Ditawari Jadi Menteri Oleh Baginda, Abu Nawas Malah Konsultasi dengan Burung

Minggu, 01 November 2020 - 07:09 WIB
Ilustrasi/Ist
ABU Nawas mendengar selentingan, Baginda Harun Ar-Rasyid berencana merombak kabinetnya. Secara informal Baginda juga pernah mengatakan kepada Abu Nawas akan menempatkan dirinya pada salah satu pos kementerian. Seperti kita tahu, Abu Nawas sangat tidak suka jabatan. Baginya, jabatan adalah musibah. Apalagi jabatan menteri. ( )


Semasa hidupnya, ayah Abu Nawas, Syaikh Maulana adalah seorang kadi. Ketika ayahnya meninggal, Baginda ingin menunjuk Abu Nawas sebagai penggantinya. Kala itu, Abu Nawas tak berani menolak sehingga ia berlagak gila. Akibatnya, gagallah rencana Baginda itu. Begitu sudah dianggap waras, maka Baginda mengangkat Abu Nawas menjadi semacam staf khusus. Jabatan tinggi tanpa pekerjaan yang njelimet.

Mengapa Abu Nawas menolak jabatan? Ini karena pesan ayahnya ketika sakit parah. Kala itu, sang ayah memanggil Abu Nawas. "Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku."

Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir ayahnya. la cium telinga kanan sang ayah, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk. "Bagamaina anakku? Sudah kau cium?" ( )

"Benar ayah! "

"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku."

"Aduh Ayah, sungguh mengherankan, telinga Ayah yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?" ujar Abu Nawas.

"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"

"Wahai ayahku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini." ( )

Berkata Syaikh Maulana "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah risiko menjadi Kadi. Jika kelak kau menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid."

Nan, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila dalam menolak permintaan Baginda menjadi kadi. Seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. ( )

Walaupun Abu Nawas tidak menjadi kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekadar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal. Jabatan Abu Nawas ya semacam staf khusus itu.

Nah, kini bagaimana cara menolak permintaan Baginda agar dirinya menjadi menteri, membuat Abu Nawas bingung. Salah satu jalan adalah menghindar bertemu Baginda. Abu Nawas bersembunyi di rumah. Kepada istrinya dia berpesan, jika ada utusan Baginda datang, "Katakan saya sedang uzlah di gunung." Uzlah adalah mengasingkan diri.

Benar saja, utusan Baginda datang ke rumah setelah selama sepekan lebih Abu Nawas menghilang. Ketika utusan itu datang, si cerdik ini bersembunyi di kolong tempat tidur. Istrinya yang lugu ini mengatakan pesan Abu Nawas kepada utusan Baginda. "Bapak sedang menyepi di gunung," katanya. ( )

"Gunung mana?"

"Nggak tahu. Dia bilang di gunung. Begitu saja."

Utusan Baginda bingung setengah mati. Apa yang akan disampaikan kepada Baginda nanti.

Benar saja. Baginda marah-marah begitu menerima laporan utusannya. "Cari, di mana Abu Nawas. Harus ketemu," titahnya.

Sementara itu, Abu Nawas langsung berangkat ke hutan begitu utusan itu balik ke istana. Dia berpesan kepada istrinya jika utusan itu datang lagi bilang saja, "saya di hutan sana".

Utusan disertai beberapa pengawal Baginda datang juga ke rumah. Istrinya pun menunjukkan di mana suaminya berada.

Abu Nawas sedang duduk di mulut sebuah gua di hutan sambil bicara sendiri ketika utusan dan pengawal datang. "Hai Abu Nawas, Baginda mencarimu. Cepatlah..!" kata utusan Baginda.

"Sebentar, saya sedang ngobrol dengan burung itu," ujar Abu Nawas sembari menunjuk seekor burung yang bertengger di dahan pohon.

"Ah, kau gila ya?"

Abu Nawas menunjukkan wajah serius. "Saya sedang bicara dengan burung. Diamlah. Ini menyangkut masa depan Baginda," ujar Abu Nawas meyakinkan.

Utusan Baginda terheran-heran. Mau tak mau mereka pun sabar menanti sembari menyaksikan tingkah Abu Nawas yang aneh itu.

Tak lama kemudian, Abu Nawas ngeloyor menaiki keledainya. Utusan dan pengawal Baginda mengawalnya sampai Istana.

Begitu sampai di istana, Abu Nawas duduk di tempat biasa.Sedangkan utusan menemui Baginda, di ruang lain. Sang utusan bercerita bahwa Abu Nawas setengah gila. "Hamba lihat, Abu bicara dengan burung," ujar utusan berkisah. Baginda penasaran juga.

"Kemana saja kamu?" tanya Baginda begitu melihat Abu Nawas berada di depannya.

"Mohon ampun baginda ... Hamba sedang menjalankan mimpi hamba untuk uzlah ke hutan," jawab Abu Nawas.

"Mimpi Apa?"

"Mimpi bertemu ayah hamba. Beliau berpesan agar hamba menyepi untuk sementara waktu agar dapat wangsit," ujar Abu Nawas.

"Terus sekarang sudah dapat wangsit?" tanya Baginda penasaran.

"Sudah baginda," jawab Abu Nawas.

"Apa wangsit yang kamu peroleh?"

"Mohon ampun Baginda. Ini tentang Baginda."

"Hah, tentang saya? Tentang apa itu?" desak Baginda. "Ayo ceritakan."

"Berdasarkan cerita burung, jika Baginda hendak melakukan reshuffle para menteri hendaknya memilih figur-figur yang benar-benar lebih baik dari menteri yang ada saat ini," tutur Abu Nawas.

"Ya, sudah pasti itu," sergah Baginda. "Memangnya kamu bisa berbicara dengan burung?" tanya Baginda memastikan.

"Begitulah, Baginda," jawab Abu Nawas mantap. "Berdasarkan cerita burung, Baginda hendaknya jangan mengangkat menteri yang ciri-cirinya seperti saya," lanjut Abu Nawas.

"Ah, burung kok dipercaya," ujar Baginda tertawa. "Jadi kamu menolak menjadi menteri?" tanya Baginda kemudian.

"Bukan begitu, Baginda. Ini berdasar cerita burung jika Baginda ingin negeri ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur," ujar Abu Nawas. "Burung itu adalah burung ghaib. Burung yang dikirim dari langit," lanjut Abu Nawas serius.

Baginda tampaknya mulai mempercayai juga omongan Abu Nawas. Apalagi begitu melihat wajah si cerdik ini yang serius. Lagi pula untuk apa Abu Nawas menyepi di hutan jika itu tidak masalah serius?

"Lalu, jika kamu tetap saya tunjuk jadi menteri, apa yang akan terjadi?" ujar Baginda setelah lama terdiam.

"Petaka, baginda," jawab Abu Nawas spontan.

Baginda geleng-geleng kepala. "Baik kalau begitu, tapi ada syaratnya. Bantu saya memilih figur-figur yang cocok untuk menteri mendatang," ujar Baginda kemudian.

Abu Nawas pun segera mengiyakan. Ia mohon diri, pulang dengan langkah ringan. Ia girang setengah mati bisa lolos dari jabatan yang sarat masalah itu.
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
فَلَمَّا نَسُوۡا مَا ذُكِّرُوۡا بِهٖ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ اَبۡوَابَ كُلِّ شَىۡءٍ ؕ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوۡا بِمَاۤ اُوۡتُوۡۤا اَخَذۡنٰهُمۡ بَغۡتَةً فَاِذَا هُمۡ مُّبۡلِسُوۡنَ
Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.

(QS. Al-An'am Ayat 44)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More