Tunangan Mirip Resepsi Pernikahan, Bolehkah Hubungan Lebih Mesra?

Jum'at, 11 September 2020 - 05:00 WIB
Ilustrasi/Ist
DI era kini, beberapa orang lazim menggelar acara tunangan atau lamaran (khitbah) sebelum melakukan pernikahan . Seorang laki-laki melamar pujaan hatinya melalui kedua orang tua si gadis. Kedua orang tua atau wali menerima dan menyetujui lamaran tersebut. Pesta kecil pun digelar dengan mengundang kerabat dan teman-teman sebagai "pengumuman" tentang lamaran tersebut. Jadi sudah mirip resepsi pernikahan. ( )


Maka dari itu, tidak jarang setelah acara tunangan, pasangan ini seakan-akan merasa lebih bebas. Hubungan mereka lebih mesra. Acapkali mereka menganggap persetujuan kedua orang tua si gadis sebagai perkawinan menurut syari'at sehingga memperbolehkan mereka berduaan. Apakah hal demikian dibolehkan? ( )


Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer menjelaskan khitbah (meminang, melamar, bertunangan) menurut bahasa, adat, dan syara, bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakan mukadimah (pendahuluan) bagi perkawinan dan pengantar ke sana. ( )


Seluruh kitab kamus membedakan antara kata-kata "khitbah" (melamar) dan "zawaj" (kawin); adat kebiasaan juga membedakan antara lelaki yang sudah meminang (bertunangan) dengan yang sudah kawin; dan syari'at membedakan secara jelas antara kedua istilah tersebut. Karena itu, khitbah tidak lebih dari sekadar mengumumkan keinginan untuk kawin dengan wanita tertentu. Sedangkan zawaj (perkawinan) merupakan aqad yang mengikat dan perjanjian yang kuat yang mempunyai batas-batas, syarat-syarat, hak-hak, dan akibat-akibat tertentu. ( )


Al Qur'an telah mengungkapkan kedua perkara tersebut, yaitu ketika membicarakan wanita yang kematian suami:



لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ

"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah) itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf (sindiran yang baik). Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah sebelum habis 'iddahnya." (QS Al Baqarah: 235)



Khitbah, meski bagaimanapun dilakukan berbagai upacara, menurut Al-Qardhawi, hal itu tak lebih hanya untuk menguatkan dan memantapkannya saja. Dan khitbah bagaimanapun keadaannya tidak akan dapat memberikan hak apa-apa kepada si peminang melainkan hanya dapat menghalangi lelaki lain untuk meminangnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis : "Tidak boleh salah seorang diantara kamu meminang pinangan saudaranya." (Muttafaq 'alaih)

Karena itu, Al-Qardhawi mengingatkan, yang penting dan harus diperhatikan di sini bahwa wanita yang telah dipinang atau dilamar tetap merupakan orang asing (bukan mahram) bagi si pelamar sehingga terselenggara perkawinan (akad nikah) dengannya. ( )

Tidak boleh si wanita diajak hidup serumah (rumah tangga) kecuali setelah dilaksanakan akad nikah yang benar menurut syara', dan rukun asasi dalam akad ini ialah ijab dan kabul . Ijab dan kabul adalah lafal-lafal (ucapan-ucapan) tertentu yang sudah dikenal dalam adat dan syara'.

Selama akad nikah - dengan ijab dan kabul - ini belum terlaksana, maka perkawinan itu belum terwujud dan belum terjadi, baik menurut adat, syara', maupun undang-undang.



Wanita tunangannya tetap sebagai orang asing bagi si peminang (pelamar) yang tidak halal bagi mereka untuk berduaan dan bepergian berduaan tanpa disertai salah seorang mahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya.

Separo Harga

Menurut ketetapan syara, yang sudah dikenal bahwa lelaki yang telah mengawini seorang wanita lantas meninggalkan (menceraikan) isterinya itu sebelum ia mencampurinya, maka ia berkewaiiban memberi mahar kepada isterinya separo harga.



Allah berfirman:



وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ

"Jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu mencampuri mereka, padahal sesungguhnya kamu telah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah ..." (QS Al Baqarah: 237)



Adapun jika peminang meninggalkan (menceraikan) wanita pinangannya setelah dipinangnya, baik selang waktunya itu panjang maupun pendek, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa kecuali hukuman moral dan adat yang berupa celaan dan cacian.

Menurut Al-Qardhawi, kalau demikian keadaannya, mana mungkin si peminang akan diperbolehkan berbuat terhadap wanita pinangannya sebagaimana yang diperbolehkan bagi orang yang telah melakukan akad nikah.



Selanjutnya, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi memperingatkan kepada para orang tua dan para wali agar mewaspadai anak-anak perempuannya, jangan gegabah membiarkan mereka yang sudah bertunangan. "Sebab, zaman itu selalu berubah dan, begitu pula hati manusia. Sikap gegabah pada awal suatu perkara dapat menimbulkan akibat yang pahit dan getir. Sebab itu, berhenti pada batas-batas Allah merupakan tindakan lebih tepat dan lebih utama," tuturnya.

وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"... Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS Al Baqarah: 229)

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An Nur: 52)
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Zaid bin Khalid Al Juhaini bahwasanya dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memimpin kami shalat Shubuh di Hudaibiyyah pada suatu malam sehabis turun hujan. Setelah selesai Beliau menghadapkan wajahnya kepada orang banyak lalu bersabda: Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian? Orang-orang menjawab, Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Allah berfirman: Di pagi ini ada hamba-hamba Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir, orang yang berkata bahwa Hujan turun kepada kita karena karunia Allah subhanahu wa ta'ala dan rahmat-Nya, maka dia adalah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun yang berkata bahwa Hujan turun disebabkan bintang ini atau itu, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.

(HR. Bukhari No. 801)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More