Kisah Panjang Mengubah Gereja Menjadi Masjid setelah Damsyik Takluk

Senin, 05 Oktober 2020 - 13:25 WIB
Masjid Umayah Damaskus.Foto/Ilustrasi/Ist
DAMSYIK adalah kota yang padat, dengan sejarahnya yang beraneka macam dan indah. Sejak dahulu kala kota ini merupakan tempat pertemuan niaga timur dan barat. Oleh karenanya ia menjadi kota yang paling padat penduduknya dan paling kaya, dibelah oleh sebuah jalan lurus yang menghubungkan barat dengan timur, membentang dari Gerbang Jabiah ke Gerbang Syarqi. ( )


Di kanan kirinya berdiri toko-toko, orang Arab sendiri tak pernah melihat yang semacam itu di negerinya, juga di Irak tak pernah mereka lihat. Di tengah-tengah kota itu mengalir Sungai Barada dengan airnya yang mengalir deras dan jernih. Di sekitarnya berdiri pula istana-istana yang megah dengan taman-taman beraneka warna diselang-seling oleh air mancur yang mencuat tinggi. ( )


Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menggambarkan banyaknya gereja indah di kota Damsyik. Ini merupakan bangunan-bangunan Romawi dengan kemegahan yang beraneka rupa. Jumlahnya lima belas buah, yang terbesar Gereja Santo Yohana Pembastis (Saint John the Baptist). ( )


Pihak Romawi membangun gereja ini sebagai tempat pemujaan orang-orang pagan sebelum mereka menganut agama Kristen . Sesudah menjadi penganut agama Kristen tempat ini dijadikan pusat kebaktian mereka kepada Yesus dan ibunya Perawan Maria.

Di sekitar gereja-gereja, istana-istana dan toko-toko itu, seperti sudah menjadi kebiasaan orang-orang dibangun pula gedung-gedung teater, tempat-tempat pemandian dan lapangan olahraga.



"Alangkah hebatnya semua ini di mata orang-orang Arab yang lewat di tempat itu! Mereka belum pernah menyaksikan kemegahan dan keagungan serupa itu. Alangkah bedanya dengan yang pemah mereka lihat di San'a dan di Hirah! Mana pula jika dibandingkan dengan Khawamaq dan Sadir, dua istana an-Nu'man bin al-Munzir bin Ma'as-Sama'!" tutur Haekal. ( )


Syarat Perdamaian

Coba kita lihat, syarat-syarat perdamaian apa yang ditetapkan dengan adanya kekayaan yang begitu besar itu, keindahan yang begitu cemerlang?! Adakah mereka lalu ditelanjangi dari semua itu dan tidak diberi bagian? Atau membiarkan mereka mendapat bagian yang lebih kecil?!

Haekal menjelaskan, menurut sumber al-Balazuri, perdamaian itu berlangsung seperti yang terdapat dalam surat Khalid bin Walid kepada Uskup Damsyik, pihak Muslimin hanya mendapat jizyah tanpa yang lain-lain, yang dipungut sebagai imbalan atas keamanan yang diberikan kepada penduduk kota, meliputi jiwa, harta benda, bangunan-bangunan, gereja-gereja dan tembok-tembok kota. ( )


Untuk memperkuat pendapatnya, Balazuri mengutip pendapat Abu Abdullah al-Waqidi: "Yang saya baca dari surat Khalid bin Walid tak terdapat pembagian sama rata mengenai rumah-rumah dan gereja-gereja."

Al-Waqidi menambahkan, bahwa pasukan Muslimin tinggal dan menetap di rumah-rumah di Damsyik itu karena pemiliknya meninggalkan kota setelah diduduki. Mereka bergabung dengan Heraklius ketika tinggal di Antakiah dan rumah-rumah tak bertuan itu ditempati oleh pasukan Muslimin. ( )


Tetapi at-Tabari menyebutkan bahwa persetujuan Damsyik itu atas dasar pembagian bersama mengenai dinar dan harta tak bergerak serta jizyah satu dinar per kepala, Ibn Kasir menafsirkan pembagian bersama harta dan barang tak bergerak itu karena sebagian kota dibebaskan dengan kekerasan dan seharusnya menjadi milik Muslimin semua, dan sebagian lagi yang dibebaskan dengan jalan damai harus dikenakan jizyah saja.

Oleh karena itu pasukan Muslimin mengambil separuh dari gereja-gereja, rumah-rumah dan harta yang ada di kota atas dasar dibebaskan dengan kekerasan, dan yang harus membayar jizyah atas dasar dibebaskan dengan jalan damai.

Mereka yang menentukan pembagian bersama mengenai gereja-gereja, rumah-rumah dan harta benda itu menyebutkan bahwa pihak Muslimin mengambil tujuh buah gereja dari empat belas gereja yang ada di Damsyik, dan gereja besar, Gereja Santo Yohana Pembaptis dibagi dua, separuh untuk kaum Nasrani untuk melaksanakan kebaktian dan membaca Bibel, yang separuh lagi dijadikan mesjid untuk Muslimin membaca Qur'an serta berzikir dan di bagian atasnya untuk menyerukan azan. ( )


Haekal menyatakan pembagian ini berjalan selama lebih kurang tiga puluh tahun. Dalam pada itu Mu'awiah bin Abi Sufyan menuntut, kemudian Abdul Malik juga menuntut agar sebagian dari gereja itu ditambahkan untuk mesjid.

Kendati untuk itu ditawarkan uang yang tidak sedikit, pihak Gereja menolak dengan alasan mereka berpegang pada nas perjanjian yang sudah disepakati bersama ketika pembebasan Damsyik.

Setelah naik Walid bin Abdul-Malik sebagai penguasa, diulanginya lagi permintaan itu kepada pihak Nasrani seperti dulu, dan akan diberi ganti rugi yang cukup besar jumlahnya. Tetapi seperti dulu juga, sekali ini pun mereka tetap menolak.




Kemudian mereka diancam bangunan itu akan dirobohkan kalau tawaran itu ditolak. Setelah ditakut-takuti dengan datangnya kemurkaan Allah mereka tidak juga merasa takut, maka bagian itu dihancurkan dan dimasukkan ke bagian mesjid.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
وَهُوَ الَّذِىۡ مَرَجَ الۡبَحۡرَيۡنِ هٰذَا عَذۡبٌ فُرَاتٌ وَّهٰذَا مِلۡحٌ‌ اُجَاجٌ ۚ وَجَعَلَ بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخًا وَّحِجۡرًا مَّحۡجُوۡرًا
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir berdampingan, yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus.

(QS. Al-Furqan Ayat 53)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More