Kisah Tragis Utsman bin Affan (2): Ketika Rasulullah Bicara dengan Gunung Uhud dan Hira
Rabu, 18 November 2020 - 13:11 WIB
RASULULLAH SAW membuka rahasia tentang nasib Utsman bin Affan nantinya tak hanya kepada para sahabat , Tatkala Gunung Uhud dan Gunung Hira' pun bergetar, Rasulullah pun bicara dengan kedua gunung itu agar tenang karena di atas ada nabi dan syahid . (
)
‘Abdurrahman at-Tamimi dalam tulisannya berjudul "Utsman bin Affan Khalifah Yang Terzhalimi" menulis di antara hadis-hadis yang telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang terjadinya pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi SAW memerintahkan beliau untuk memberi kabar gembira kepada Utsman dengan surga karena musibah yang akan menimpanya. (HR Bukhari)
Dan apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu , bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berada di atas gunung Uhud dan bersama beliau Abu Bakar , Umar bin Khattab , Utsman. Maka gunung tersebut bergetar, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ”Tenanglah (engkau) wahai Uhud, tidaklah yang di atasmu melainkan seorang Nabi, shiddiq dan dua orang syahid” (HR Bukhari)
Nabi dan shiddiq sudah diketahui, dan tidak tersisa bagi Umar dan Utsman melainkan sifat ketiga yaitu syahid. Inilah persaksian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang amat jelas kepada Utsman Radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau akan terbunuh (syahid) di jalan Allah. Dan persaksian ini terulang kembali dalam waktu yang lain dan di gunung yang lain yaitu Hira’. ( )
Abu Hurairah meriwayatkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berada di atas (gua) Hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib , Thalhah dan Zubair , maka bergerak batu besar, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:”Tenanglah, tidaklah di atasmu melainkan seorang Nabi atau shiddiq atau syahid”. (HR Muslim)
Dan apa yang beliau sabdakan telah terjadi, sungguh Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubair meninggal dalam keadaan syahid.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengetahui akan terjadinya fitnah ini – dengan kabar dari Allah kepada beliau – dan karena kecintaan beliau kepada Utsman Radhiyallahu ‘anhu serta antusias beliau untuk memberikan kemaslahatan bagi umat ini setelah beliau, beliaupun mendo’akan Utsman dan mengabarkan kepadanya dengan hal-hal yang berkaitan dengan fitnah ini yang berakhir dengan terbunuhnya beliau.
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersemangat untuk merahasiakan kabar ini, hingga hal tersebut tidak sampai kepada kita melainkan apa yang telah dikatakan oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu ketika terjadi fitnah, ketika dikatakan kepadanya: "Mengapa engkau tidak memerangi?"
Beliau mengatakan: "Tidak, sesungguhnya Rasulullah telah mengambil sumpah dariku dan sesungguhnya aku bersabar atas hal ini. (HR Ahmad)
Dan yang nampak dari sabda beliau ini, bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan kepada beliau sikap yang benar ketika terjadi fitnah. Yang demikian itu, dalam rangka mengambil sikap dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika terjadi fitnah.
Di dalam sebagian riwayat, ada tambahan yang lebih menyingkap akan rahasia di balik ini yaitu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Utsman : ”Jika mereka memintamu untuk melepas pakaian (kekhalifahan) yang Allah berikan kepadamu, maka jangan engkau lakukan”. (HR Tirmidzi)
Dan hal tersebut, tidak menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberikan wasiat tentang kekhalifahan atau yang lainnya, seperti yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah terhadap Aliz.
Tapi isi dari wasiat beliau yang disebutkan oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu hanyalah berkaitan dengan fitnah dan wasiat untuk bersabar serta tidak bolehnya beliau melepaskan (kekhalifahannya).
Sesungguhnya beliau akan terbunuh dalam keadaan terzalimi ketika terjadinya fitnah pada saat kekhalifahannya. Beliau bersama para sahabatnya di atas kebenaran pada saat itu dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mewasiatkan untuk mengikuti beliau ketika terjadinya fitnah ini.
Sesungguhnya ini adalah kabar berita yang khusus bagi Utsman Radhiyallahu‘anhu dan yang menggembirakan beliau, sekaligus membuat beliau guncang, kapan dan bagaimana kejadian itu?
Utsman adalah seorang yang berakal, - pemalu bahkan sangat pemalu – tidak pernah beliau merebut kekuasaan, baik dikala Jahiliyah ataupun di waktu Islam. Beliau tidak pernah merebut kekuasaan para pembesar kota Makkah dan tidak pernah rakus akan kepemimpinan. Karena sesungguhnya perangai dan tabiat beliau tidak menyukai hal tersebut.
Meskipun demikian, beliau akan menjadi pemimpin – meski beliau tidak menyukainya. Tidaklah kabar berita (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut) mendorong beliau untuk mengejar kekhalifahan. Beliau tidak merebutnya sepeninggal Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan tidak mengajukan diri dengan membawa dalil-dalil tersebut bahwa beliau berhak menjadi khalifah – dengan rekomendasi dari Nabi Shallallahu‘alaihi wa Sallam.
Bahkan beliau membaiat Abu Bakar ash-Shidiq kemudian Umar Radhiyallahu ‘anhu bersama kaum muslimin, karena beliau tahu akan keutamaan keduanya di atas beliau dan keduanya lebih berhak untuk menjadi khalifah sebelum beliau dan masih belum waktunya bagi beliau (untuk menjadi khalifah).
Beliau melewati hari-hari kekhalifahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja, hingga terbunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang Majusi yang hasad/dengki.
Beliau memegang kekhalifahan (setelah itu) dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh keimanan. Apabila berdiri di samping kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot beliau. Dikatakan kepada beliau: engkau mengingat surga tapi engkau tidak menangis! Apakah engkau menangis karena ini?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:”Kuburan adalah awal kampung akhirat, jika (seorang) selamat darinya, maka setelahnya akan lebih mudah, dan jika tidak selamat darinya maka setelahnya akan lebih susah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani).
Dan beliau memperpanjang sholat tahajudnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqaat 3/75-76)
Barangkali beliau telah memperkirakan dekatnya kabar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut, sehingga beliaupun sangat lemah lembut dalam mengatur rakyatnya dan sangat toleransi dalam bermuamalah dengan mereka, dalam rangka menjauhi fitnah dan meminimalkan hal tersebut jika telah terjadi, karena fitnah tersebut pasti terjadi, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkannya.
Beliau berjalan di atas hal demikian sepanjang kekhalifahan beliau. Meskipun demikian, apa yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam benar adanya dan terjadi fitnah yang ditunggu tersebut.
Meskipun bisa dipahami bahwa hadis-hadis ini(menunjukkan) bahwa beliau akan menjadi khalifah pada suatu hari nanti. Yang tampak, bahwa di sana ada wasiat-wasiat dan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan fitnah ini yang hanya diketahui oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu saja. Yang demikian itu, dalam rangka penjagaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap rahasia ini. (Bersambung)
‘Abdurrahman at-Tamimi dalam tulisannya berjudul "Utsman bin Affan Khalifah Yang Terzhalimi" menulis di antara hadis-hadis yang telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang terjadinya pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi SAW memerintahkan beliau untuk memberi kabar gembira kepada Utsman dengan surga karena musibah yang akan menimpanya. (HR Bukhari)
Dan apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu , bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berada di atas gunung Uhud dan bersama beliau Abu Bakar , Umar bin Khattab , Utsman. Maka gunung tersebut bergetar, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ”Tenanglah (engkau) wahai Uhud, tidaklah yang di atasmu melainkan seorang Nabi, shiddiq dan dua orang syahid” (HR Bukhari)
Nabi dan shiddiq sudah diketahui, dan tidak tersisa bagi Umar dan Utsman melainkan sifat ketiga yaitu syahid. Inilah persaksian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang amat jelas kepada Utsman Radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau akan terbunuh (syahid) di jalan Allah. Dan persaksian ini terulang kembali dalam waktu yang lain dan di gunung yang lain yaitu Hira’. ( )
Abu Hurairah meriwayatkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berada di atas (gua) Hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib , Thalhah dan Zubair , maka bergerak batu besar, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:”Tenanglah, tidaklah di atasmu melainkan seorang Nabi atau shiddiq atau syahid”. (HR Muslim)
Dan apa yang beliau sabdakan telah terjadi, sungguh Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubair meninggal dalam keadaan syahid.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengetahui akan terjadinya fitnah ini – dengan kabar dari Allah kepada beliau – dan karena kecintaan beliau kepada Utsman Radhiyallahu ‘anhu serta antusias beliau untuk memberikan kemaslahatan bagi umat ini setelah beliau, beliaupun mendo’akan Utsman dan mengabarkan kepadanya dengan hal-hal yang berkaitan dengan fitnah ini yang berakhir dengan terbunuhnya beliau.
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersemangat untuk merahasiakan kabar ini, hingga hal tersebut tidak sampai kepada kita melainkan apa yang telah dikatakan oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu ketika terjadi fitnah, ketika dikatakan kepadanya: "Mengapa engkau tidak memerangi?"
Beliau mengatakan: "Tidak, sesungguhnya Rasulullah telah mengambil sumpah dariku dan sesungguhnya aku bersabar atas hal ini. (HR Ahmad)
Dan yang nampak dari sabda beliau ini, bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan kepada beliau sikap yang benar ketika terjadi fitnah. Yang demikian itu, dalam rangka mengambil sikap dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika terjadi fitnah.
Di dalam sebagian riwayat, ada tambahan yang lebih menyingkap akan rahasia di balik ini yaitu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Utsman : ”Jika mereka memintamu untuk melepas pakaian (kekhalifahan) yang Allah berikan kepadamu, maka jangan engkau lakukan”. (HR Tirmidzi)
Dan hal tersebut, tidak menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberikan wasiat tentang kekhalifahan atau yang lainnya, seperti yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah terhadap Aliz.
Tapi isi dari wasiat beliau yang disebutkan oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu hanyalah berkaitan dengan fitnah dan wasiat untuk bersabar serta tidak bolehnya beliau melepaskan (kekhalifahannya).
Sesungguhnya beliau akan terbunuh dalam keadaan terzalimi ketika terjadinya fitnah pada saat kekhalifahannya. Beliau bersama para sahabatnya di atas kebenaran pada saat itu dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mewasiatkan untuk mengikuti beliau ketika terjadinya fitnah ini.
Sesungguhnya ini adalah kabar berita yang khusus bagi Utsman Radhiyallahu‘anhu dan yang menggembirakan beliau, sekaligus membuat beliau guncang, kapan dan bagaimana kejadian itu?
Utsman adalah seorang yang berakal, - pemalu bahkan sangat pemalu – tidak pernah beliau merebut kekuasaan, baik dikala Jahiliyah ataupun di waktu Islam. Beliau tidak pernah merebut kekuasaan para pembesar kota Makkah dan tidak pernah rakus akan kepemimpinan. Karena sesungguhnya perangai dan tabiat beliau tidak menyukai hal tersebut.
Meskipun demikian, beliau akan menjadi pemimpin – meski beliau tidak menyukainya. Tidaklah kabar berita (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut) mendorong beliau untuk mengejar kekhalifahan. Beliau tidak merebutnya sepeninggal Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan tidak mengajukan diri dengan membawa dalil-dalil tersebut bahwa beliau berhak menjadi khalifah – dengan rekomendasi dari Nabi Shallallahu‘alaihi wa Sallam.
Bahkan beliau membaiat Abu Bakar ash-Shidiq kemudian Umar Radhiyallahu ‘anhu bersama kaum muslimin, karena beliau tahu akan keutamaan keduanya di atas beliau dan keduanya lebih berhak untuk menjadi khalifah sebelum beliau dan masih belum waktunya bagi beliau (untuk menjadi khalifah).
Beliau melewati hari-hari kekhalifahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja, hingga terbunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang Majusi yang hasad/dengki.
Beliau memegang kekhalifahan (setelah itu) dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh keimanan. Apabila berdiri di samping kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot beliau. Dikatakan kepada beliau: engkau mengingat surga tapi engkau tidak menangis! Apakah engkau menangis karena ini?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:”Kuburan adalah awal kampung akhirat, jika (seorang) selamat darinya, maka setelahnya akan lebih mudah, dan jika tidak selamat darinya maka setelahnya akan lebih susah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani).
Dan beliau memperpanjang sholat tahajudnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqaat 3/75-76)
Barangkali beliau telah memperkirakan dekatnya kabar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut, sehingga beliaupun sangat lemah lembut dalam mengatur rakyatnya dan sangat toleransi dalam bermuamalah dengan mereka, dalam rangka menjauhi fitnah dan meminimalkan hal tersebut jika telah terjadi, karena fitnah tersebut pasti terjadi, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkannya.
Beliau berjalan di atas hal demikian sepanjang kekhalifahan beliau. Meskipun demikian, apa yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam benar adanya dan terjadi fitnah yang ditunggu tersebut.
Meskipun bisa dipahami bahwa hadis-hadis ini(menunjukkan) bahwa beliau akan menjadi khalifah pada suatu hari nanti. Yang tampak, bahwa di sana ada wasiat-wasiat dan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan fitnah ini yang hanya diketahui oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu saja. Yang demikian itu, dalam rangka penjagaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap rahasia ini. (Bersambung)
(mhy)