Wabah di Amawas yang Ganas: Kisah Umar bin Khattab Lari dari Takdir
Senin, 18 Desember 2023 - 07:35 WIB
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab musibah datang silih berganti. Belum lagi bencana kelaparan di wilayah Jazirah Arab dapat diatasi secara tuntas, tiba-tiba datang berita yang cukup mengerikan dengan timbulnya wabah di Syam·dan menjalar terus ke Irak .
" Wabah itu berkecamuk di Amawas di bilangan Palestina, kemudian menjalar ke Syam, yang menewaskan setiap orang yang tertular dengan mengerikan sekali," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Setiap orang yang terserang wabah itu pasti disusul dengan kematian. Alangkah banyaknya mereka yang terjangkiti penyakit ini!
Wabah yang berlangsung selama sebulan itu telah menelan korban Muslimin sebanyak 25.000 orang, orang-orang penting dan terkemuka tidak sedikit di antara mereka, termasuk Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu'az bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Haris bin Hisyam, Suhail bin Amr, Utbah bin Suhail dan banyak lagi yang lain yang setingkat mereka.
Haris bin Hisyam yang berangkat dari Medinah ke Syam dengan tujuh puluh orang anggota keluarganya semua tewas, kecuali empat orang yang selamat.
Disebutkan, keempat puluh orang anak Khalid bin Walid tewas semua oleh wabah yang menyebar di kalangan tentara, begitu juga di kalangan penduduk sipil.
Semua orang dalam ketakutan, khawatir juga akan akibat-akibatnya. Andaikata pihak musuh mencoba kembali menyerang mereka niscaya mereka sudah tidak akan berdaya lagi mengadakan perlawanan.
"Akan tetapi pihak Romawi memang sudah sangat takut wabah itu akan menimpa mereka seperti yang sudah menimpa kaum Muslimin. Dan memang sudah tidak terpikir akan kembali lagi, karena takut oleh bencana yang sekarang sedang menimpa musuh mereka," tulis Haekal.
Tatkala baru mulai tersebar berita tentang wabah ini tidak begitu mengejutkan. Umar sudah berniat akan pergi ke Syam untuk mengurus segala yang diperlukan setelah kawasan itu dibebaskan. Ia sudah berangkat dari Madinah hingga mencapai Sar' di dekat Tabuk.
Ia dijemput oleh pemimpin-pemimpin militer seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah. Mereka memberitahukan bahwa daerah itu sedang dilanda penyakit menular, dengan menyampaian juga berita-berita sekitar wabah yang sangat ganas itu.
Umar merasa ngeri mendengarnya. Sorenya kaum Muhajirin yang mula-mula berkumpul dan bermusyawarah: Akan meneruskan perjalanan ke Syam dengan adanya penyakit menular demikian, atau akan kembali ke Medinah? Mereka bersilang pendapat.
Ada yang mengatakan: "Perjalanan kita demi di jalan Allah dengan segala akibatnya. Kita berpendapat bahaya apa pun bukan halangan."
Yang lain berkata: "Itu suatu bencana dan kepunahan. Kita kira tak perlu kita meneruskan perjalanan."
Di kalangan Ansar juga terdapat perbedaan pendapat seperti pada Muhajirin, seolah mereka mengulangi apa yang sudah mereka dengar.
Ketika itu Umar mengumpulkan kaum Muhajirin Quraisy yang pernah membebaskan Makkah dan ia meminta pendapat mereka. Tak ada yang berbeda pendapat, semua mengatakan: "Lebih baik kita kembali; itu adalah suatu bencana dan kepunahan."
Akhirnya, dengan perintah Umar, Ibn Abbas berseru agar mereka menyiapkan kendaraan. Selesai salat subuh Umar menoleh kepada mereka dan berkata: "Saya akan pulang, maka pulanglah kalian."
Abu Ubaidah tidak hadir tatkala Umar mengadakan rapat dan sudah mengambil keputusan. Setelah, kemudian mengetahui ia berkata: "Umar, kita akan lari dari takdir Allah!"
Sanggahan ini sangat mengejutkan Khalifah. Ia lama menatap Abu Ubaidah, kemudian katanya: "Ya, lari dari takdir Allah menuju takdir Allah juga."
Ia menunduk sebentar kemudian sambungnya: "Bagaimana pendapat Anda kalau ada orang turun ke sebuah wadi yang terdiri dari dua lereng, yang satu subur dan yang satu lagi tandus, bukankah yang menggembalakan di tempat tandus itu dengan takdir Allah, dan yang menggembalakan di daerah subur juga dengan takdir Allah?"
Setelah percakapan itu, Umar dan Abu Ubaidah membahas masalah Syam dan apa yang harus dilakukan menghadapi wabah itu.
Sementara keduanya sedang dalam pembicaraan tiba-tiba datang Abdur-Rahman bin Auf. Melihat orang sedang kacau demikian ia bertanya apa yang terjadi. Setelah diberitahukan duduk perkaranya ia berkata: "Mengenai soal ini ada yang saya ketahui. Rasulullah Sallalla hu 'alaihi wa sallam berkata: 'Jika ada wabah di suatu kota, janganlah kalian masuk. Kalau kalian sedang ada di dalamnya janganlah kalian lari ke luar'."
Mendengar hadis itu dibacakan Umar merasa tenteram, lalu katanya: "Alhamdulillah. Sekarang marilah kita bubar!"
" Wabah itu berkecamuk di Amawas di bilangan Palestina, kemudian menjalar ke Syam, yang menewaskan setiap orang yang tertular dengan mengerikan sekali," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Setiap orang yang terserang wabah itu pasti disusul dengan kematian. Alangkah banyaknya mereka yang terjangkiti penyakit ini!
Wabah yang berlangsung selama sebulan itu telah menelan korban Muslimin sebanyak 25.000 orang, orang-orang penting dan terkemuka tidak sedikit di antara mereka, termasuk Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu'az bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Haris bin Hisyam, Suhail bin Amr, Utbah bin Suhail dan banyak lagi yang lain yang setingkat mereka.
Haris bin Hisyam yang berangkat dari Medinah ke Syam dengan tujuh puluh orang anggota keluarganya semua tewas, kecuali empat orang yang selamat.
Disebutkan, keempat puluh orang anak Khalid bin Walid tewas semua oleh wabah yang menyebar di kalangan tentara, begitu juga di kalangan penduduk sipil.
Semua orang dalam ketakutan, khawatir juga akan akibat-akibatnya. Andaikata pihak musuh mencoba kembali menyerang mereka niscaya mereka sudah tidak akan berdaya lagi mengadakan perlawanan.
"Akan tetapi pihak Romawi memang sudah sangat takut wabah itu akan menimpa mereka seperti yang sudah menimpa kaum Muslimin. Dan memang sudah tidak terpikir akan kembali lagi, karena takut oleh bencana yang sekarang sedang menimpa musuh mereka," tulis Haekal.
Tatkala baru mulai tersebar berita tentang wabah ini tidak begitu mengejutkan. Umar sudah berniat akan pergi ke Syam untuk mengurus segala yang diperlukan setelah kawasan itu dibebaskan. Ia sudah berangkat dari Madinah hingga mencapai Sar' di dekat Tabuk.
Ia dijemput oleh pemimpin-pemimpin militer seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah. Mereka memberitahukan bahwa daerah itu sedang dilanda penyakit menular, dengan menyampaian juga berita-berita sekitar wabah yang sangat ganas itu.
Umar merasa ngeri mendengarnya. Sorenya kaum Muhajirin yang mula-mula berkumpul dan bermusyawarah: Akan meneruskan perjalanan ke Syam dengan adanya penyakit menular demikian, atau akan kembali ke Medinah? Mereka bersilang pendapat.
Ada yang mengatakan: "Perjalanan kita demi di jalan Allah dengan segala akibatnya. Kita berpendapat bahaya apa pun bukan halangan."
Yang lain berkata: "Itu suatu bencana dan kepunahan. Kita kira tak perlu kita meneruskan perjalanan."
Di kalangan Ansar juga terdapat perbedaan pendapat seperti pada Muhajirin, seolah mereka mengulangi apa yang sudah mereka dengar.
Ketika itu Umar mengumpulkan kaum Muhajirin Quraisy yang pernah membebaskan Makkah dan ia meminta pendapat mereka. Tak ada yang berbeda pendapat, semua mengatakan: "Lebih baik kita kembali; itu adalah suatu bencana dan kepunahan."
Akhirnya, dengan perintah Umar, Ibn Abbas berseru agar mereka menyiapkan kendaraan. Selesai salat subuh Umar menoleh kepada mereka dan berkata: "Saya akan pulang, maka pulanglah kalian."
Abu Ubaidah tidak hadir tatkala Umar mengadakan rapat dan sudah mengambil keputusan. Setelah, kemudian mengetahui ia berkata: "Umar, kita akan lari dari takdir Allah!"
Sanggahan ini sangat mengejutkan Khalifah. Ia lama menatap Abu Ubaidah, kemudian katanya: "Ya, lari dari takdir Allah menuju takdir Allah juga."
Ia menunduk sebentar kemudian sambungnya: "Bagaimana pendapat Anda kalau ada orang turun ke sebuah wadi yang terdiri dari dua lereng, yang satu subur dan yang satu lagi tandus, bukankah yang menggembalakan di tempat tandus itu dengan takdir Allah, dan yang menggembalakan di daerah subur juga dengan takdir Allah?"
Baca Juga
Setelah percakapan itu, Umar dan Abu Ubaidah membahas masalah Syam dan apa yang harus dilakukan menghadapi wabah itu.
Sementara keduanya sedang dalam pembicaraan tiba-tiba datang Abdur-Rahman bin Auf. Melihat orang sedang kacau demikian ia bertanya apa yang terjadi. Setelah diberitahukan duduk perkaranya ia berkata: "Mengenai soal ini ada yang saya ketahui. Rasulullah Sallalla hu 'alaihi wa sallam berkata: 'Jika ada wabah di suatu kota, janganlah kalian masuk. Kalau kalian sedang ada di dalamnya janganlah kalian lari ke luar'."
Mendengar hadis itu dibacakan Umar merasa tenteram, lalu katanya: "Alhamdulillah. Sekarang marilah kita bubar!"
(mhy)