Islam Sangat Suka Banyaknya Keturunan, namun Mendorong Keluarga Berencana
Minggu, 18 Agustus 2024 - 11:05 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) mengatakan Islam sangat suka terhadap banyaknya keturunan dan memberkati setiap anak, baik laki-laki ataupun perempuan .
Kendati demikian, tidak melarang keluarga berencana . Di antara sekian banyak alasan yang mendorong dilakukannya keluarga berencana, yaitu:
Pertama, mengkawatirkan terhadap kehidupan atau kesehatan si ibu apabila hamil atau melahirkan anak, setelah dilakukan suatu penelitian dan cheking oleh dokter yang dapat dipercaya. Karena firman Allah: "Jangan kamu mencampakkan diri-diri kamu ke dalam kebinasaan." ( QS al-Baqarah : 195)
Dan firman-Nya pula: "Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah maha belaskasih kepadamu." ( QS an-Nisa' : 28)
Kedua, khawatir akan terjadinya bahaya pada urusan dunia yang kadang-kadang bisa mempersukar beribadah, sehingga menyebabkan orang mau menerima barang yang haram dan mengerjakan yang terlarang, justru untuk kepentingan anak-anaknya. Sedang Allah telah berfirman:
"Allah berkehendak untuk memberikan kemudahan kepadamu, bukan berkehendak untuk memberi kesukaran kepadamu." ( QS al-Baqarah : 185)
"Allah tidak berkehendak untuk menjadikan suatu kesukaran kepadamu." ( QS al-Maidah : 6)
Termasuk yang mengkhawatirkan anak, ialah tentang kesehatan dan pendidikannya.
Usamah bin Zaid meriwayatkan:
Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW kemudian ia berkata: "ya Rasulullah! Sesungguhnya saya melakukan azl (mengeluarkan mani di luar rahim ketika terasa akan keluar) pada istriku."
Kemudian Nabi bertanya: "mengapa kamu berbuat begitu?"
Si laki-laki tersebut menjawab: "karena saya merasa kasihan terhadap anaknya", atau ia berkata: "anak-anaknya."
Lantas Nabi bersabda: "seandainya hal itu berbahaya, niscaya akan membahayakan bangsa Persi dan Rum." (Riwayat Muslim)
Al-Qardhawi mengatakan seolah-olah Nabi mengetahui bahwa situasi individu, yang dialami oleh si laki-laki tersebut, tidaklah berbahaya untuk seluruh bangsa, dengan dasar bangsa Persi dan Rum tidak mengalami bahaya apa-apa, padahal mereka biasa melakukan persetubuhan waktu hamil dan menyusui, sedang waktu itu kedua bangsa ini merupakan bangsa yang terkuat di dunia.
Ketiga, keharusan melakukan azl yang biasa terkenal dalam syara' ialah karena mengkhawatirkan kondisi perempuan yang sedang menyusui kalau hamil dan melahirkan anak baru.
Nabi menamakan bersetubuh sewaktu perempuan masih menyusui, dengan ghilah atau ghail, karena penghamilan itu dapat merusak air susu dan melemahkan anak. Dan dinamakannya ghilah atau ghail karena suatu bentuk kriminalitas yang sangat rahasia terhadap anak yang sedang disusui. Oleh karena itu sikap seperti ini dapat dipersamakan dengan pembunuhan misterius (rahasia).
Nabi Muhammad SAW selalu berusaha demi kesejahteraan umatnya. Untuk itu ia perintahkan kepada umatnya ini supaya berbuat apa yang kiranya membawa maslahah dan melarang yang kiranya membawa bahaya. Di antara usahanya ialah beliau bersabda:
"Jangan kamu membunuh anak-anakmu dengan rahasia, sebab ghail itu biasa dikerjakan orang Persi kemudian merobohkannya." (Riwayat Abu Daud)
Al-Qardhawi menjelaskan bahwa Rasulullah sendiri tidak memperkeras larangannya ini sampai ke tingkat haram, sebab beliau juga banyak memperhatikan keadaan bangsa yang kuat di zamannya yang melakukan ghilah, tetapi tidak membahayakan.
Dengan demikian bahaya di sini satu hal yang tidak dapat dielakkan, sebab ada juga seorang suami yang kawatir berbuat zina kalau larangan menyetubuhi isteri yang sedang menyusui itu dikukuhkan. Sedang masa menyusui itu kadang-kadang berlangsung selama dua tahun bagi orang yang hendak menyempurnakan penyusuan.
Untuk itu semua, Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh saya bermaksud akan melarang ghilah, kemudian saya lihat orang-orang Persi dan Rum melakukannya, tetapi ternyata tidak membahayakan anaknya sedikitpun." (Riwayat Muslim)
Kendati demikian, tidak melarang keluarga berencana . Di antara sekian banyak alasan yang mendorong dilakukannya keluarga berencana, yaitu:
Pertama, mengkawatirkan terhadap kehidupan atau kesehatan si ibu apabila hamil atau melahirkan anak, setelah dilakukan suatu penelitian dan cheking oleh dokter yang dapat dipercaya. Karena firman Allah: "Jangan kamu mencampakkan diri-diri kamu ke dalam kebinasaan." ( QS al-Baqarah : 195)
Dan firman-Nya pula: "Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah maha belaskasih kepadamu." ( QS an-Nisa' : 28)
Kedua, khawatir akan terjadinya bahaya pada urusan dunia yang kadang-kadang bisa mempersukar beribadah, sehingga menyebabkan orang mau menerima barang yang haram dan mengerjakan yang terlarang, justru untuk kepentingan anak-anaknya. Sedang Allah telah berfirman:
"Allah berkehendak untuk memberikan kemudahan kepadamu, bukan berkehendak untuk memberi kesukaran kepadamu." ( QS al-Baqarah : 185)
"Allah tidak berkehendak untuk menjadikan suatu kesukaran kepadamu." ( QS al-Maidah : 6)
Termasuk yang mengkhawatirkan anak, ialah tentang kesehatan dan pendidikannya.
Usamah bin Zaid meriwayatkan:
Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW kemudian ia berkata: "ya Rasulullah! Sesungguhnya saya melakukan azl (mengeluarkan mani di luar rahim ketika terasa akan keluar) pada istriku."
Kemudian Nabi bertanya: "mengapa kamu berbuat begitu?"
Si laki-laki tersebut menjawab: "karena saya merasa kasihan terhadap anaknya", atau ia berkata: "anak-anaknya."
Lantas Nabi bersabda: "seandainya hal itu berbahaya, niscaya akan membahayakan bangsa Persi dan Rum." (Riwayat Muslim)
Al-Qardhawi mengatakan seolah-olah Nabi mengetahui bahwa situasi individu, yang dialami oleh si laki-laki tersebut, tidaklah berbahaya untuk seluruh bangsa, dengan dasar bangsa Persi dan Rum tidak mengalami bahaya apa-apa, padahal mereka biasa melakukan persetubuhan waktu hamil dan menyusui, sedang waktu itu kedua bangsa ini merupakan bangsa yang terkuat di dunia.
Ketiga, keharusan melakukan azl yang biasa terkenal dalam syara' ialah karena mengkhawatirkan kondisi perempuan yang sedang menyusui kalau hamil dan melahirkan anak baru.
Nabi menamakan bersetubuh sewaktu perempuan masih menyusui, dengan ghilah atau ghail, karena penghamilan itu dapat merusak air susu dan melemahkan anak. Dan dinamakannya ghilah atau ghail karena suatu bentuk kriminalitas yang sangat rahasia terhadap anak yang sedang disusui. Oleh karena itu sikap seperti ini dapat dipersamakan dengan pembunuhan misterius (rahasia).
Nabi Muhammad SAW selalu berusaha demi kesejahteraan umatnya. Untuk itu ia perintahkan kepada umatnya ini supaya berbuat apa yang kiranya membawa maslahah dan melarang yang kiranya membawa bahaya. Di antara usahanya ialah beliau bersabda:
"Jangan kamu membunuh anak-anakmu dengan rahasia, sebab ghail itu biasa dikerjakan orang Persi kemudian merobohkannya." (Riwayat Abu Daud)
Al-Qardhawi menjelaskan bahwa Rasulullah sendiri tidak memperkeras larangannya ini sampai ke tingkat haram, sebab beliau juga banyak memperhatikan keadaan bangsa yang kuat di zamannya yang melakukan ghilah, tetapi tidak membahayakan.
Dengan demikian bahaya di sini satu hal yang tidak dapat dielakkan, sebab ada juga seorang suami yang kawatir berbuat zina kalau larangan menyetubuhi isteri yang sedang menyusui itu dikukuhkan. Sedang masa menyusui itu kadang-kadang berlangsung selama dua tahun bagi orang yang hendak menyempurnakan penyusuan.
Untuk itu semua, Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh saya bermaksud akan melarang ghilah, kemudian saya lihat orang-orang Persi dan Rum melakukannya, tetapi ternyata tidak membahayakan anaknya sedikitpun." (Riwayat Muslim)
(mhy)