Imam Al-Ghazali dari Persia, Sang Pembela Islam

Selasa, 04 Agustus 2020 - 13:00 WIB
loading...
Imam Al-Ghazali dari Persia, Sang Pembela Islam
Imam Al-Ghazali. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SELAMA orang-orang Normandia melakukan konsolidasi kekuasaannya di Inggris dan Sicilia, dan selama aliran pengetahuan Arab ke Barat terus meningkat melalui Arab Spanyol dan Italia , pada saat itu kekuasaan Islam telah berlangsung tak kurang dari lima ratus tahun lamanya. ( )

Puncak keilmuan yang tak seimbang --yang fungsi-fungsinya telah dilarang oleh hukum agama, tetapi dalam kenyataan memiliki kekuatan yang besar-- berupaya untuk mencoba mendamaikan metode filsafat Yunani Kuno (Greek) dengan al-Qur'an dan Sunnah-sunnah Nabi SAW serta menerima Skolastisisme sebagai metode untuk menafsir agama. ( )

Idries Shah dalam The Sufis yang diterjemahkan M. Hidayatullah dan Roudlon, S.Ag. menjadi Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi, menjelaskan kala itu para ahli dialektika belum mampu menemukan diri mereka untuk mendemonstrasikan kebenaran dan kepercayaan-kepercayaan mereka dengan makna-makna intelektual.



Masyarakat lewat sirkulasi pengetahuan telah tumbuh melampaui dialektika formal. Kondisi ekonomi yang sangat baik telah menghasilkan intelektualitas yang luas, melampaui kebutuhan terhadap jaminan-jaminan dogmatik. Atau melampaui pernyataan bahwa, "negara harus benar". Islam telah menjadi negara. Islam tampak seperti akan jatuh berkeping-keping.

Seorang pemuda Persia, negeri permadani, yang dikenal dengan Muhammad al-Ghazali (seorang pemintal benang), hidup yatim sejak masih kecil dan dididik sebagai sufi di sebuah universitas di Asia Tengah. Ia ditakdirkan untuk memperoleh dua hal yang luar biasa, sebagai akibat dari di mana dua agama, Islam dan Kristen , menghasilkan beberapa karakteristik yang hingga kini tetap dimiliki.



Islam ortodoks telah menentang sufisme yang dianggap mencoba mengabaikan hukum dan menggantikannya dengan "pengalaman personal" mengenai makna agama yang sebenarnya. Hal itu dianggapnya sebuah idea sangat bid'ah .

Tetapi Muhammad al-Ghazali benar-benar telah menjadi seorang yang mampu mendamaikan Islam dengan intelektualisme dan memperbaiki kepercayaan-kepercayaan pokok Asy'ariyah serta membentuk diktum-diktumnya sebagai kepercayaan Islam universal, sebagaimana dikatakan oleh Profesor Hitti.



Betapa suksesnya pembuat bid'ah ini dalam proses menjadi penemu kebenaran bagi 'gereja' Muslim, hingga kebanyakan masyarakat ortodoks memberinya titel akademik tertinggi yang terkenal dengan "Hujjatul Islam" (the Authority of Islam, Pembela Islam).

Setelah lima puluh tahun lamanya tulisan mereka, buku-bukunya menyebarkan pengaruh yang sangat besar terhadap Skolastisisme Yahudi dan Kristen. Menurut Idries Shah, ia tidak hanya mendahului mode yang luar biasa dari Holy War dan Pilgrim's Progress-nya John Bunyan, tetapi juga mempengaruhi Ramon Marti, Thomas Aquinas dan Pascal, sebaik sejumlah pemikir-pemikir modern.



Buku-buku seperti Tahafutul-Falasifah (Kerancuan Para Filosuf), Kimiyya'us-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan) dan Misykatul-Anwar (Relung Cahaya) terus dipelajari secara seksama dan mengandung ajaran-ajarannya yang besar.

Pada Abad Pertengahan di Eropa ia dikenal dengan Algazel. Abu Hamid Muhammad al-Ghazali telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dari catatan-catatan seorang penulis.

Para ahli teologi Kristen dengan senang hati menyerahkan pertanyaan-pertanyaan itu kepada pemikir-pemikir Muslim, dan al-Ghazali memberikan jawaban-jawabannya kembali dan mencapai apa yang oleh Profesor Hitti disebut jawaban mystico-psychological Sufi.

Posisi sufisme yang diterima dan dikenal oleh banyak Muslim yang dianggap sebagai makna inti Islam adalah hasil langsung dari karya al-Ghazali.



Idea-idea yang disampaikan oleh al-Ghazali dan telah mempengaruhi St. Thomas Aquinas the Dominican dan St. Francis of Assisi, masing-masing dengan caranya sendiri, telah menyebabkan kebingungan di pikiran para pemikir Mistisisme Barat yang terus menahan sakit hingga kini.

Bagi sufi, aliran al-Ghazali dalam dua tekanan yang berbeda terlihat dengan jelas di dalam dua aliran Intelektual Dominican dan aliran Intuitif Franciscan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2267 seconds (0.1#10.140)