Beda Rafidah dan Syiah: Hati-Hati Jangan Sampai Tersesat!
Selasa, 01 Oktober 2024 - 18:16 WIB
Mahmud az-Zaby mengatakan umat Islam suka mencampuradukkan antara al-rafadh (berpaham Rafidhah) dan al-tasyayyu' (berpaham Syi'ah ). Mereka tidak bisa membedakan kedua istilah tersebut. Ini disebabkan ketidakpahaman tentang akidah mereka sendiri.
Mereka tidak mau mengkaji akidah Islam secara benar dari sumbernya yang asli dan otentik, yaitu al-Qur'an dan hadis , serta pendapat para sahabat Nabi , pengikutnya ( tabi'in ) dan generasi ketiga (tabi'it-tabi'in). Padahal, mereka itu tiga angkatan, yang dinilai oleh Rasulullah SAW sebagai generasi terbaik umat Islam.
"Masalahnya, sebagian umat tidak mau mempelajari Islam dan ilmunya," tulis Mahmud az-Zaby dalam bukunya berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi" (Penerbit Pustaka, 1989).
Akibatnya, lanjut Mahmud, akidah Islam mereka artikan secara tidak proporsional. Mereka tidak tertarik untuk menjaga kesucian dan kemurnian akidah Islam. Bahkan mereka hampir tidak mengenal satu pun buku yang membicarakan akidah Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama'ah .
Akibatnya, mereka akan terjebak tatkala membaca buku-buku tafsir dan hadis, yang mengandung kisah-kisah israiliyyat dan kisah-kisah palsu. Atau, mereka memahami akidah Islam dari literatur-literatur baru tanpa dasar yang kokoh dan benar. Karena itu, mereka terputus dari ulama salaf salih, yang mendapatkan kerelaan dari Allah.
Menurut Mahmud az-Zaby, karena ketidaktahuan itu, pulalah yang membuat mereka menganut paham yang berlawanan dengan akidah ulama salaf. Misalnya, tanpa disadari, mereka menganut ajaran kaum Rafidhah , Qadariyah, Khawarij dan Jahamiyah.
Bahkan, ketidaktahuan itu berakibat buruk. "Ketika Anda mencoba meluruskan pemahaman mereka, dan mengembalikannya kepada pemahaman dan akidah salaf yang benar, mereka tidak memperdulikan koreksi Anda. Mereka telah menjadi penganut fanatik," katanya.
Kenyataan ini dikhawatirkan melanda umat Islam. Apalagi bila para ulama tidak berperan-serta mengajarkan dan menanamkan akidah kepada setiap Muslim. Ilmu akidah mestinya diberikan lebih dini daripada ilmu-ilmu lain, seperti dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Akibat logis dari strategi, pendidikan yang salah selama ini --tidak menanamkan akidah lebih dini-- maka banyak umat Islam resah atau bingung menghadapi paham-paham yang, sebelumnya, dipandang jelas dan tuntas oleh kaum Sunni.
Paham-paham yang mapan itu seharusnya tetap tertanam di hati kaum Muslimin saat ini. Mereka membutuhkan itu, karena sejarah berulang dengan sendirinya.
Pengertian Etimologi dan Istilah
Menurut bahasa, rafadh berarti meninggalkan, menyempal (taraka). Sedangkan al-Rafidhah berarti: sempalan atau salah satu golongan (firqah) dari Syi'ah. Menurut al-Ashmu'i, disebut demikian, karena mereka menyempal dari salah seorang imam Syi'ah, yaitu Zayd ibn 'Ali.
Tasyuyyu', menurut bahasa berarti sikap menganut atau mendukung. Syi'at al-rijal berarti penganut dan pendukung seseorang. Jadi, kata-kata tasyayya'arrajul, artinya; seorang lelaki menganut paham Syi'ah.
Setiap masyarakat memiliki sesuatu pandangan. Sebagian mereka mengikuti pendapat yang lain. Mereka adalah satu kelompok, seperti firman Allah: "Sebagaimana dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa lalu." ( QS Saba' ; 34:54)
Sedangkan pengertian istilah dan syari'at antara rafadh dan tasyayyu', ada perbedaan yang mencolok. "Ini perlu kita ketahui, bila hendak menolak tuduhan palsu kaum Rafidhah terhadap kaum Sunni," ujar Mahmud az-Zaby.
Kaum Rafidhah selalu mengacaukan pengertian rafadh di kalangan umat Islam, dan menyelewengkan makna kecintaan umat kepada keluarga Nabi. Ini mereka lakukan untuk merusak kesucian Islam dengan syi'ar yang palsu.
Menurut syariat agama, kata Mahmud az-Zaby, istilah rafadh berarti sikap memuliakan Ali ibn Abi Thalib lebih dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab . Menurut mereka, 'Ali lebih utama dibanding mereka berdua. Karena itu, 'Ali lebih pantas menduduki kursi kekhalifahan. Dalam hal ini, mereka tidak sampai mencaci maki Abu Bakar dan 'Umar.
Mereka tidak mau mengkaji akidah Islam secara benar dari sumbernya yang asli dan otentik, yaitu al-Qur'an dan hadis , serta pendapat para sahabat Nabi , pengikutnya ( tabi'in ) dan generasi ketiga (tabi'it-tabi'in). Padahal, mereka itu tiga angkatan, yang dinilai oleh Rasulullah SAW sebagai generasi terbaik umat Islam.
"Masalahnya, sebagian umat tidak mau mempelajari Islam dan ilmunya," tulis Mahmud az-Zaby dalam bukunya berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi" (Penerbit Pustaka, 1989).
Akibatnya, lanjut Mahmud, akidah Islam mereka artikan secara tidak proporsional. Mereka tidak tertarik untuk menjaga kesucian dan kemurnian akidah Islam. Bahkan mereka hampir tidak mengenal satu pun buku yang membicarakan akidah Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama'ah .
Akibatnya, mereka akan terjebak tatkala membaca buku-buku tafsir dan hadis, yang mengandung kisah-kisah israiliyyat dan kisah-kisah palsu. Atau, mereka memahami akidah Islam dari literatur-literatur baru tanpa dasar yang kokoh dan benar. Karena itu, mereka terputus dari ulama salaf salih, yang mendapatkan kerelaan dari Allah.
Menurut Mahmud az-Zaby, karena ketidaktahuan itu, pulalah yang membuat mereka menganut paham yang berlawanan dengan akidah ulama salaf. Misalnya, tanpa disadari, mereka menganut ajaran kaum Rafidhah , Qadariyah, Khawarij dan Jahamiyah.
Bahkan, ketidaktahuan itu berakibat buruk. "Ketika Anda mencoba meluruskan pemahaman mereka, dan mengembalikannya kepada pemahaman dan akidah salaf yang benar, mereka tidak memperdulikan koreksi Anda. Mereka telah menjadi penganut fanatik," katanya.
Kenyataan ini dikhawatirkan melanda umat Islam. Apalagi bila para ulama tidak berperan-serta mengajarkan dan menanamkan akidah kepada setiap Muslim. Ilmu akidah mestinya diberikan lebih dini daripada ilmu-ilmu lain, seperti dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Akibat logis dari strategi, pendidikan yang salah selama ini --tidak menanamkan akidah lebih dini-- maka banyak umat Islam resah atau bingung menghadapi paham-paham yang, sebelumnya, dipandang jelas dan tuntas oleh kaum Sunni.
Paham-paham yang mapan itu seharusnya tetap tertanam di hati kaum Muslimin saat ini. Mereka membutuhkan itu, karena sejarah berulang dengan sendirinya.
Pengertian Etimologi dan Istilah
Menurut bahasa, rafadh berarti meninggalkan, menyempal (taraka). Sedangkan al-Rafidhah berarti: sempalan atau salah satu golongan (firqah) dari Syi'ah. Menurut al-Ashmu'i, disebut demikian, karena mereka menyempal dari salah seorang imam Syi'ah, yaitu Zayd ibn 'Ali.
Tasyuyyu', menurut bahasa berarti sikap menganut atau mendukung. Syi'at al-rijal berarti penganut dan pendukung seseorang. Jadi, kata-kata tasyayya'arrajul, artinya; seorang lelaki menganut paham Syi'ah.
Setiap masyarakat memiliki sesuatu pandangan. Sebagian mereka mengikuti pendapat yang lain. Mereka adalah satu kelompok, seperti firman Allah: "Sebagaimana dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa lalu." ( QS Saba' ; 34:54)
Sedangkan pengertian istilah dan syari'at antara rafadh dan tasyayyu', ada perbedaan yang mencolok. "Ini perlu kita ketahui, bila hendak menolak tuduhan palsu kaum Rafidhah terhadap kaum Sunni," ujar Mahmud az-Zaby.
Kaum Rafidhah selalu mengacaukan pengertian rafadh di kalangan umat Islam, dan menyelewengkan makna kecintaan umat kepada keluarga Nabi. Ini mereka lakukan untuk merusak kesucian Islam dengan syi'ar yang palsu.
Menurut syariat agama, kata Mahmud az-Zaby, istilah rafadh berarti sikap memuliakan Ali ibn Abi Thalib lebih dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab . Menurut mereka, 'Ali lebih utama dibanding mereka berdua. Karena itu, 'Ali lebih pantas menduduki kursi kekhalifahan. Dalam hal ini, mereka tidak sampai mencaci maki Abu Bakar dan 'Umar.