Mullah Nashruddin, Berburu, dan Kuah Sup Bebek
Selasa, 11 Agustus 2020 - 09:41 WIB
Idries Shah dalam The Sufis menjelaskan, calon sufi juga harus memahami bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan didasarkan pada ukuran individu atau kelompok, bukan atas dasar fakta obyektif. (
)
Sampai ia mengalami hal ini secara internal dan juga menerimanya secara intelektual, ia tidak akan mampu mencapai pemahaman yang lebih dalam (batin). Skala pengubahan ini digambarkan oleh cerita tentang perburuan:
Seorang raja yang senang bergaul dengan Mullah Nashruddin , dan juga senang berburu, memerintahkannya untuk menyertainya dalam sebuah perburuan beruang. Nashruddin merasa sangat ketakutan. ( )
Ketika Nashruddin kembali ke desanya, seseorang bertanya kepadanya, "Bagaimana berburunya?"
"Luar biasa!"
"Berapa ekor beruang yang Anda lihat?"
"Tidak seekor pun."
"Lantas, bagaimana bisa luar biasa?"
"Jika engkau berburu beruang, dan jika engkau adalah aku, tidak melihat satu pun beruang merupakan pengalaman luar biasa."
Pengalaman internal tidak bisa disalurkan melalui pengulangan, tetapi harus disegarkan kembali secara terus-menerus dari sumbernya.
Menurut Idries Shah, banyak mazhab yang tetap beroperasi lama setelah dinamika aktualnya telah kering, semata-mata menjadi pusat pengulangan suatu doktrin yang semakin melemah. Nama ajaran tersebut mungkin tetap sama.
Ajaran tersebut mungkin tidak memiliki nilai lagi, bahkan mungkin bertentangan dengan makna asalnya, yang hampir semuanya selalu merupakan pendangkalan terhadap makna salah satu persoalan pokok dalam ceritanya tentang "Kuah Sup Bebek".
Seorang kerabat jauh mengunjungi Mullah Nashruddin, dengan membawa seekor bebek sebagai buah tangan. Karena gembira, Nashruddin memasaknya dan menyantapnya bersama tamunya. Akan tetapi, akhir-akhir ini orang-orang pedalaman silih berganti mengunjungi rumah Nashruddin, masing-masing orang mengaku sahabat dari "orang yang membawakan bebek itu sebagai buah tangan".
Lama-kelamaan Nashruddin terkuras. Akan tetapi, pada suatu hari seorang asing lainnya berkunjung, "Aku adalah sahabat dari sahabat dari sahabat kerabat yang membawakan bebek kepada Anda."
Ia duduk, seperti semua tamu-tamunya, mengharapkan sebuah hidangan. Akhirnya Nashruddin menghidangkan kepadanya semangkuk air panas.
"Apa ini?"
Sampai ia mengalami hal ini secara internal dan juga menerimanya secara intelektual, ia tidak akan mampu mencapai pemahaman yang lebih dalam (batin). Skala pengubahan ini digambarkan oleh cerita tentang perburuan:
Seorang raja yang senang bergaul dengan Mullah Nashruddin , dan juga senang berburu, memerintahkannya untuk menyertainya dalam sebuah perburuan beruang. Nashruddin merasa sangat ketakutan. ( )
Ketika Nashruddin kembali ke desanya, seseorang bertanya kepadanya, "Bagaimana berburunya?"
"Luar biasa!"
"Berapa ekor beruang yang Anda lihat?"
"Tidak seekor pun."
"Lantas, bagaimana bisa luar biasa?"
"Jika engkau berburu beruang, dan jika engkau adalah aku, tidak melihat satu pun beruang merupakan pengalaman luar biasa."
Pengalaman internal tidak bisa disalurkan melalui pengulangan, tetapi harus disegarkan kembali secara terus-menerus dari sumbernya.
Menurut Idries Shah, banyak mazhab yang tetap beroperasi lama setelah dinamika aktualnya telah kering, semata-mata menjadi pusat pengulangan suatu doktrin yang semakin melemah. Nama ajaran tersebut mungkin tetap sama.
Ajaran tersebut mungkin tidak memiliki nilai lagi, bahkan mungkin bertentangan dengan makna asalnya, yang hampir semuanya selalu merupakan pendangkalan terhadap makna salah satu persoalan pokok dalam ceritanya tentang "Kuah Sup Bebek".
Seorang kerabat jauh mengunjungi Mullah Nashruddin, dengan membawa seekor bebek sebagai buah tangan. Karena gembira, Nashruddin memasaknya dan menyantapnya bersama tamunya. Akan tetapi, akhir-akhir ini orang-orang pedalaman silih berganti mengunjungi rumah Nashruddin, masing-masing orang mengaku sahabat dari "orang yang membawakan bebek itu sebagai buah tangan".
Lama-kelamaan Nashruddin terkuras. Akan tetapi, pada suatu hari seorang asing lainnya berkunjung, "Aku adalah sahabat dari sahabat dari sahabat kerabat yang membawakan bebek kepada Anda."
Ia duduk, seperti semua tamu-tamunya, mengharapkan sebuah hidangan. Akhirnya Nashruddin menghidangkan kepadanya semangkuk air panas.
"Apa ini?"