Inilah Dosa Istri Nabi Luth sehingga Binasa Bersama Kaum Sodom
Rabu, 15 April 2020 - 11:51 WIB
Istri Nabi Luth mengintai dari balik tirai. Hatinya melonjak kegirangan. Sebentar lagi ia bakal memperoleh sepotong perak dari si perempuan tua, sesuai dengan kebiasaan yang telah berlangsung selama ini. Bahkan di samping itu, tanpa diketahuinya, ia mungkin bakal memperoleh pula sepotong emas sebagai bonus.
Teriakan kaum Luth bertambah keras dan garang. Mereka tak sabar dan ingin mendobrak pintu agar dapat masuk dan menemui tamu-tamu Nabi Luth.
Nabi Luth berdiri terpaku. Hanya pintu yang memisahkannya dari kaum durjana itu. Sesaat kemudian, Nabi Luth berkata kepada mereka demi menenangkan keadaan: "Hai, kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah di antaramu seorang yang dapat menbedakan baik dan buruk”.
Luth kemudian kembali menegaskan permohonannya kepada kaumnya itu, sedangkan istrinya mengintip tidak jauh dari situ. Nabi Luth menawarkan kepada mereka untuk mengawini puteri-puterinya, tetapi dengan serentak mereka menjawab: "Sesungguhnya engkau telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki."
Sampai di sini, dialog antara Nabi Luth dan kaumnya terputus. Nabi Luth kemudian berpikir, apakah yang akan ia lakukan jika kaumnya mendobrak pintu rumahnya dan masuk untuk melampiaskan nafsu setannya kepada dua orang tamunya. Ia berdiri kebingungan.
Tiba-tiba tamu Nabi Luth berkata kepadanya: "Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu engkau." Berkata utusan-utusan Allah itu kepada Nabi Luth: "Bukakan pintu, dan tinggalkan kami bersama mereka!"
Maka, Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Istri Nabi Luth merasa cemas tatkala melihat serombongan kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan, dan segera menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika itulah, Jibril mengembangkan kedua sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu. Akhirnya, mata mereka, tanpa kecuali, buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka semua menghendap-hendap dan bingung, kemana mereka harus berjalan.
Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat Jibril: "Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?"
Malaikat Jibril memberitahu bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum Nabi Luth pada waktu subuh nanti.
Jibril memerintahkan Nabi Luth agar pergi dengan membawa keluarganya pada akhir malam nanti. Semua keluarga Nabi Luth pada malam itu pergi bersamanya ke luar kota, kecuali Wa’ilah. Istrinya itu bukan lagi termasuk keluarganya yang beriman kepada risalah Allah yang dibawanya. Sebaliknya, Istri Nabi Luth justru telah membantu orang-orang yang berbuat kerusakan, dan ia harus menerima akibatnya.
Maka, turunlah azab atas dirinya, bersama semua kaum Nabi Luth yang ingkar, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Kitab Suci Al-Quran: "Maka, tatkala datang azab Kami, Kami balikkan (kota itu), dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti) tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim." Maha Benar Allah lagi Maha Agung.
Teriakan kaum Luth bertambah keras dan garang. Mereka tak sabar dan ingin mendobrak pintu agar dapat masuk dan menemui tamu-tamu Nabi Luth.
Nabi Luth berdiri terpaku. Hanya pintu yang memisahkannya dari kaum durjana itu. Sesaat kemudian, Nabi Luth berkata kepada mereka demi menenangkan keadaan: "Hai, kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah di antaramu seorang yang dapat menbedakan baik dan buruk”.
Luth kemudian kembali menegaskan permohonannya kepada kaumnya itu, sedangkan istrinya mengintip tidak jauh dari situ. Nabi Luth menawarkan kepada mereka untuk mengawini puteri-puterinya, tetapi dengan serentak mereka menjawab: "Sesungguhnya engkau telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki."
Sampai di sini, dialog antara Nabi Luth dan kaumnya terputus. Nabi Luth kemudian berpikir, apakah yang akan ia lakukan jika kaumnya mendobrak pintu rumahnya dan masuk untuk melampiaskan nafsu setannya kepada dua orang tamunya. Ia berdiri kebingungan.
Tiba-tiba tamu Nabi Luth berkata kepadanya: "Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu engkau." Berkata utusan-utusan Allah itu kepada Nabi Luth: "Bukakan pintu, dan tinggalkan kami bersama mereka!"
Maka, Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Istri Nabi Luth merasa cemas tatkala melihat serombongan kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan, dan segera menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika itulah, Jibril mengembangkan kedua sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu. Akhirnya, mata mereka, tanpa kecuali, buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka semua menghendap-hendap dan bingung, kemana mereka harus berjalan.
Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat Jibril: "Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?"
Malaikat Jibril memberitahu bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum Nabi Luth pada waktu subuh nanti.
Jibril memerintahkan Nabi Luth agar pergi dengan membawa keluarganya pada akhir malam nanti. Semua keluarga Nabi Luth pada malam itu pergi bersamanya ke luar kota, kecuali Wa’ilah. Istrinya itu bukan lagi termasuk keluarganya yang beriman kepada risalah Allah yang dibawanya. Sebaliknya, Istri Nabi Luth justru telah membantu orang-orang yang berbuat kerusakan, dan ia harus menerima akibatnya.
Maka, turunlah azab atas dirinya, bersama semua kaum Nabi Luth yang ingkar, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Kitab Suci Al-Quran: "Maka, tatkala datang azab Kami, Kami balikkan (kota itu), dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti) tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim." Maha Benar Allah lagi Maha Agung.
(mhy)