Menceritakan Nikmat kepada Orang Lain (3): Ini Tipsnya Agar Tidak Mengundang Hasad
Sabtu, 15 Juli 2023 - 13:47 WIB
"Ketika menceritakan sebuah nikmat berupa amal shalih hendaknya dengan niat ikhlas dan menceritakannya kepada orang-orang yang dipercayai. Karena hal seperti ini secara umum bisa menjaga dari riya’ dan prasangka buruk terhadap orang yang mendengar cerita nikmat tersebut." [Tahrir wa at Tanwir (30/405)]
Peranan niat dalam setiap aktivitas sangatlah penting. Niat inilah yang akan menentukan kadar suatu pekerjaan bernilai pahala atau sebaliknya justru mendapatkan dosa. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang Masyhur "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
3. Mengingat Bahwa Penghancur Nikmat Adalah dengan Memamerkannya
Sebagaimana kufur nikmat adalah hal yang bisa menghancurkan atau menghilangkan nikmat, kita juga harus mengetahui, bahwa nikmat juga bisa hancur ketika diceritakan dengan niat untuk memerkannya.
Berkata Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu: "Setan memiliki banyak perangkap dan jebakkan, dan di antara perangkap dan jebakannya adalah menghancurkan atas nikmat-nikmat Allah, menyombongkan diri melebihi hamba-hamba Allah, dan membanggakan diri melebihi pemberian Allah pada selain Dzat Allah." [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Sebagian ulama mengatakan ada perbedaan mendasar antara orang yang niatnya lurus untuk menceritakan nikmat Allah dengan yang tujuannya untuk pamer. Diantaranya, bila kesan yang didapatkan ketika menceritakannya semakin membuat orang yang mendengarnya mengetahui kemurahan Allah, kasih sayang Allah dan luasnya karuniaNya, juga memotivasi untuk beramal kebaikan agar mendapatkan nikmat yang sama, maka itu diantara tanda bahwa niat orang yang menceritakan nikmat tersebut adalah Tahaduts bini'matillah.
Tapi jika cerita yang disampaikan menampakkan kesan kelebihannya dari orang lain, membuat orang lain terkagum-kagum kepadanya, bertujuan menjadikan hati orang banyak tunduk kepadanya, maka ini adalah tanda bahwa niatnya adalah untuk riya atau pamer. [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Kesimpulan
Menceritakan nikmat kepada orang lain dengan tujuan yang benar adalah disyariatkan. Karena itu bentuk dari rasa syukur kepada Allah sebagai Dzat yang telah menganugerahkan nikmat tersebut kepadanya.
Dan di antara caranya adalah dengan niat yang baik, bukan untuk pamer dan ditujukan secara umum kepada orang-orang terpercaya di sekelilingnya, yakni mereka yang mencintai atau menghormatinya. Kecuali jika nikmat itu sifatnya diketahui oleh orang banyak, maka mensyukurinya dengan dinampakkan ke banyak orang.
Wallahu A'lam
Peranan niat dalam setiap aktivitas sangatlah penting. Niat inilah yang akan menentukan kadar suatu pekerjaan bernilai pahala atau sebaliknya justru mendapatkan dosa. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang Masyhur "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
3. Mengingat Bahwa Penghancur Nikmat Adalah dengan Memamerkannya
Sebagaimana kufur nikmat adalah hal yang bisa menghancurkan atau menghilangkan nikmat, kita juga harus mengetahui, bahwa nikmat juga bisa hancur ketika diceritakan dengan niat untuk memerkannya.
Berkata Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu: "Setan memiliki banyak perangkap dan jebakkan, dan di antara perangkap dan jebakannya adalah menghancurkan atas nikmat-nikmat Allah, menyombongkan diri melebihi hamba-hamba Allah, dan membanggakan diri melebihi pemberian Allah pada selain Dzat Allah." [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Sebagian ulama mengatakan ada perbedaan mendasar antara orang yang niatnya lurus untuk menceritakan nikmat Allah dengan yang tujuannya untuk pamer. Diantaranya, bila kesan yang didapatkan ketika menceritakannya semakin membuat orang yang mendengarnya mengetahui kemurahan Allah, kasih sayang Allah dan luasnya karuniaNya, juga memotivasi untuk beramal kebaikan agar mendapatkan nikmat yang sama, maka itu diantara tanda bahwa niat orang yang menceritakan nikmat tersebut adalah Tahaduts bini'matillah.
Tapi jika cerita yang disampaikan menampakkan kesan kelebihannya dari orang lain, membuat orang lain terkagum-kagum kepadanya, bertujuan menjadikan hati orang banyak tunduk kepadanya, maka ini adalah tanda bahwa niatnya adalah untuk riya atau pamer. [Ar Ruh fi Kalami Arwah hal. 247]
Kesimpulan
Menceritakan nikmat kepada orang lain dengan tujuan yang benar adalah disyariatkan. Karena itu bentuk dari rasa syukur kepada Allah sebagai Dzat yang telah menganugerahkan nikmat tersebut kepadanya.
Dan di antara caranya adalah dengan niat yang baik, bukan untuk pamer dan ditujukan secara umum kepada orang-orang terpercaya di sekelilingnya, yakni mereka yang mencintai atau menghormatinya. Kecuali jika nikmat itu sifatnya diketahui oleh orang banyak, maka mensyukurinya dengan dinampakkan ke banyak orang.
Wallahu A'lam
Baca Juga
(rhs)