Mengenali Kepercayaan Sesat tentang Bada' Kaum Rafidhah
Selasa, 26 September 2023 - 10:16 WIB
Kaum Rafidhah meyakini, Allah mengalami bada' (bukan bid'ah ). Bad' adalah pengetahuan Tuhan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak Dia mengerti. Ini menyebabkan Tuhan harus mengubah kepastian atau takdirnya. Menurut, kepercayaan ini, berarti Allah pernah bersifat bodoh, lupa dan alpa.
"Maha suci Allah dari perkataan mereka yang angkuh dan takabur itu," tulis Mahmud az-Zaby dalam buku berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi" (Pustaka, 1989).
Allamah al-Hujjah as-Sayyid Ibrahim al-Musawi al-Zanjam berkata: "Para Nabi dan tokoh agama telah bersepakat membenarkan adanya bada' atas diri Allah."
Dalam kitab al-Kafi dinukil pernyataan dari as-Shadiq berikut ini: "Tidak ada sesuatu yang menjadikan Allah lebih agung selain bada'. Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang Nabi, kecuali dia seorang yang kebingungan. Dan Allah tidak mengutus seorang Nabi, kecuali Dia berkata kepadanya tentang bad'. Allah tidak menjadikan seseorang sebagai Nabi, kecuali ia mengakui lima hal pada diri Allah, satu di antaranya adalah bad'."
Selain itu, ujar Mahmud az-Zaby, ada beberapa pernyataan serupa. Misalnya, kepada sebagian kaum Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa bada' adalah salah satu sifat Allah yang sempurna, bukan sifat yang menunjukkan kekurangan.
Berkata pengarang Mukhtar as-Shihah (dalam menjelaskan kata bada`, dengan contoh): Badaa lahu fi hadzal amri badaa`an, artinya: Muncul baginya dalam masalah ini suatu pendapat. Orang yang bersangkutan disebut Dzu badawaat (yang mempunyai pikiran-pikiran/pendapat-pendapat baru).
"Maha suci Allah dari perkataan mereka yang angkuh dan takabur itu," tulis Mahmud az-Zaby dalam buku berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi" (Pustaka, 1989).
Allamah al-Hujjah as-Sayyid Ibrahim al-Musawi al-Zanjam berkata: "Para Nabi dan tokoh agama telah bersepakat membenarkan adanya bada' atas diri Allah."
Dalam kitab al-Kafi dinukil pernyataan dari as-Shadiq berikut ini: "Tidak ada sesuatu yang menjadikan Allah lebih agung selain bada'. Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang Nabi, kecuali dia seorang yang kebingungan. Dan Allah tidak mengutus seorang Nabi, kecuali Dia berkata kepadanya tentang bad'. Allah tidak menjadikan seseorang sebagai Nabi, kecuali ia mengakui lima hal pada diri Allah, satu di antaranya adalah bad'."
Selain itu, ujar Mahmud az-Zaby, ada beberapa pernyataan serupa. Misalnya, kepada sebagian kaum Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa bada' adalah salah satu sifat Allah yang sempurna, bukan sifat yang menunjukkan kekurangan.
Berkata pengarang Mukhtar as-Shihah (dalam menjelaskan kata bada`, dengan contoh): Badaa lahu fi hadzal amri badaa`an, artinya: Muncul baginya dalam masalah ini suatu pendapat. Orang yang bersangkutan disebut Dzu badawaat (yang mempunyai pikiran-pikiran/pendapat-pendapat baru).
(mhy)