Menceritakan Nikmat kepada Orang Lain (3): Ini Tipsnya Agar Tidak Mengundang Hasad
Sabtu, 15 Juli 2023 - 13:47 WIB
Menyebut-nyebut nikmat Allah atau menceritakannya adalah hal yang diperintahkan dalam syariat. Namun harus diingat, jangan sampai salah niat seperti membanggakan diri terhadap orang lain.
"Jika yang kita banggakan adalah nikmat Akhirat atau ibadah, maka ini bisa berpotensi membuat amal shaleh kita sia-sia karena hilangnya keikhlasan sebab senang dengan pujian orang lain," kata Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma'had Subulana Bontang Kalimantan Timur dalam lanjutan kajiannya.
Ustaz Ahmad Syahrin menjelaskan, jika yang kita banggakan nikmat dunia, akan mengundang hasad atau iri dengki dari pihak lain. Bahkan keinginan orang-orang jahat untuk merebut nikmat itu dan bisa memudharatkan seseorang.
Tips Agar Tidak Mengundang Hasad dari Orang Lain
Lalu bagaimana caranya agar "Tahaduts bini'matillah" tidak sampai merusak amal kita dan tidak mengundang hasad dari orang lain? Berikut beberapa tipsnya:
1. Ceritakan kepada Orang Dekat yang Terpercaya
Imam Ibnu al-'Arabi rahimahullah berkata:
إذا أصبت خيرا أو عملت خيرا فحدث به الثقة من إخوانك
"Jika engkau mendapatkan nikmat kebaikan, atau engkau mengerjakan sebuah amal shalih, ceritakanlah itu kepada orang-orang yang terpercaya dari saudara-saudaramu (teman-temanmu)." [Ahkamul Qur’an li Ibn Arabi (4/410)]
Imam Ibnu Asyur rahimahullah berkata:
وعن بعض السلف أن التحدث بالنعمة تكون للثقة من الإخوان ممن يثق به
"Dari sebagian ulama klasik terdahulu bahwa menceritakan nikmat itu hendaknya kepada orang-orang yang dipercayai dari saudara/teman-teman yang kita miliki." [Tahrir wa Tanwir (30/405)]
Dengan menceritakan nikmat hanya kepada orang dekat, pertama akan mencegah orang-orang untuk hasad. Karena mereka yang mendapatkan cerita tersebut justru akan senang mendengarnya. Orang tua misalnya sebagai contoh yang paling nyata, pasti akan sangat bahagia ketika mendengar cerita dari anaknya bahwa ia telah mendapatkan sebuah nikmat.
Kedua, dengan menceritakan kepada orang-orang dekat seperti ini, akan meminimalisir niat riya atau pamer. Masa iya mau pamer ke orang-orang yang seharusnya mereka kita perlakukan dengan baik. Hal ini akan sedikit berbeda bila dishare ke khalayak ramai, agak sulit menjaga niat tidak pamer.
Meskipun kita tidak boleh men-judge mereka yang men-share nikmat yang dia dapatkan ke orang banyak berarti pamer. Karena bisa jadi ia memang niatnya untuk "tahaduts bini'matillah". Jangan mengukur orang lain dengan ukuran kita.
Terlebih jika nikmat itu memang tidak bisa untuk disembunyikan, seperti nikmat dapat rumah baru, beli kendaraan baru dll. Lalu ia menyelenggarakan syukuran dengan mengadakan acara makan-makan misalnya. Justru ini yang nampaknya lebih tepat.
Sudahlah bersyukur, dapat pula pahala sedekah terbaik yakni memberi makan. Daripada dapat nikmat diam-diam saja, giliran dapat musibah seluruh penjuru negeri tahu semua beritanya.
2. Menjaga Niat Saat Menceritakan Nikmat
Berkata Imam Ibnul 'Arabi rahimahullah:
إن التحدث بالعمل يكون بإخلاص من النية عند أهل الثقة فإنه ربما خرج إلى الرياء وإساءة الظن بصاحبه
"Jika yang kita banggakan adalah nikmat Akhirat atau ibadah, maka ini bisa berpotensi membuat amal shaleh kita sia-sia karena hilangnya keikhlasan sebab senang dengan pujian orang lain," kata Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma'had Subulana Bontang Kalimantan Timur dalam lanjutan kajiannya.
Ustaz Ahmad Syahrin menjelaskan, jika yang kita banggakan nikmat dunia, akan mengundang hasad atau iri dengki dari pihak lain. Bahkan keinginan orang-orang jahat untuk merebut nikmat itu dan bisa memudharatkan seseorang.
Tips Agar Tidak Mengundang Hasad dari Orang Lain
Lalu bagaimana caranya agar "Tahaduts bini'matillah" tidak sampai merusak amal kita dan tidak mengundang hasad dari orang lain? Berikut beberapa tipsnya:
1. Ceritakan kepada Orang Dekat yang Terpercaya
Imam Ibnu al-'Arabi rahimahullah berkata:
إذا أصبت خيرا أو عملت خيرا فحدث به الثقة من إخوانك
"Jika engkau mendapatkan nikmat kebaikan, atau engkau mengerjakan sebuah amal shalih, ceritakanlah itu kepada orang-orang yang terpercaya dari saudara-saudaramu (teman-temanmu)." [Ahkamul Qur’an li Ibn Arabi (4/410)]
Imam Ibnu Asyur rahimahullah berkata:
وعن بعض السلف أن التحدث بالنعمة تكون للثقة من الإخوان ممن يثق به
"Dari sebagian ulama klasik terdahulu bahwa menceritakan nikmat itu hendaknya kepada orang-orang yang dipercayai dari saudara/teman-teman yang kita miliki." [Tahrir wa Tanwir (30/405)]
Dengan menceritakan nikmat hanya kepada orang dekat, pertama akan mencegah orang-orang untuk hasad. Karena mereka yang mendapatkan cerita tersebut justru akan senang mendengarnya. Orang tua misalnya sebagai contoh yang paling nyata, pasti akan sangat bahagia ketika mendengar cerita dari anaknya bahwa ia telah mendapatkan sebuah nikmat.
Kedua, dengan menceritakan kepada orang-orang dekat seperti ini, akan meminimalisir niat riya atau pamer. Masa iya mau pamer ke orang-orang yang seharusnya mereka kita perlakukan dengan baik. Hal ini akan sedikit berbeda bila dishare ke khalayak ramai, agak sulit menjaga niat tidak pamer.
Meskipun kita tidak boleh men-judge mereka yang men-share nikmat yang dia dapatkan ke orang banyak berarti pamer. Karena bisa jadi ia memang niatnya untuk "tahaduts bini'matillah". Jangan mengukur orang lain dengan ukuran kita.
Terlebih jika nikmat itu memang tidak bisa untuk disembunyikan, seperti nikmat dapat rumah baru, beli kendaraan baru dll. Lalu ia menyelenggarakan syukuran dengan mengadakan acara makan-makan misalnya. Justru ini yang nampaknya lebih tepat.
Sudahlah bersyukur, dapat pula pahala sedekah terbaik yakni memberi makan. Daripada dapat nikmat diam-diam saja, giliran dapat musibah seluruh penjuru negeri tahu semua beritanya.
2. Menjaga Niat Saat Menceritakan Nikmat
Berkata Imam Ibnul 'Arabi rahimahullah:
إن التحدث بالعمل يكون بإخلاص من النية عند أهل الثقة فإنه ربما خرج إلى الرياء وإساءة الظن بصاحبه