Inilah Syarat untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup

Selasa, 18 Agustus 2020 - 17:04 WIB
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sultan Fatah Semarang Ustaz Saeful Huda (kiri) saat menyampaikan tausiyahnya. Foto/Istimewa
Setiap manusia , ingin memperoleh kehidupan mulia. Dalam arti, memiliki kedudukan yang mapan secara lahiriah (material finansial) dan batiniyah (moral-spiritual) di tengah lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk memperoleh kemuliaan itu, ada syarat yang harus dipenuhi seperti dijelaskan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sultan Fatah Semarang Ustaz Saeful Huda dalam tausiyah berikut.

Ada semboyan populer yang berbunyi:

عِشْ كَرِيْماً اَوْ مُتْ شَهِيْدًا

Artinya: Hidup mulia atau mati syahid . ( )

Hidup dihiasi perbuatan-perbuatan bermanfaat, baik yang bersifat vertikal berupa ketaatan kepada Allah Ta'ala, menjalankan segala perintah-Nya sekaligus menjauhi larangan-Nya, maupun bersifat horizontal. Berbuat amal saleh, kebajikan, yang ikhlas tanpa pamrih, sesuai dengan tuntunan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya , kepada sesama manusia.



Sedangkan ketika mati, mencapai nilai syahid , berkat sikap dan perilaku ketika menjalani tugas kewajiban di muka bumi.

...فَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ

إِلَيْهِ يَصْعَدُ ٱلْكَلِمُ ٱلطَّيِّبُ

وَٱلْعَمَلُ ٱلصَّٰلِحُ يَرْفَعُهُۥ ۚ

"Kemuliaan itu seluruhnya kepunyaan Allah. Kepada-Nyalah naik kalimat-kalimat yang baik dan amal saleh mengangkatnya." (QS Fathir: Ayat 10).

Menurut para salafush shalihin, syarat memperoleh bagian dari kemuliaan (izzah) adalah keimanan dan ketakwaan . Iman merupakan fondasi untuk menancapkan pilar-pilar takwa. Dan takwa itulah yang menjadi tangga pencapaian kemuliaan hidup di dunia kini dan di akhirat kelak.

Dalam takwa itu terdapat 'kalimat yang baik' (kalimatuth thayyibah). Prilaku yang serba bagus, mulai dari niat, ucapan, hingga tindakan. Semua menunjukkan kerendah-hatian, sopan-santun, lemah-lembut, kasih sayang, tunduk, dan patuh kepada aturan-aturan Allah Ta'ala. Dirumuskan oleh para ulama salafus shalihin, 'kalimat yang baik' meliputi doa, zikir, membaca Al-Qur'an , dan lain-lain, yang berkaitan dengan ibadah ritual.

Hubungan dengan Allah Ta'ala (hablum minallahi), serta perbuatan-perbuatan baik dan baik terhadap sesama manusia (hablum minannasi). Maka antara 'kalimat yang baik' dengan perbuatan baik dan baik atau amal saleh , tidak terpisahkan satu sama lain dalam menghasilkan kemuliaan dari Allah Ta'ala. Tegasnya, 'kalimat yang baik' yang merupakan presentasi hubungan dengan Allah Ta'ala, tidak sempurna tanpa amal soleh yang merupakan wujud hubungan dengan sesama manusia.

Ibadah ritual akan terangkat berkat ibadah sosial ( amal soleh ). Orang yang sudah beruntung mendapat kemuliaan dari Allah Ta'ala dalam bentuk harta kekayaan, pangkat, jabatan, ketinggian ilmu, ketekunan ibadah, serta bentuk-bentuk lain yang menjadi ciri kehormatan diri serta penghormatan orang lain, harus mampu mempertahankannya hingga akhir hayat. Jangan sampai ternodai oleh hal-hal yang dapat menghancurkan nilai kemuliaan itu.

Terutama sikap lupa diri dan penyalahgunaan wewenang. Tumpuan fondasi iman dan takwa jangan digoyahkan oleh perilaku-perilaku yang menyimpang dari 'kalimat thayyibah' dan amal saleh. (Baca Juga: Jauhi 12 Hal Ini Supaya Hidup Bahagia Dunia Akhirat)

Kejatuhan seseorang dari kemuliaan hidup yang sudah diperolehnya, akan muncul hanya karena menyimpang dari prinsip prinsip 'kalimat thayyibah' dan amal saleh. Merasa kuat, kaya, tampan, dan lain sebagainya, seolah-olah milik pribadi.

Lupa bahwa itu hanya pinjaman atau titipan dari Allah Ta'ala yang diberikan berkat 'kalimat thayyibah' dan amal saleh. Begitu 'kalimat thayyibah' dan amal saleh hilang, hilang pulalah kemuliaan itu dalam sekejap. Peringatan dari Allah Ta'ala, sangat jelas:

.. وَٱلَّذِينَ يَمْكُرُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۖ

وَمَكْرُ أُو۟لَٰٓئِكَ هُوَ يَبُورُ.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Siapa yang meninggal, sedangkan ia masih memiliki hutang puasa, maka yang membayarnya adalah walinya.

(HR. Muslim No. 1935)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More