Kisah Rabi', Pemuda Saleh yang Membuat Wanita Cantik Bertobat

Senin, 24 Agustus 2020 - 16:52 WIB
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sultan Fatah Semarang Ustaz Saeful Huda (kiri) saat menyampaikan tausiyahnya. Foto/Istimewa
Di antara banyak kisah pemuda yang sering diceritakan di berbagai majelis ilmu adalah Rabi' bin Khaitsam . Beliau dikenal sebagai ulama Tabi'in yang merupakan murid dari sahabat Abdullah bin Mas'ud RA. Sejak kecil sudah dikenal sebagai orang yang tekun beribadah .

Berikut kisah Rabi' bin Khaitsam yang menakjubkan sebagaimana diceritakan oleh Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sultan Fatah Semarang Ustaz Saeful Huda . Kisah ini sarat dengan hikmah besar dan motivasi bagi para pemuda untuk beramal saleh. ( )

Dikisahkan, Rabi' bin Khaitsam adalah seorang pemuda yang terkenal ahli ibadah dan tidak mau mendekati tempat maksiat sedikit pun. Jika berjalan pandangannya teduh tertunduk. Meskipun masih muda, kesungguhan Rabi' dalam beribadah diakui oleh banyak ulama dan ditulis dalam banyak kitab.

Imam Abdurrahman bin Ajlan meriwayatkan bahwa Rabi' bin Khaitsam pernah salat Tahajjud dengan membaca Surah Al-Jatsiya . Ketika sampai pada ayat ke-21, ia menangis. Ayat itu artinya, "Apakah orang-orang yang membuat kejahatan (dosa) itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka. Amat buruklah apa yang mereka sangka itu!"

Seluruh jiwa Rabi' larut dalam penghayatan ayat itu. Kehidupan dan kematian orang berbuat maksiat dengan orang yang mengerjakan amal saleh itu tidak sama! Rabi' terus menangis sesenggukan dalam salatnya.

Ia mengulang-ngulang ayat itu sampai terbit fajar.

Kesalehan Rabi' sering dijadikan teladan. Ibu-ibu dan orang tua sering menjadikan Rabi' sebagai profil pemuda alim yang harus dicontoh oleh anak-anak mereka. Memang selain ahli ibadah, Rabi' juga ramah. Wajahnya tenang dan murah senyum kepada sesama.

Namun, tidak semua orang suka dengan Rabi' . Ada sekelompok orang ahli maksiat yang tidak suka dengan kezuhudan Rabi' . Sekelompok orang itu ingin menghancurkan Rabi'. Mereka ingin mempermalukan Rabi’ dalam lembah kenistaan. Mereka tidak menempuh jalur kekerasan, tapi dengan cara yang halus dan licik.

Ada lagi sekelompok orang yang ingin menguji sampai sejauh mana ketangguhan iman Rabi' . Dua kelompok orang itu bersekutu. Mereka menyewa seorang wanita yang sangat cantik rupanya. Warna kulit dan bentuk tubuhnya mempesona. Mereka memerintahkan wanita itu untuk menggoda Rabi' agar bisa jatuh dalam lembah kenistaan.

Jika wanita cantik itu bisa menaklukkan Rabi' , maka ia akan mendapatkan upah yang sangat tinggi, sampai seribu dirham. Wanita itu begitu bersemangat dan yakin akan bisa membuat Rabi' takluk pada pesona kecantikannya. ( )

Tatkala malam datang, rencana jahat itu benar-benar dilaksanakan. Wanita itu berdandan sesempurna mungkin. Bulu-bulu matanya dibuat sedemikian lentiknya. Bibirnya merah basah. Ia memilih pakaian sutera yang terindah dan memakai wewangian yang merangsang. Setelah dirasa siap, ia mendatangi rumah Rabi' bin Khaitsam .

Ia duduk di depan pintu rumah menunggu Rabi' bin Khaitsam datang dari masjid. Suasana begitu sepi dan lenggang. Tak lama kemudian Rabi' datang. Wanita itu sudah siap dengan tipu dayanya. Mula-mula ia menutupi wajahnya dan keindahan pakaiannya dengan kain hitam.

Ia menyapa Rabi' , "Assalaamu'alaikum, apakah Anda punya setetes air penawar dahaga?"

"Wa'alaikumussalam. Insyaa Allah ada. Tunggu sebentar," jawab Rabi' tenang sambil membuka pintu rumahnya.

Ia lalu bergegas ke belakang mengambil air. Sejurus kemudian ia telah kembali dengan membawa secangkir air dan memberikannya pada wanita bercadar hitam. "Bolehkah aku masuk dan duduk sebentar untuk minum. Aku tak terbiasa minum dengan berdiri," kata wanita itu sambil memegang cangkir.

Rabi' agak ragu, namun mempersilakan juga setelah membuka jendela dan pintu lebar-lebar. Wanita itu lalu duduk dan minum. Usai minum wanita itu berdiri. Ia beranjak ke pintu dan menutup pintu. Sambil menyandarkan tubuhnya ke daun pintu ia membuka cadar dan kain hitam yang menutupi tubuhnya.

Ia lalu merayu Rabi' dengan kecantikannya. Rabi’ bin Khaitsam terkejut, namun itu tak berlangsung lama. Dengan tenang dan suara berwibawa ia berkata kepada wanita itu, "Wahai saudari, Allah berfirman, 'Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya". Allah yang Maha pemurah telah menciptakan dirimu dalam bentuk yang terbaik. Apakah setelah itu kau ingin Dia melemparkanmu ke tempat yang paling rendah dan hina, yaitu neraka?"

"Saudariku, seandainya saat ini Allah menurunkan penyakit kusta padamu. Kulit dan tubuhmu penuh parut busuk. Kecantikanmu hilang. Orang-orang jijik melihatmu. Apakah kau juga masih berani bertingkah seperti ini?"

"Saudariku, seandainya saat ini Malaikat maut datang menjemputmu, apakah kau sudah siap? Apakah kau rela pada dirimu sendiri menghadap Allah dengan keadaanmu seperti ini? Apa yang akan kau katakan kepada Malaikat Munkar dan Nakir di kubur? Apakah kau yakin kau bisa mempertanggungjawabkan apa yang kau lakukan saat ini pada Allah di Padang Mahsyar kelak?"

Suara Rabi' yang mengalir di relung jiwa yang penuh cahaya iman itu menembus hati dan nurani wanita itu. Mendengar perkataan Rabi' mukanya menjadi pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat. Air matanya meleleh.

Ia langsung memakai kembali kain hitam dan cadarnya. Lalu keluar dari rumah Rabi' dipenuhi rasa takut kepada Allah Ta'ala.

Perkataan Rabi' itu terus terngiang di telinganya dan menggedor dinding batinnya, sampai akhirnya jatuh pingsan di tengah jalan. Sejak itu ia bertobat dan berubah menjadi wanita ahli ibadah.

Orang-orang yang hendak memfitnah dan mempermalukan Rabi' kaget mendengar wanita itu bertobat . Mereka mengatakan, "Malaikat apa yang menemani Rabi'. Kita ingin menyeret Rabi' berbuat maksiat dengan wanita cantik itu, ternyata justru Rabi' yang membuat wanita itu bertobat !"

Rasa takut kepada Allah yang terbit dalam hati wanita itu sedemikian dahsyatnya. Berbulan-bulan ia terus beribadah dan mengiba ampunan dan belas kasih Allah Ta'ala. Ia tidak memikirkan apa-apa kecuali nasibnya di akhirat . Ia terus salat, bertasbih, berzikir dan puasa. Hingga akhirnya wanita itu wafat dalam keadaan sujud menghadap kiblat.

Tubuhnya kurus kering kerontang seperti batang korma terbakar di tengah padang pasir. Semoga bermanfaat. ( )

Ponpes Sultan Fatah Semarang
(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terbiasa membaca doa: YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu). Kemudian aku pun bertanya, Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang anda bawa. Lalu apakah anda masih khawatir kepada kami? Beliau menjawab: Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya.

(HR. Tirmidzi No. 2066)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More