Pengertian Wahabi: Benarkan Julukan bagi Orang yang Melanggar Tradisi?
Selasa, 22 Oktober 2024 - 09:00 WIB
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata dalam hati, "Ini adalah seorang Syaikh yang tawadhu' (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati)."
Lalu Syaikh membuka pelajaran-pelajaran dengan ucapan, "Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan...", dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam biasa membuka khotbah dan pelajarannnya.
Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadis-hadis seraya menjelaskan derajat shahih-nya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya.
Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Quranun Karim dan sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.
Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan salaf. Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini termasuk tanaabuzun bil alqab (memanggil dengan panggilan- panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firman-Nya, "Dan janganlah kamu panggil-mamanggil dengan gelar-gelaran yang buruk." ( QS Al-Hujurat : 11)
Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi'i dengan rafidah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan, "Jika rafidah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidah."
Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair, "Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahabi."
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu kembali berkisah, ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, "Inilah Syaikh yang sesungguhnya!"
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya, yaitu Muhammad.
Betapa pun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhaab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang baik (Asmaa'ul Husnaa). (*)
Lalu Syaikh membuka pelajaran-pelajaran dengan ucapan, "Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan...", dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam biasa membuka khotbah dan pelajarannnya.
Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadis-hadis seraya menjelaskan derajat shahih-nya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya.
Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Quranun Karim dan sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.
Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan salaf. Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini termasuk tanaabuzun bil alqab (memanggil dengan panggilan- panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firman-Nya, "Dan janganlah kamu panggil-mamanggil dengan gelar-gelaran yang buruk." ( QS Al-Hujurat : 11)
Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi'i dengan rafidah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan, "Jika rafidah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidah."
Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair, "Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahabi."
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu kembali berkisah, ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, "Inilah Syaikh yang sesungguhnya!"
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya, yaitu Muhammad.
Betapa pun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhaab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang baik (Asmaa'ul Husnaa). (*)
(mhy)