Mengganti Salat Usai Haid, Bagaimana Aturannya?
Sabtu, 17 Oktober 2020 - 09:23 WIB
Seorang perempuan yang tengah menstruasi atau haid dilarang atau tidak boleh melaksanakan salat atau puasa. Bila puasa wajib, maka perempuan wajib mengganti atau mengqadha puasanya itu setelah haidnya selesai. Lalu bagaimana dengan ibadah salat, apalah perempuan haid wajib menggantinya juga?
Perempuan haid itu tidak boleh salat, dan keistimewaan lagi mereka tak perlu pula mengqadha (mengganti) salat setelah mereka suci. Hal ini dalam hadis Aisyah radhiyallahu'anha, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Jika datang haid, maka tinggalkanlah salat. Jika haidnya selesai, maka mandilah, bersihkan darahnya lalu salatlah. (HR. Bukhari).
Dan hadis Aisyah, ia berkata: "Kita ketika haid, diperintahkan mengganti puasa tapi tidak diperintahkan mengganti salat. (HR. Muslim).
(Baca juga : Kisah Perempuan di Perang Uhud yang Mengkhawatirkan Rasulullah )
Maka, perempuan yang haid itu tak diwajibkan mengganti salat yang telah ditinggalkan saat mereka haid. Hanya saja memang ada beberapa model perempuan yang haid, tapi dia tetap diperintahkan mengganti beberapa salat yang ditinggalkan saat haid. Apa saja modelnya dan bagaimana aturan mengqadha salatnya?
Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia menjelaskan, ada beberapa model qadha’ salat bagi perempuan haid. Salat itu adalah sebagai berikut:
(Baca juga : Hadiah Pahala Jariyah dari Anak yang Saleh )
1.Model pertama adalah perempuan yang sudah melewati masuknya waktu salat.
Dia tidak segera salat di awal waktu, malah datang haid duluan. Maka, ketika haid dia tidak boleh salat. Tetapi karena sudah masuk waktu salat dan dia dalam keadaan masih suci, belum haid maka dia sudah mendapatkan kewajiban salat.
Apakah dia berdosa karena tidak segera salat? Tidak berdosa. Karena waktu salat masih ada, dia boleh salat baik di awal waktu maupun di akhir waktu. Dan haid itu bukan sesuatu yang bisa diprediksi dengan presisi kapan keluar darahnya. Meskipun sebaiknya tetap salat itu di awal waktu. Apalagi kalo sudah masuk waktu biasanya wanita datang haid.
Nanti jika dia sudah suci, maka salat yang ditinggalkan itu wajib diganti. Sebagai contoh, ada wanita sudah jam 1 siang, tapi belum salat. Ternyata datang haid. Maka nanti waktu suci, dia wajib qadha’ salat dzuhur dahulu.
(Baca juga : Inilah 10 Adab Berbicara Agar Lisan Terjaga )
Imam an-Nawawi (wafat tahun 676 H) menyebutkan:
وَنَصَّ فِيمَا إذَا أَدْرَكَتْ مِنْ أَوَّلِ الْوَقْتِ قَدْرَ الْإِمْكَانِ ثُمَّ حَاضَتْ أَنَّهُ يَلْزَمُهَا الْقَضَاءُ. (المجموع شرح المهذب، للنووي، 4/ 368)
Nash dari Imam Syafii, bahwa perempuan jika mendapati awal waktu salat dan dia bisa salat seharusnya, lantas haid. Maka nanti jika suci dia wajib qadha’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 4/ 368)
2. Model kedua adalah wanita yang suci dari haid di waktu isya’ atau waktu ashar. Maka jika sucinya di waktu isya’ sampai sebelum shubuh, setelah mandi wajib dia wajib salat maghrib sebagai qadha’ dahulu lalu salat isya’. Atau jika sucinya di waktu ashar, maka setelah mandi dia wajib salat dzuhur dulu sebagai qadha’ lalu salat ashar.
(Baca juga : KAMI Baru Bisa Goyah Kalau Polisi Tangkap Gatot Nurmantyo )
Pendapat Empat Mazhab
Selain suci di dua waktu tadi, maka tidak wajib salat qadha’. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Shahabat, Tabiin, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Dari kalangan Malikiyyah, Ubaidullah bin al-Husain al-Milikiy (w. 378 H) menyebutkan:
وذلك إذا تطهرت من حيضتها، وقد بقي عليها من النهار قدر خمس ركعات، فيجب عليها أن تصلي الظهر والعصر لإدراكها آخر وقتها... وإن طهرت في الليل وقد بقي عليها قبل طلوع الفجر قدر أربع ركعات صلت المغرب والعشاء لإدراكها آخر وقتها (التفريع في فقه الإمام مالك بن أنس، عبيد الله بن الحسين بن الحسن أبو القاسم ابن الجَلَّاب المالكي (المتوفى: 378هـ)، 1/ 111)
"Jika wanita haid itu suci, saat menjelang masuk waktu maghrib dia bisa shalat 5 rakaat, maka wajib bagi dia shalat dzuhur dan ashar. Karena dia telah mendapatkan waktu kedua salat tadi... Jika dia sucinya di waktu malam menjelang masuk waktu shubuh, dia bisa shalat 4 rakaat, maka dia wajib salat maghrib dan isya’. (Ubaidullah bin Husain, at-Tafri’ fi Fiqh al-Imam Malik, hal. 1/111)
(Baca juga : Orang Asing Boleh Punya Rumah di Sini, Asal Harganya...? )
Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam Nawawi menyebutkan:
وإن كان ذلك (الطهر) في وقت العصر أو في وقت العشاء، قال في الجديد: يلزمه الظهر بما يلزم به العصر ويلزم المغرب بما يلزم به العشاء. (المجموع شرح المهذب 3/ 64)
Jika sucinya di waktu ashar atau waktu isya, maka Imam Syafii dalam qaul jadidnya mewajibkan perempuan untuk qadha’ dzuhur lantas salat ashar, atau qadha’ maghrib lalu salat isya’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 3/ 64)
Dari kalangan Hanbaliyyah, Imam Ibnu Qudamah (w. 620 H) menyebutkan:
مَسْأَلَةٌ: قَالَ: (وَإِذَا طَهُرَتْ الْحَائِضُ، وَأَسْلَمَ الْكَافِرُ، وَبَلَغَ الصَّبِيُّ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، صَلَّوْا الظُّهْرَ فَالْعَصْرَ، وَإِنْ بَلَغَ الصَّبِيُّ، وَأَسْلَمَ الْكَافِرُ، وَطَهُرَتْ الْحَائِضُ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، صَلَّوْا الْمَغْرِبَ وَعِشَاءَ الْآخِرَةِ) وَرُوِيَ هَذَا الْقَوْلُ فِي الْحَائِضِ تَطْهُرُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، وَابْنِ عَبَّاسٍ، وَطَاوُسٍ، وَمُجَاهِدٍ، وَالنَّخَعِيِّ، وَالزُّهْرِيِّ، وَرَبِيعَةَ، وَمَالِكٍ، وَاللَّيْثِ، وَالشَّافِعِيِّ، وَإِسْحَاقَ، وَأَبِي ثَوْرٍ. قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: عَامَّةُ التَّابِعِينَ يَقُولُونَ بِهَذَا الْقَوْلِ، إلَّا الْحَسَنَ وَحْدَهُ قَالَ: لَا تَجِبُ إلَّا الصَّلَاةُ الَّتِي طَهُرَتْ فِي وَقْتِهَا وَحْدَهَا. وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ، وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ؛ لِأَنَّ وَقْتَ الْأُولَى خَرَجَ فِي حَالِ عُذْرِهَا، فَلَمْ تَجِبْ كَمَا لَوْ لَمْ يُدْرِكْ مِنْ وَقْتِ الثَّانِيَةِ شَيْئًا. (المغني لابن قدامة، 1/ 287)
(Masalah) Jika wanita haid suci, orang kafir masuk Islam, anak kecil balig sebelum matahari terbenam, maka dia wajib qadha’ dzuhur lalu salat ashar. Jika sebelum fajar terbit, maka dia qadha’ maghrib lalu salat isya’.
(Baca juga : Penasihat Keamanan AS: Sesuatu Mendekati Genosida di Xinjiang China )
Ini adalah pendapat dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, Thawus, Mujahid, an-Nakhai, az-Zuhri, Rabiah, Malik, al-Laits, Syafii, Ishaq, Abu Tsaur.
Imam Ahmad berkata: Semua tabiin berpendapat seperti ini, kecuali Hasan saja. Dia tidak mewajibkan kecuali salat yang di waktunya saja. Ini adalah pendapat at-Tsauri dan ashab ar-ra’yi. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, hal. 1/ 287).
Dalilnya apa? Pertama, ini adalah fatwa dari hampir semua shahabat dan tabiin dan juga ulama madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah. Kedua, salat dzuhur dan ashar, serta maghrib dan isya’ itu sebenarnya bagi orang yang punya udzur bisa dianggap satu waktu, karena bisa dijamak. Maka jika suci di waktu kedua, salat di waktu pertama juga wajib diqadha’. Itulah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama.
(Baca juga : Selamat, 8 ASN Berkinerja Terbaik Terima Tunjangan dan Makan Siang dari Ridwan Kamil )
Wallahu A'lam
Perempuan haid itu tidak boleh salat, dan keistimewaan lagi mereka tak perlu pula mengqadha (mengganti) salat setelah mereka suci. Hal ini dalam hadis Aisyah radhiyallahu'anha, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Jika datang haid, maka tinggalkanlah salat. Jika haidnya selesai, maka mandilah, bersihkan darahnya lalu salatlah. (HR. Bukhari).
Dan hadis Aisyah, ia berkata: "Kita ketika haid, diperintahkan mengganti puasa tapi tidak diperintahkan mengganti salat. (HR. Muslim).
(Baca juga : Kisah Perempuan di Perang Uhud yang Mengkhawatirkan Rasulullah )
Maka, perempuan yang haid itu tak diwajibkan mengganti salat yang telah ditinggalkan saat mereka haid. Hanya saja memang ada beberapa model perempuan yang haid, tapi dia tetap diperintahkan mengganti beberapa salat yang ditinggalkan saat haid. Apa saja modelnya dan bagaimana aturan mengqadha salatnya?
Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia menjelaskan, ada beberapa model qadha’ salat bagi perempuan haid. Salat itu adalah sebagai berikut:
(Baca juga : Hadiah Pahala Jariyah dari Anak yang Saleh )
1.Model pertama adalah perempuan yang sudah melewati masuknya waktu salat.
Dia tidak segera salat di awal waktu, malah datang haid duluan. Maka, ketika haid dia tidak boleh salat. Tetapi karena sudah masuk waktu salat dan dia dalam keadaan masih suci, belum haid maka dia sudah mendapatkan kewajiban salat.
Apakah dia berdosa karena tidak segera salat? Tidak berdosa. Karena waktu salat masih ada, dia boleh salat baik di awal waktu maupun di akhir waktu. Dan haid itu bukan sesuatu yang bisa diprediksi dengan presisi kapan keluar darahnya. Meskipun sebaiknya tetap salat itu di awal waktu. Apalagi kalo sudah masuk waktu biasanya wanita datang haid.
Nanti jika dia sudah suci, maka salat yang ditinggalkan itu wajib diganti. Sebagai contoh, ada wanita sudah jam 1 siang, tapi belum salat. Ternyata datang haid. Maka nanti waktu suci, dia wajib qadha’ salat dzuhur dahulu.
(Baca juga : Inilah 10 Adab Berbicara Agar Lisan Terjaga )
Imam an-Nawawi (wafat tahun 676 H) menyebutkan:
وَنَصَّ فِيمَا إذَا أَدْرَكَتْ مِنْ أَوَّلِ الْوَقْتِ قَدْرَ الْإِمْكَانِ ثُمَّ حَاضَتْ أَنَّهُ يَلْزَمُهَا الْقَضَاءُ. (المجموع شرح المهذب، للنووي، 4/ 368)
Nash dari Imam Syafii, bahwa perempuan jika mendapati awal waktu salat dan dia bisa salat seharusnya, lantas haid. Maka nanti jika suci dia wajib qadha’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 4/ 368)
2. Model kedua adalah wanita yang suci dari haid di waktu isya’ atau waktu ashar. Maka jika sucinya di waktu isya’ sampai sebelum shubuh, setelah mandi wajib dia wajib salat maghrib sebagai qadha’ dahulu lalu salat isya’. Atau jika sucinya di waktu ashar, maka setelah mandi dia wajib salat dzuhur dulu sebagai qadha’ lalu salat ashar.
(Baca juga : KAMI Baru Bisa Goyah Kalau Polisi Tangkap Gatot Nurmantyo )
Pendapat Empat Mazhab
Selain suci di dua waktu tadi, maka tidak wajib salat qadha’. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Shahabat, Tabiin, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Dari kalangan Malikiyyah, Ubaidullah bin al-Husain al-Milikiy (w. 378 H) menyebutkan:
وذلك إذا تطهرت من حيضتها، وقد بقي عليها من النهار قدر خمس ركعات، فيجب عليها أن تصلي الظهر والعصر لإدراكها آخر وقتها... وإن طهرت في الليل وقد بقي عليها قبل طلوع الفجر قدر أربع ركعات صلت المغرب والعشاء لإدراكها آخر وقتها (التفريع في فقه الإمام مالك بن أنس، عبيد الله بن الحسين بن الحسن أبو القاسم ابن الجَلَّاب المالكي (المتوفى: 378هـ)، 1/ 111)
"Jika wanita haid itu suci, saat menjelang masuk waktu maghrib dia bisa shalat 5 rakaat, maka wajib bagi dia shalat dzuhur dan ashar. Karena dia telah mendapatkan waktu kedua salat tadi... Jika dia sucinya di waktu malam menjelang masuk waktu shubuh, dia bisa shalat 4 rakaat, maka dia wajib salat maghrib dan isya’. (Ubaidullah bin Husain, at-Tafri’ fi Fiqh al-Imam Malik, hal. 1/111)
(Baca juga : Orang Asing Boleh Punya Rumah di Sini, Asal Harganya...? )
Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam Nawawi menyebutkan:
وإن كان ذلك (الطهر) في وقت العصر أو في وقت العشاء، قال في الجديد: يلزمه الظهر بما يلزم به العصر ويلزم المغرب بما يلزم به العشاء. (المجموع شرح المهذب 3/ 64)
Jika sucinya di waktu ashar atau waktu isya, maka Imam Syafii dalam qaul jadidnya mewajibkan perempuan untuk qadha’ dzuhur lantas salat ashar, atau qadha’ maghrib lalu salat isya’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 3/ 64)
Dari kalangan Hanbaliyyah, Imam Ibnu Qudamah (w. 620 H) menyebutkan:
مَسْأَلَةٌ: قَالَ: (وَإِذَا طَهُرَتْ الْحَائِضُ، وَأَسْلَمَ الْكَافِرُ، وَبَلَغَ الصَّبِيُّ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، صَلَّوْا الظُّهْرَ فَالْعَصْرَ، وَإِنْ بَلَغَ الصَّبِيُّ، وَأَسْلَمَ الْكَافِرُ، وَطَهُرَتْ الْحَائِضُ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، صَلَّوْا الْمَغْرِبَ وَعِشَاءَ الْآخِرَةِ) وَرُوِيَ هَذَا الْقَوْلُ فِي الْحَائِضِ تَطْهُرُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، وَابْنِ عَبَّاسٍ، وَطَاوُسٍ، وَمُجَاهِدٍ، وَالنَّخَعِيِّ، وَالزُّهْرِيِّ، وَرَبِيعَةَ، وَمَالِكٍ، وَاللَّيْثِ، وَالشَّافِعِيِّ، وَإِسْحَاقَ، وَأَبِي ثَوْرٍ. قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: عَامَّةُ التَّابِعِينَ يَقُولُونَ بِهَذَا الْقَوْلِ، إلَّا الْحَسَنَ وَحْدَهُ قَالَ: لَا تَجِبُ إلَّا الصَّلَاةُ الَّتِي طَهُرَتْ فِي وَقْتِهَا وَحْدَهَا. وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ، وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ؛ لِأَنَّ وَقْتَ الْأُولَى خَرَجَ فِي حَالِ عُذْرِهَا، فَلَمْ تَجِبْ كَمَا لَوْ لَمْ يُدْرِكْ مِنْ وَقْتِ الثَّانِيَةِ شَيْئًا. (المغني لابن قدامة، 1/ 287)
(Masalah) Jika wanita haid suci, orang kafir masuk Islam, anak kecil balig sebelum matahari terbenam, maka dia wajib qadha’ dzuhur lalu salat ashar. Jika sebelum fajar terbit, maka dia qadha’ maghrib lalu salat isya’.
(Baca juga : Penasihat Keamanan AS: Sesuatu Mendekati Genosida di Xinjiang China )
Ini adalah pendapat dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, Thawus, Mujahid, an-Nakhai, az-Zuhri, Rabiah, Malik, al-Laits, Syafii, Ishaq, Abu Tsaur.
Imam Ahmad berkata: Semua tabiin berpendapat seperti ini, kecuali Hasan saja. Dia tidak mewajibkan kecuali salat yang di waktunya saja. Ini adalah pendapat at-Tsauri dan ashab ar-ra’yi. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, hal. 1/ 287).
Dalilnya apa? Pertama, ini adalah fatwa dari hampir semua shahabat dan tabiin dan juga ulama madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah. Kedua, salat dzuhur dan ashar, serta maghrib dan isya’ itu sebenarnya bagi orang yang punya udzur bisa dianggap satu waktu, karena bisa dijamak. Maka jika suci di waktu kedua, salat di waktu pertama juga wajib diqadha’. Itulah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama.
(Baca juga : Selamat, 8 ASN Berkinerja Terbaik Terima Tunjangan dan Makan Siang dari Ridwan Kamil )
Wallahu A'lam
(wid)