Hal yang Diharamkan adalah Batasan yang Digariskan Allah Taala
Selasa, 26 September 2023 - 15:05 WIB
Tiap muslim wajib menghindari hal-hal yang diharamkan Allah Taala. Demikian salah satu peringatan yang terkandung dalam hadis dari Abi Abdullah Nu'man bin Basyir ra. Beliau berkata:
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram itu jelas, dan antara keduanya ada beberapa perkara syubhat (kurang jelas) yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Siapa yang menghindari perkara syubhat, maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Adapun siapa yang menerjang syubhat, niscaya dia akan terjerumus kepada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar area terlarang, niscaya lambat laun (gembalaannya) akan makan rumput di area terlarang itu.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki area larangan, sedangkan area larangan Allah adalah keharaman-keharaman-Nya. Ketahuilah bahwa pada setiap jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad menjadi baik juga, sebaliknya jika ia rusak maka seluruh jasad rusak juga. Ketahuilah ia adalah kalbu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim )
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya berjudul "Syarah 10 Landasan Agama dari Kalimat Nubuwwah" menjelaskan kewajiban menjauhi keharaman-keharaman Allah karena itu adalah area larangan dan batasan yang digariskan Allah kepada hamba-Nya. Allah SWT berfirman:
"Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa." ( QS al-Baqarah [2] : 187)
Dan hal itu merupakan sebab kebeningan hati. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili dalam "Tazkiyat an-Nafs Mafhumuha wa-Maratibuha wa-Asbabuha" menyebut bahwa kebeningan hati memiliki dua tingkatan:
Pertama, menyucikan hati dengan melakukan amalan yang disyariatkan. Dia selalu mengoreksi dan mengontrol keimanannya, berusaha selalu meningkatkan imannya dan menjauhi segala virus yang dapat menggerogoti imannya.
“Sesungguhnya iman dalam hati itu bisa luntur/usang seba gaimana lunturnya pakaian, maka perbaruilah keimanan kalian.” (HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dan disahihkan oleh Al-Albani da lam Silsilah ash-Shahihah (4/113).
Abu Ubaidah Yusuf menambahkan sebagaimana dimaklumi bersama bahwa iman itu mencakup keyakinan, ucapan, dan perbuatan.
- Keyakinan. Dia mewujudkan amalan-amalan hati berupa cinta, berharap, takut, tawakal, ikhlas, pengagungan kepada Allah dan nabi-Nya serta amalan-amalan hati lainnya.
- Perbuatan. Dia membersihkan hatinya dengan ketaatan kepada Allah berupa amalan-amalan badan seperti salat, puasa, zakat, haji, dan amalan-amalan lainnya.
- Ucapan. Dia membersihkan hatinya dengan amalan-amalan lisan seperti membaca Al-Qur’an, zikir, amar makruf nahi mungkar, dan lain-lain.
Kedua, menyucikan hati dengan meninggalkan larangan Allah. Dia meninggalkan semua maksiat dan dosa dengan berbagai modelnya dan tingkatannya, sebab dosa itu sangat meracuni hati dan merusaknya. Bukankah semua kerusakan di muka bumi ini serta segala kerusakan dalam ekonomi, politik, sosial melainkan karena akibat dosa?
"Aku mendapati dosa itu mematikan hati dan terus-menerus dalam dosa menjadikan hina. Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati. namun jiwa ingin selalu berdosa. (Al-Mujalasah wa-Jawahir al-‘Ilm)
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram itu jelas, dan antara keduanya ada beberapa perkara syubhat (kurang jelas) yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Siapa yang menghindari perkara syubhat, maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Adapun siapa yang menerjang syubhat, niscaya dia akan terjerumus kepada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar area terlarang, niscaya lambat laun (gembalaannya) akan makan rumput di area terlarang itu.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki area larangan, sedangkan area larangan Allah adalah keharaman-keharaman-Nya. Ketahuilah bahwa pada setiap jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad menjadi baik juga, sebaliknya jika ia rusak maka seluruh jasad rusak juga. Ketahuilah ia adalah kalbu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim )
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya berjudul "Syarah 10 Landasan Agama dari Kalimat Nubuwwah" menjelaskan kewajiban menjauhi keharaman-keharaman Allah karena itu adalah area larangan dan batasan yang digariskan Allah kepada hamba-Nya. Allah SWT berfirman:
"Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa." ( QS al-Baqarah [2] : 187)
Dan hal itu merupakan sebab kebeningan hati. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili dalam "Tazkiyat an-Nafs Mafhumuha wa-Maratibuha wa-Asbabuha" menyebut bahwa kebeningan hati memiliki dua tingkatan:
Pertama, menyucikan hati dengan melakukan amalan yang disyariatkan. Dia selalu mengoreksi dan mengontrol keimanannya, berusaha selalu meningkatkan imannya dan menjauhi segala virus yang dapat menggerogoti imannya.
“Sesungguhnya iman dalam hati itu bisa luntur/usang seba gaimana lunturnya pakaian, maka perbaruilah keimanan kalian.” (HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dan disahihkan oleh Al-Albani da lam Silsilah ash-Shahihah (4/113).
Baca Juga
Abu Ubaidah Yusuf menambahkan sebagaimana dimaklumi bersama bahwa iman itu mencakup keyakinan, ucapan, dan perbuatan.
- Keyakinan. Dia mewujudkan amalan-amalan hati berupa cinta, berharap, takut, tawakal, ikhlas, pengagungan kepada Allah dan nabi-Nya serta amalan-amalan hati lainnya.
- Perbuatan. Dia membersihkan hatinya dengan ketaatan kepada Allah berupa amalan-amalan badan seperti salat, puasa, zakat, haji, dan amalan-amalan lainnya.
- Ucapan. Dia membersihkan hatinya dengan amalan-amalan lisan seperti membaca Al-Qur’an, zikir, amar makruf nahi mungkar, dan lain-lain.
Kedua, menyucikan hati dengan meninggalkan larangan Allah. Dia meninggalkan semua maksiat dan dosa dengan berbagai modelnya dan tingkatannya, sebab dosa itu sangat meracuni hati dan merusaknya. Bukankah semua kerusakan di muka bumi ini serta segala kerusakan dalam ekonomi, politik, sosial melainkan karena akibat dosa?
"Aku mendapati dosa itu mematikan hati dan terus-menerus dalam dosa menjadikan hina. Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati. namun jiwa ingin selalu berdosa. (Al-Mujalasah wa-Jawahir al-‘Ilm)
(mhy)