Mulai Hari Ini, Muhammadiyah Gunakan Kalender Hijriah Global Tunggal
Minggu, 07 Juli 2024 - 05:15 WIB
Ini dengan asumsi jumlah umat Islam dunia diperkirakan sekitar 1,6 miliar sedangkan jumlah umat Islam Indonesia ditaksir sebesar 250 juta, atau sekitar 15%-nya.
Jika Rp15.000 triliun ini ditargetkan dilunasi dalam 500 tahun, maka beban pengumpulan zakat terutang ini Rp30 triliun per tahun.
Artinya, target pengumpulan zakat Baznas menjadi Rp (217+30) triliun per tahun. "Ini jelas sebuah proyek yang sangat besar dan akan sangat sulit pelaksanaanya," ujar Prof Tono.
Namun, sekali lagi, kesulitan itu tidak akan menggugurkan kewajiban umat Islam untuk melakukan upaya pembayaran
utang tersebut.
Jika para ulama sepakat bahwa karena terlalu besarnya utang tersebut, dan oleh karenanya pembayaran itu belum mampu dilakukan, bahkan harus dilakukan pemutihan, maka jumlah utangnya tetap harus dihitung secara akurat.
Setidak-tidaknya umat Islam harus memperbaiki sistem haul yang sesuai dengan syariah sehingga umat Islam generasi mendatang tidak harus menanggung beban kekurangan pembayaran generasi sekarang. Untuk itu, sebagai referensi, utang peradaban masa lalu harus diitung secara akurat juga.
Hanya saja, Prof Tono mengatakan, banyak umat Islam di dunia belum menyadari. Ini terbukti dengan kenyataan bahwa kehadiran kalender Islam masih belum dianggap penting dan karenanya kalender Islam cukup dilakukan secara instan melalui rukyatul hilal.
Kesadaran bahwa penggunaan Kalender Gregorian untuk kehidupan muamalah ternyata memiliki konsekuensi syariah yang sangat serius ternyata belum disadari.
"Atas kenyataan ini, diperkirakan akan diperlukan beberapa generasi untuk menyadarkan umat Islam dari kekeliruan masa lalu tersebut," ujarnya.
Artinya, ketersediaan sumberdaya manusia untuk mengampanyekan isu utang peradaban ini menjadi sangat penting.
Jika Rp15.000 triliun ini ditargetkan dilunasi dalam 500 tahun, maka beban pengumpulan zakat terutang ini Rp30 triliun per tahun.
Artinya, target pengumpulan zakat Baznas menjadi Rp (217+30) triliun per tahun. "Ini jelas sebuah proyek yang sangat besar dan akan sangat sulit pelaksanaanya," ujar Prof Tono.
Namun, sekali lagi, kesulitan itu tidak akan menggugurkan kewajiban umat Islam untuk melakukan upaya pembayaran
utang tersebut.
Jika para ulama sepakat bahwa karena terlalu besarnya utang tersebut, dan oleh karenanya pembayaran itu belum mampu dilakukan, bahkan harus dilakukan pemutihan, maka jumlah utangnya tetap harus dihitung secara akurat.
Setidak-tidaknya umat Islam harus memperbaiki sistem haul yang sesuai dengan syariah sehingga umat Islam generasi mendatang tidak harus menanggung beban kekurangan pembayaran generasi sekarang. Untuk itu, sebagai referensi, utang peradaban masa lalu harus diitung secara akurat juga.
Hanya saja, Prof Tono mengatakan, banyak umat Islam di dunia belum menyadari. Ini terbukti dengan kenyataan bahwa kehadiran kalender Islam masih belum dianggap penting dan karenanya kalender Islam cukup dilakukan secara instan melalui rukyatul hilal.
Kesadaran bahwa penggunaan Kalender Gregorian untuk kehidupan muamalah ternyata memiliki konsekuensi syariah yang sangat serius ternyata belum disadari.
"Atas kenyataan ini, diperkirakan akan diperlukan beberapa generasi untuk menyadarkan umat Islam dari kekeliruan masa lalu tersebut," ujarnya.
Artinya, ketersediaan sumberdaya manusia untuk mengampanyekan isu utang peradaban ini menjadi sangat penting.
(mhy)