Adab Memilih Pemimpin dalam Islam: Dahulukan Pertimbangan Agama
Selasa, 26 November 2024 - 05:15 WIB
Setelah dilantik terkadang masyarakat tidak menyadari akan kesalahannya sendiri dalam menentukan pilihannya.
Padahal sesungguhnya rakyat harus taat dan patuh kepada pimpinannya selama pimpinan itu berada pada aturan agama. Masyarakat yang telah memenuhi syarat dalam negara demokrasi berhak menentukan hak pilihnya. Kewajiban merupakan hal yang mudah diucapkan, akan tetapi fakta dan pengaplikasiannya sangat berat.
Kewajiban adalah satu hal yang menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu kewajiban dalam menentukan perubahan dalam menata pemerintahan tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak di antaranya orang yang mempunyai kemampuan untuk memimpin.
Abu Bakar yang merupakan Khalifah pertama setelah Nabi Muhammad wafat dalam pidato pertamanya setelah diangkat menjadi khalifah, seperti dikutip dari A. Syalabi oleh Siri (2017) dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam sebagai berikut:
“Wahai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jika aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah saya pandang kuat, sehingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-nya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan Rasul-Nya kamu tak perlu menaatiku”.
Dari isi pidato Abu bakar tersebut, dapat dipahami bahwa seorang pemimpin adalah orang yang mengemban amanah seluruh masyarakat yang dipimpinnya.
Memilih Pemimpin yang Baik
Masyarakat telah memberikan amanah kepada seseorang untuk menjadi pemimpin secara tidak langsung mereka merupakan wakil seorang pemilih.
Tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh pemimpin akan berdampak kepada pemilihnya jika seorang memilih tanpa sesuai dengan syarat dan kriteria yang ditetapkan Agama.
Memahamkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang baik itu sangat penting. Jangan hanya dipengaruhi oleh orang yang tidak mempunyai kompetensi sebagai pemimpin yang akan dapat merusak tatanan pemerintah.
Zulkarnaini dalam "Memilih Pemimpin Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah" (Jurnal Manajemen Dakwah, 2018) mengatakan agama merupakan prioritas utama dalam menentukan pemimpin tersebut. Dalam hadis dinyatakan bahwa mendahulukan pertimbangan agama dalam memilih pasangan rumah tangga adalah syarat untuk memperoleh keberuntungan.
Dalam hadis lain dinyatakan bahwa yang akan dipilih menjadi pemimpin (amir) itu adalah seseorang yang layak diutamakan sebagai imam salat.
Dalam menata pemerintahan, pemimpin adalah orang yang paling berpengaruh dalam menentukan nasib bangsa, negeri dan masyarakatnya. Untuk itu memimpin sebuah pemerintahan dibutuhkan orang yang ahli dan mempunyai kapasitas yang mumpuni sehingga akan dapat mengantarkan pemerintahan yang baik dan berkualitas.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri realitas saat ini banyaknya muncul semangat orang berkeinginan menjadi pemimpin, apalagi sistem demokrasi yang memberikan kebebasan dan peluang sebesar-besarnya bagi semua kalangan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin. Tapi terkadang hasil dari pemilihan tersebut kurang baik dan maksimal karena dalam sistem demokrasi menyamaratakan semua kalangan baik cendekiawan dan orang berilmu dengan orang yang sama sekali tidak memiliki ilmu pengetahuan.
Akhirnya tidak heran jika hasil pemilihan dari proses pemilihan berdampak kurang baik dalam mengelola kepemimpinan dan pemerintahan.
Sistem demokrasi dan abainya kita dalam memberikan pemahaman tentang perlunya memilih pemimpin yang baik kepada masyarakat membawa dampak buruk dalam pengelolaan pemerintahan.
Apalagi ditambah dengan sistem demokrasi dengan praktik politik uang yang semakin menghancurkan bangsa dan masyarakat.
Padahal sesungguhnya rakyat harus taat dan patuh kepada pimpinannya selama pimpinan itu berada pada aturan agama. Masyarakat yang telah memenuhi syarat dalam negara demokrasi berhak menentukan hak pilihnya. Kewajiban merupakan hal yang mudah diucapkan, akan tetapi fakta dan pengaplikasiannya sangat berat.
Kewajiban adalah satu hal yang menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu kewajiban dalam menentukan perubahan dalam menata pemerintahan tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak di antaranya orang yang mempunyai kemampuan untuk memimpin.
Abu Bakar yang merupakan Khalifah pertama setelah Nabi Muhammad wafat dalam pidato pertamanya setelah diangkat menjadi khalifah, seperti dikutip dari A. Syalabi oleh Siri (2017) dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam sebagai berikut:
“Wahai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jika aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah saya pandang kuat, sehingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-nya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan Rasul-Nya kamu tak perlu menaatiku”.
Dari isi pidato Abu bakar tersebut, dapat dipahami bahwa seorang pemimpin adalah orang yang mengemban amanah seluruh masyarakat yang dipimpinnya.
Baca Juga
Memilih Pemimpin yang Baik
Masyarakat telah memberikan amanah kepada seseorang untuk menjadi pemimpin secara tidak langsung mereka merupakan wakil seorang pemilih.
Tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh pemimpin akan berdampak kepada pemilihnya jika seorang memilih tanpa sesuai dengan syarat dan kriteria yang ditetapkan Agama.
Memahamkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang baik itu sangat penting. Jangan hanya dipengaruhi oleh orang yang tidak mempunyai kompetensi sebagai pemimpin yang akan dapat merusak tatanan pemerintah.
Zulkarnaini dalam "Memilih Pemimpin Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah" (Jurnal Manajemen Dakwah, 2018) mengatakan agama merupakan prioritas utama dalam menentukan pemimpin tersebut. Dalam hadis dinyatakan bahwa mendahulukan pertimbangan agama dalam memilih pasangan rumah tangga adalah syarat untuk memperoleh keberuntungan.
Dalam hadis lain dinyatakan bahwa yang akan dipilih menjadi pemimpin (amir) itu adalah seseorang yang layak diutamakan sebagai imam salat.
Dalam menata pemerintahan, pemimpin adalah orang yang paling berpengaruh dalam menentukan nasib bangsa, negeri dan masyarakatnya. Untuk itu memimpin sebuah pemerintahan dibutuhkan orang yang ahli dan mempunyai kapasitas yang mumpuni sehingga akan dapat mengantarkan pemerintahan yang baik dan berkualitas.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri realitas saat ini banyaknya muncul semangat orang berkeinginan menjadi pemimpin, apalagi sistem demokrasi yang memberikan kebebasan dan peluang sebesar-besarnya bagi semua kalangan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin. Tapi terkadang hasil dari pemilihan tersebut kurang baik dan maksimal karena dalam sistem demokrasi menyamaratakan semua kalangan baik cendekiawan dan orang berilmu dengan orang yang sama sekali tidak memiliki ilmu pengetahuan.
Akhirnya tidak heran jika hasil pemilihan dari proses pemilihan berdampak kurang baik dalam mengelola kepemimpinan dan pemerintahan.
Sistem demokrasi dan abainya kita dalam memberikan pemahaman tentang perlunya memilih pemimpin yang baik kepada masyarakat membawa dampak buruk dalam pengelolaan pemerintahan.
Apalagi ditambah dengan sistem demokrasi dengan praktik politik uang yang semakin menghancurkan bangsa dan masyarakat.
Lihat Juga :