Makna Kemerdekaan dari Perspektif Maqashid as-Syariah
Jum'at, 18 Agustus 2023 - 10:44 WIB
Merdeka itu Hidup
Maqashid as-Syariah adalah hufzul hayaah atau menjaga kehidupan. Sejatinya pada konteks ini esensi kemerdekaan merupakan kehidupan itu sendiri. Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah memperjuangkan lehidupan.
Dengan sendirinya dapat dipahami bahwa penjajahan sesungguhnya perampasan hak hidup. Itulah yang menjadikan Bilal bin Rabah merasa lebih nyaman dan kuat dengan "Laa ilaaha illa Allah". Bahkan di saat-saat nyawanya sedang terancam.
Kemerdekaan yang dirayakan hendaknya memperbaharui semangat dan tekad kita untuk membangun kehidupan yang bermartabat dan mulia. Tentu kehidupan yang bermartabat di segala lininya, baik secara ekonomi, politik, sosial budaya, dan bahkan pada aspek moral dan kemanusiaan.
Merdeka itu Beragama
Merujuk kepada pokok kedua dari Maqashid as-Syariah maka sejatinya merdeka itu tidak bisa dipisahkan dari agama/keyakinan (religion/faith). Beragama itu adalah bahagian integral dari kehidupan manusia. Dalam agama dipahami bahwa manusia itu memiliki kefitrahan. Dan kefitrahan itulah agama (dzalika ad-diin Al-qayyim).
Karenanya, kemerdekaan yang dirayakan harus memberikan jaminan dan kebebasan dalam kehidupan beragama. Pengakuan kemerdekaan seraya memarjinalkan agama dan pemeluknya akan menjadikan kemerdekaan seolah pengakuan palsu. Syariah hadir untuk menjaga agama (hifzud diin). Maka wujud Kemerdekaan hadir untuk memberikan jaminan dalam kehidupan beragama bagi semua warga negara.
Merdeka itu Menjaga Keturunan
Poin ketiga dari Maqashid as-Syariah adalah hifzun 'irdh qan nasal (menjaga kehormatan dan keturunan). Pada aspek ini disyariatkan pernikahan dan diharamkannya perzinahan. Dengan demikian kemerdekaan bangsa harus memastikan penegakan hukum demi menjaga karakter dan moralitas bangsa.
Selain memastikan terjaganya karakter dan moralitas anak-anak bangsa, kemerdekaan juga hendaknya dimaknai sebagai terwujudnya jaminan masa depan generasi. Jaminan yang dimaksud tentu mencakup semua hal, termasuk jaminan pendidikan dan kemakmuran yang berkeadilan.
Merdeka itu Memuliakan Akal
Tujuannya keempat dari Maqashid as-Syariah adalah menjaga akal. Tentu kata akal (aql) di sini bermakna luas. Termasuk di dalamnya pemikiran, ilmu, bahkan opini atau pendapat. Maka pada kaitan ini Kemerdekaan itu harus menghadirkan jaminan untuk berkembangnya kecendekiawan dan intelektualitas manusia.
Kemerdekaan bahkan lebih jauh harus menjamin kebebasan berpikir dan mengekspresikan opini dan pikiran. Dengan jaminan kebebasan ini akan dipastikan jika nilai-nilai demokrasi dapat berkembang dan dijunjung tinggi oleh semuanya.
Merdeka itu Menjamin Kepemilikan
Tujuan kelima dari Maqashid as-Syariah adalah menjaga harta. Saya lebih cenderung menyebutnya right to ownership atau hak kepemilikan. Dalam Syariah mencuri itu diharamkan. Bisnis dimotivasi. Riba diharamkan. Semua ini menjadi jaminan bagi semua untuk memiliki.
Kemerdekaan harus membangun rasa kepemilikan (sense of ownership). Jangan sampai kemerdekaan telah dideklarasikan tapi masyarakat tidak memiliki peluang untuk memiliki. Termasuk memiliki ragam kekayaan negeri yang maha luas.
Menjaga Lingkungan Hidup
Tujuan keenam dari Syariah yang akhir-akhir ini banyak didiskusikan adalah Hifzu al-Bi’ah atau menjaga lingkungan hidup. Isu lingkungan hidup ini menjadi isu global yang sangat serius. Karenanya agama mengambilnya secar sangat serius pula.
Tugas pertama manusia dalam kerangka pengabdiannya kepada sang Pencipta adalah fungsi kekhilafahan. Yaitu menjadi agen samawi dalam menjaga dan membangun bumi ini. Karenanya isu lingkungan menjadi sangat krusial dan maha penting.
Kemerdekaan juga harusnya menjadi momentum untuk sadar tanggung jawab lingkungan. Dengan kemerdekaan negara harus memastikan bahwa proses pembangunan tidak boleh mengesampingkan keselamatan bumi. Jangan sampai upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi justeru menghancurkan lingkungan hidup. Karena hal itu sekaligus mengancam kehidupan (tujuan pertama Syariah) dan generasi (tujuan ketiga Syariah).
Maqashid as-Syariah adalah hufzul hayaah atau menjaga kehidupan. Sejatinya pada konteks ini esensi kemerdekaan merupakan kehidupan itu sendiri. Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah memperjuangkan lehidupan.
Dengan sendirinya dapat dipahami bahwa penjajahan sesungguhnya perampasan hak hidup. Itulah yang menjadikan Bilal bin Rabah merasa lebih nyaman dan kuat dengan "Laa ilaaha illa Allah". Bahkan di saat-saat nyawanya sedang terancam.
Kemerdekaan yang dirayakan hendaknya memperbaharui semangat dan tekad kita untuk membangun kehidupan yang bermartabat dan mulia. Tentu kehidupan yang bermartabat di segala lininya, baik secara ekonomi, politik, sosial budaya, dan bahkan pada aspek moral dan kemanusiaan.
Merdeka itu Beragama
Merujuk kepada pokok kedua dari Maqashid as-Syariah maka sejatinya merdeka itu tidak bisa dipisahkan dari agama/keyakinan (religion/faith). Beragama itu adalah bahagian integral dari kehidupan manusia. Dalam agama dipahami bahwa manusia itu memiliki kefitrahan. Dan kefitrahan itulah agama (dzalika ad-diin Al-qayyim).
Karenanya, kemerdekaan yang dirayakan harus memberikan jaminan dan kebebasan dalam kehidupan beragama. Pengakuan kemerdekaan seraya memarjinalkan agama dan pemeluknya akan menjadikan kemerdekaan seolah pengakuan palsu. Syariah hadir untuk menjaga agama (hifzud diin). Maka wujud Kemerdekaan hadir untuk memberikan jaminan dalam kehidupan beragama bagi semua warga negara.
Merdeka itu Menjaga Keturunan
Poin ketiga dari Maqashid as-Syariah adalah hifzun 'irdh qan nasal (menjaga kehormatan dan keturunan). Pada aspek ini disyariatkan pernikahan dan diharamkannya perzinahan. Dengan demikian kemerdekaan bangsa harus memastikan penegakan hukum demi menjaga karakter dan moralitas bangsa.
Selain memastikan terjaganya karakter dan moralitas anak-anak bangsa, kemerdekaan juga hendaknya dimaknai sebagai terwujudnya jaminan masa depan generasi. Jaminan yang dimaksud tentu mencakup semua hal, termasuk jaminan pendidikan dan kemakmuran yang berkeadilan.
Merdeka itu Memuliakan Akal
Tujuannya keempat dari Maqashid as-Syariah adalah menjaga akal. Tentu kata akal (aql) di sini bermakna luas. Termasuk di dalamnya pemikiran, ilmu, bahkan opini atau pendapat. Maka pada kaitan ini Kemerdekaan itu harus menghadirkan jaminan untuk berkembangnya kecendekiawan dan intelektualitas manusia.
Kemerdekaan bahkan lebih jauh harus menjamin kebebasan berpikir dan mengekspresikan opini dan pikiran. Dengan jaminan kebebasan ini akan dipastikan jika nilai-nilai demokrasi dapat berkembang dan dijunjung tinggi oleh semuanya.
Merdeka itu Menjamin Kepemilikan
Tujuan kelima dari Maqashid as-Syariah adalah menjaga harta. Saya lebih cenderung menyebutnya right to ownership atau hak kepemilikan. Dalam Syariah mencuri itu diharamkan. Bisnis dimotivasi. Riba diharamkan. Semua ini menjadi jaminan bagi semua untuk memiliki.
Kemerdekaan harus membangun rasa kepemilikan (sense of ownership). Jangan sampai kemerdekaan telah dideklarasikan tapi masyarakat tidak memiliki peluang untuk memiliki. Termasuk memiliki ragam kekayaan negeri yang maha luas.
Menjaga Lingkungan Hidup
Tujuan keenam dari Syariah yang akhir-akhir ini banyak didiskusikan adalah Hifzu al-Bi’ah atau menjaga lingkungan hidup. Isu lingkungan hidup ini menjadi isu global yang sangat serius. Karenanya agama mengambilnya secar sangat serius pula.
Tugas pertama manusia dalam kerangka pengabdiannya kepada sang Pencipta adalah fungsi kekhilafahan. Yaitu menjadi agen samawi dalam menjaga dan membangun bumi ini. Karenanya isu lingkungan menjadi sangat krusial dan maha penting.
Kemerdekaan juga harusnya menjadi momentum untuk sadar tanggung jawab lingkungan. Dengan kemerdekaan negara harus memastikan bahwa proses pembangunan tidak boleh mengesampingkan keselamatan bumi. Jangan sampai upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi justeru menghancurkan lingkungan hidup. Karena hal itu sekaligus mengancam kehidupan (tujuan pertama Syariah) dan generasi (tujuan ketiga Syariah).