Beda Pendapat Ulama tentang Definisi Hadis Qudsi: Apa Bedanya dengan Al-Qur'an?
Kamis, 23 November 2023 - 09:15 WIB
Istilah hadis qudsi terdiri dari dua kata, hadis dan qudsi. Hadis [arab: الحديث]: segala yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW , baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau karakter beliau. Qudsi [arab: القدسي] secara bahasa diambil dari kata qudus, yang artinya suci . Disebut hadis qudsi, karena perkataan ini dinisbahkan kepada Allah, al-Quddus, Dzat Yang Maha Suci.
Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis qudsi. Al-Jurjani dalam kitab "at-Ta’rifat" menjelaskan, hadis qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullah SAW . Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama dibanding hadis qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya.
Sementara al-Munawi dalam kitab "Faidhul Qodir" memberikan pengertian: Hadis qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya SAW secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau.
Ada juga ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadis qudsi. Diantaranya az-Zarqani. Menurut az-Zarqani, hadis qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari Allah. Sementara hadis nabawi (hadis biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar ijtihad Nabi SAW, sementara redaksi hadis dari Rasulullah SAW.
"Hadis qudsi redaksinya diwahyukan dari Allah – menurut pendapat yang masyhur – sedangkan hadis nabawi, makna diwahyukan dari Allah untuk selain kasus ijtihad Rasulullah, sementara redaksinya dari Rasulullah SAW," ujar Az-Zarqani dalam Manahil al-Urfan.
Berdasarkan keterangan az-Zarqani, baik al-Quran maupun hadis qudsi, keduanya adalah firman Allah. Yang membedakannya adalah dalam masalah statusnya. Hadis qudsi tidak memiliki keistimewaan khusus sebagaimana al-Quran.
Beberapa ulama menyebut Hadis Qudsi dengan selain istilah yang umumnya dikenal masyarakat. Ada yang menyebutnya Hadis Ilahiatau Hadis Rabbani. Semacam ini hanya istilah, yang hakikatnya sama, yaitu hadis yang dinisbahkan kepada Allah.
Di antara ulama yang menggunakan istilah hadis ilahi adalah Syaikhul Islam sebagaimana beberapa keterangan beliau di Majmu’ Fatawa dan Minhaj as-Sunnah. Demikian pula al-Hafidz Ibnu Hajar.
Dalam salah satu pernyataannya, al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Faidhul Qodir mengatakan: "Hadis Ilahi ada kemungkinan Nabi SAW mengambilnya dari Allah tanpa perantara atau melalui perantara."
Sementara ulama yang menggunakan istilah hadis Rabbani di antaranya adalah Jalaluddin al-Mahalli, salah satu penulis tafsir Jalalain. Dalam salah satu pernyataannya: Hadis Rabbani itu seperti hadis yang disebutkan dalam dua kitab shahih: “Saya sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. (Hasyiyah al-Atthar ’ala Syarh al-Mahalli).
Beda Hadis Qudsi dengan al-Quran
Ada beberapa poin penting yang membedakan antara hadis qudsi dengan al-Quran, diantaranya:
1. Al-Quran turun kepada Nabi SAW dibawa oleh Jibril sebagai wahyu. Sedangkan Hadis Qudsi tidak harus melalui Jibril. Artinya, bisa melalui Jibril dan bisa tidak melalui Jibril, misalnya dalam bentuk ilham atau mimpi.
2. Al-Quran sifatnya qath’i tsubut (pasti keabsahannya), karena semuanya diriwayatkan kaum muslimin turun-temurun secara mutawatir. Karena itu, tidak ada istilah ayat al-Quran yang diragukan keabsahannya dari Nabi SAW. Sedangkan Hadis Qudsi: tidak ada jaminan keabsahannya. Karena itu, ada Hadis Qudsi yang shahih, ada yang dhaif, dan bahkan ada yang palsu.
3. Al-Quran membacanya bernilai pahala setiap huruf. Orang yang membaca satu huruf al-Quran mendapat 10 pahala. Hadis Qudsi semata membaca tidak bernilai pahala. Kecuali jika diniati untuk mempelajari, sehinga bernilai ibadah pada kegiatan mempelajarinya.
4. Al-Quran teks dan maknanya merupakan mukjizat. Karena itu, tidak ada satupun makhluk yang bisa membuat 1 surat yang semisal al-Quran. Sedangkan Hadis Qudsi teks dan maknanya bukan mukjizat. Sehingga bisa saja seseorang membuat hadis qudsi palsu.
5. Al-Quran bersifat sakral, sehingga orang yang mengingkari satu huruf saja statusnya kafir. Sedangkan Hadis Qudsi tidak sakral, sehingga mengikuti kajian hadis pada umumnya. Karena itu, bisa saja orang tidak menerima hadis qudsi, mengingat status perawinya yang tidak bisa diterima.
6. Al-Quran tidak boleh disampaikan berdasarkan maknanya tanpa teks aslinya persis seperti yang Allah firmankan. Tidak boleh ada tambahan atau pengurangan satu hurufpun. Hadis Qudsi boleh disampaikan secara makna.
7. Al-Quran menjadi mukjizat yang Allah gunakan untuk menantang manusia, terutama masyarakat arab. Sedangkan Hadis Qudsi tidak digunakan sebagai tantangan kepada makhluk Allah lainnya.
Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis qudsi. Al-Jurjani dalam kitab "at-Ta’rifat" menjelaskan, hadis qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullah SAW . Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama dibanding hadis qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya.
Sementara al-Munawi dalam kitab "Faidhul Qodir" memberikan pengertian: Hadis qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya SAW secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau.
Ada juga ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadis qudsi. Diantaranya az-Zarqani. Menurut az-Zarqani, hadis qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari Allah. Sementara hadis nabawi (hadis biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar ijtihad Nabi SAW, sementara redaksi hadis dari Rasulullah SAW.
"Hadis qudsi redaksinya diwahyukan dari Allah – menurut pendapat yang masyhur – sedangkan hadis nabawi, makna diwahyukan dari Allah untuk selain kasus ijtihad Rasulullah, sementara redaksinya dari Rasulullah SAW," ujar Az-Zarqani dalam Manahil al-Urfan.
Berdasarkan keterangan az-Zarqani, baik al-Quran maupun hadis qudsi, keduanya adalah firman Allah. Yang membedakannya adalah dalam masalah statusnya. Hadis qudsi tidak memiliki keistimewaan khusus sebagaimana al-Quran.
Baca Juga
Beberapa ulama menyebut Hadis Qudsi dengan selain istilah yang umumnya dikenal masyarakat. Ada yang menyebutnya Hadis Ilahiatau Hadis Rabbani. Semacam ini hanya istilah, yang hakikatnya sama, yaitu hadis yang dinisbahkan kepada Allah.
Di antara ulama yang menggunakan istilah hadis ilahi adalah Syaikhul Islam sebagaimana beberapa keterangan beliau di Majmu’ Fatawa dan Minhaj as-Sunnah. Demikian pula al-Hafidz Ibnu Hajar.
Dalam salah satu pernyataannya, al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Faidhul Qodir mengatakan: "Hadis Ilahi ada kemungkinan Nabi SAW mengambilnya dari Allah tanpa perantara atau melalui perantara."
Sementara ulama yang menggunakan istilah hadis Rabbani di antaranya adalah Jalaluddin al-Mahalli, salah satu penulis tafsir Jalalain. Dalam salah satu pernyataannya: Hadis Rabbani itu seperti hadis yang disebutkan dalam dua kitab shahih: “Saya sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. (Hasyiyah al-Atthar ’ala Syarh al-Mahalli).
Beda Hadis Qudsi dengan al-Quran
Ada beberapa poin penting yang membedakan antara hadis qudsi dengan al-Quran, diantaranya:
1. Al-Quran turun kepada Nabi SAW dibawa oleh Jibril sebagai wahyu. Sedangkan Hadis Qudsi tidak harus melalui Jibril. Artinya, bisa melalui Jibril dan bisa tidak melalui Jibril, misalnya dalam bentuk ilham atau mimpi.
2. Al-Quran sifatnya qath’i tsubut (pasti keabsahannya), karena semuanya diriwayatkan kaum muslimin turun-temurun secara mutawatir. Karena itu, tidak ada istilah ayat al-Quran yang diragukan keabsahannya dari Nabi SAW. Sedangkan Hadis Qudsi: tidak ada jaminan keabsahannya. Karena itu, ada Hadis Qudsi yang shahih, ada yang dhaif, dan bahkan ada yang palsu.
3. Al-Quran membacanya bernilai pahala setiap huruf. Orang yang membaca satu huruf al-Quran mendapat 10 pahala. Hadis Qudsi semata membaca tidak bernilai pahala. Kecuali jika diniati untuk mempelajari, sehinga bernilai ibadah pada kegiatan mempelajarinya.
4. Al-Quran teks dan maknanya merupakan mukjizat. Karena itu, tidak ada satupun makhluk yang bisa membuat 1 surat yang semisal al-Quran. Sedangkan Hadis Qudsi teks dan maknanya bukan mukjizat. Sehingga bisa saja seseorang membuat hadis qudsi palsu.
5. Al-Quran bersifat sakral, sehingga orang yang mengingkari satu huruf saja statusnya kafir. Sedangkan Hadis Qudsi tidak sakral, sehingga mengikuti kajian hadis pada umumnya. Karena itu, bisa saja orang tidak menerima hadis qudsi, mengingat status perawinya yang tidak bisa diterima.
6. Al-Quran tidak boleh disampaikan berdasarkan maknanya tanpa teks aslinya persis seperti yang Allah firmankan. Tidak boleh ada tambahan atau pengurangan satu hurufpun. Hadis Qudsi boleh disampaikan secara makna.
7. Al-Quran menjadi mukjizat yang Allah gunakan untuk menantang manusia, terutama masyarakat arab. Sedangkan Hadis Qudsi tidak digunakan sebagai tantangan kepada makhluk Allah lainnya.
(mhy)