islam. Contohnya:
1. Ketika Memperoleh Anak
2. Mendapatkan pangkat dan kemuliaan serta harta yang halal, sekalipun bagi orang yang sudah mempunyai harta.
3. Kedatangan keluarga yang sudah lama bepergian
4. Menang di dalam peperangan
5. Turun hujan sesudah masa kemarau panjang
6. Sembuh dari sakit.
Disunnahkan melakukan Sujud Syukur karena memperoleh nikmat karena selalu mengikuti sunnah Nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lainnya. Tidak termasuk memperoleh nikmat yang dimaksud ialah nikmat yang selalu diterima umpamanya selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam agama Islam.
Dalam semua ini tidak disunnahkan sujud Syukur karena kalau dikerjakan pada saat-saat itu akan menghabisi umur untuk itu saja. Dan juga disunnahkan mengerjakan Sujud Syukur ketika terhindar dari musibah yang tidak diduga-duga sebelumnya. Baik musibah yang menimpa dirinya, anak cucunya atau salah seorang umat Islam seperti selamat dari kekaraman, terbakar, rumah runtuh dan sebagainya.
Adapun dalil tentang anjuran Sujud Syukur karena terhindar dari bahaya ialah mengikuti praktik Rasulullah SAW sendiri seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Nikmat atau bencana yang disunnahkan melakukan sujud syukur adalah nikmat atau bencana yang lahir sebagaimana yang dinukil oleh Imam Syafi'i dan sahabat-sahabatnya. Jarena itu tidak termasuk nikmat dan bencana batin seperti ma'rifah kepada Allah dan terhindar dari perilaku yang buruk, maka tidak disunatkan karena memperolehnya atau terhindar dari padanya. Demikianlah yang diterangkan di dalam Kitab "Syarah Minhaj".
Namun Syaikh Ibnu Hajar menerangkan di dalam Kitabnya "Tuhfah" berpendapat lain yang katanya disunnahkan sujud syukur karena memperoleh Ma'rifah dan terhindar dari perilaku yang buruk karena semua itu termasuk nikmat.
Disunnahkan Sujud Syukur karena melihat orang lain sembuh dari penyakitnya, baik penyakit mental atau penyakit yang menimpa fisiknya. Karena mensyukuri nikmat yang jangan dilakukan di depan orang terkena penyakit agar dengannya ia terlepas dari penyakit itu.
Jika orang yang bermaksiat dipotong tangannya karena pelaksanaan hukuman pencurian yang sudah diketahui
bahwa ia sudah bertobat dari kemaksiatan itu maka sujud syukur dilakukan di hadapannya. Dan sunnah bagi orang yang melihat orang yang terkena penyakit membaca doa yang berbunyi: