Kisah Panjang Mengubah Gereja Menjadi Masjid setelah Damsyik Takluk

Senin, 05 Oktober 2020 - 13:25 WIB
Khalifah menulis surat kepada wakilnya dengan perintah agar Gereja tersebut dikembalikan kepada mereka, seperti semula. Ulama fikih dan penduduk Muslimin di Damsyik tidak senang dengan perintah Umar itu dan mereka berkata: "Akan merobohkan mesjid kami setelah kami salat dan azan di tempat itu dan dikembalikan menjadi gereja."




Mereka menawarkan kepada pihak Kristen akan memberikan gereja-gereja yang ada di daerah subur sekitar Damsyik yang mereka ambil dengan kekerasan dan jatuh ke tangan pasukan Muslimin, dengan syarat tidak lagi menuntut Gereja Santo Yohana. Mereka setuju. Umar bin Abdul Aziz pun menyetujui.

Kalau persetujuan Damsyik bukan atas dasar pembagian bersama, tentu sebagian Gereja Yohana tidak akan dijadikan mesjid, Mu'awiah dan Abdul-Malik tidak akan menuntut memasukkan sisanya yang masih di tangan kaum Nasrani ke dalam mesjid, tentu al-Walid tidak akan merobohkan Gereja itu dan pihak Nasrani tidak akan mengadukan hal itu kepada Umar bin Abdul-Aziz.

Demikian dikatakan oleh mereka yang berpendapat bahwa perjanjian Damsyik itu atas dasar pembagian bersama, dan tidak terbatas hanya pada jizyah. Sebaliknya mereka yang berbeda pendapat mengatakan, bahwa dalam persetujuan Khalid itu Gereja Yohana tidak dibagi-bagi dan tidak ada gereja-gereja, rumah-rumah dan harta yang dibagi-bagi. Yang diputuskan dalam perjanjian ini hanya jizyah.




Mu'awiah bin Abi Sufyan dan Abdul-Malik bin Marwan menuntut agar Gereja itu dijadikan mesjid baru sesudah Damsyik menjadi ibu kota kedaulatan Islam dan sesudah jumlah kaum Muslimin melebihi jumlah penduduk Kristen dan pemerintahan berada di tangan Amirulmukminin.

Kalaupun pihak Kristen menolak permintaan mereka dan Gereja dibiarkan seperti apa adanya, itu menunjukkan tentang adanya toleransi Islam serta menghormati perjanjian perdamaian meskipun keadaan sudah berubah — Damsyik yang Rumawi Kristen sudah menjadi Arab Islam. Maka sejalan dengan pembahan itulah kemudian Walid bin Abdul-Malik bertindak seperti itu.

Dengan adanya perkembangan ini pihak Nasrani pada zaman Umar bin Abdul Aziz setuju Gereja tersebut dijadikan mesjid untuk kaum Muslimin, dan mengambil kembali gereja-gereja di daerah subur Gutah di luar tembok ibu kota.

Haekal mengatakan kita lebih cenderung memperkuat pendapat yang terakhir ini. Bagaimanapun inilah pendapat mayoritas, berurutan dan narasumbernya juga terbanyak.

Pengenaan Jizyah

Kalangan sejarawan memang berbeda pendapat mengenai pembagian bersama tersebut, tetapi semua mereka sepakat bahwa persetujuan itu menentukan pengenaan jizyah kepada penduduk Damsyik sebagai imbalan bagi hak-hak mereka, kebebasan beragama dan melindungi kota dan harta mereka.

Jumlah jizyah itu per kepala satu dinar, gandum, minyak dan cuka dalam jumlah tertentu. Ini di luar pajak yang biasa dibayar oleh penduduk Damsyik kepada penguasa Romawi. Yang demikian ini tetap berlaku, mereka akan membayarnya kepada siapa saja yang memerintah, termasuk pemerintahan Muslimin.

Abu Ubaidah menyampaikan persetujuan perdamaian itu kepada Khalifah Umar bin Khattab. Umar kemudian menulis surat kepadanya agar diadakan perubahan, jizyah harus dibedakan menurut tingkatnya. Kepada yang kaya empat dinar per kepala dan yang di bawahnya empat puluh dirham. Konon tingkatan itu disesuaikan menurut kadar kekayaannya, ada yang kurang dari itu, ada yang menengah dan ada juga yang lebih di bawah. Kemudian penghasilan Muslimin berupa gandum, minyak, lemak dan madu ditentukan.

Itulah jumlah minimum sehubungan dengan jizyah dalam persetujuan Damsyik, dan demikian juga yang dikatakan mengenai pembagian bersama. Atas dasar persetujuan yang adil sesudah pengepungan yang memakan waktu lama itu, pasukan Muslimin sudah mantap di ibu kota Syam itu dan pendudukan Heraklius pun berakhir, sedang warga yang fanatik kepada Romawi keluar. (Bersambung)
(mhy)
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari 'Urwah bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa dalam shalatnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering berdoa: ALLAHUMMA INNI 'AUUDZUBIKA MIN 'ADZAABIL QABRI WA A'UUDZUBIKA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAL WA A'UUDZUBIKA MIN FITNATIL MAHYA WAL MAMAATI, ALLAHUMMA INNI A'UUDZUBIKA MINAL MA'TSMI WAL MAGHRAMI (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung dari fitnah Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian, ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan lilitan hutang). Maka seseorang bertanya kepada beliau, Alangkah seringnya anda memohon perlindungan diri dari lilitan hutang. Beliau bersabda: Sesungguhnya apabila seseorang sudah sering berhutang, maka dia akan berbicara dan berbohong, dan apabila berjanji, maka dia akan mengingkari.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 746)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More