Halal dan Haram: Hukum Menyambung Rambut Tak Ubahnya dengan Penipuan?
Selasa, 01 Desember 2020 - 08:33 WIB
"Tidak mengapa kamu memakai benang."
Menurut Al-Qardhawi, yang dimaksud di sini ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut, di mana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad. ( )
Beragam
Kini teknik penyambungan rambut yang berkembang dilakukan pada sebagian atau bahkan keseluruhan rambut. Rambut disambung menggunakan polymer microtien, yaitu sejenis lem karet yang khusus untuk merekatkan rambut.
Ada dua jenisnya, yaitu rambut tiruan (hair synthetic) atau rambut asli yang berasal dari rambut manusia (human hair).
Para ulama memiliki pemandangan yang beragam menyikapi permasalahan tersebut. Dalam kasus rambut asli, Mazhab Maliki , Syaiii , dan Hanbali berpendapat, hukumnya haram. Apa pun tujuannya, baik untuk kecantikan atau sekadar perbaikan rambut.
Dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Syafi’i yang ditulis oleh Dr. Mushtofa al-Khin, Dr. Mushthofa al-Bugha, dan Ali al-Syuraij, menyambung rambut diharamkan bagi perempuan atau laki-laki. Baik itu untuk bertujuan mempercantik/memperindah diri atau tidak. Menyambung rambut adalah termasuk perilaku dosa besar. (al-Fiqh al-Manhaji: 3-100).
Alasan pengharamannya adalah karena kita dilarang untuk memanfaatkan rambut dan seluruh tubuh manusia karena kemuliaannya. Termasuk, asal muasal rambut, baik rambut sendiri, kerabat yang mahram, atau rambut orang lain. Tetap saja, tidak diperbolehkan.
Mazhab Hanafi lebih memilih opsi makruh untuk kasus rambut asli.
Untuk opsi jenis rambut yang kedua, yaitu penyambungan dengan rambut sintetis, mayoritas ulama sepakat hukumnya boleh. Pandangan ini banyak digunakan, antara lain, oleh ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali. Ada pula yang tetap mengharamkan penyambungan rambut jenis ini, yaitu Sa'id bin Jabir dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
Ada satu jenis rambut lagi, kata Prof Abdul Jawwad dalam bukunya berjudul as-Syi'ru wa-Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami. Yaitu, penyambungan menggunakan rambut binatang.
Menurut mayoritas ulama, hukumnya tidak boleh. Opsi ini dipilih oleh Mazhab Maliki, Hanbali, dan Zhahiri.
Sedangkan, di kalangan Mazhab Syafii ada tiga pendangan bila yang bersangkutan bersuami. Pertama tidak boleh, kedua boleh mutlak, dan ketiga boleh atas izin suami. Jika tidak bersuami atau lajang, Mazhab ini tetap tidak memperbolehkan.
Pertanyaan soal mengapa menyambung rambut ini diharamkan, oleh Thahir bin ‘Asyur, ulama pakar maqasid syariah asal Tunisia, dimasukkan ke dalam bahasan kebiasaan-kebiasaan orang-orang Arab. Menurutnya, kenapa diharamkan menyambut rambut karena itu menjadi tanda tidak terhormatnya wanita. Salah satu kebiasaan wanita yang kurang baik pada masa itu adalah menyambung rambut. Wanita yang menyambung rambut biasanya juga dekat pelacuran. Wallahu'alam.
Menurut Al-Qardhawi, yang dimaksud di sini ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut, di mana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad. ( )
Beragam
Kini teknik penyambungan rambut yang berkembang dilakukan pada sebagian atau bahkan keseluruhan rambut. Rambut disambung menggunakan polymer microtien, yaitu sejenis lem karet yang khusus untuk merekatkan rambut.
Ada dua jenisnya, yaitu rambut tiruan (hair synthetic) atau rambut asli yang berasal dari rambut manusia (human hair).
Para ulama memiliki pemandangan yang beragam menyikapi permasalahan tersebut. Dalam kasus rambut asli, Mazhab Maliki , Syaiii , dan Hanbali berpendapat, hukumnya haram. Apa pun tujuannya, baik untuk kecantikan atau sekadar perbaikan rambut.
Dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Syafi’i yang ditulis oleh Dr. Mushtofa al-Khin, Dr. Mushthofa al-Bugha, dan Ali al-Syuraij, menyambung rambut diharamkan bagi perempuan atau laki-laki. Baik itu untuk bertujuan mempercantik/memperindah diri atau tidak. Menyambung rambut adalah termasuk perilaku dosa besar. (al-Fiqh al-Manhaji: 3-100).
Alasan pengharamannya adalah karena kita dilarang untuk memanfaatkan rambut dan seluruh tubuh manusia karena kemuliaannya. Termasuk, asal muasal rambut, baik rambut sendiri, kerabat yang mahram, atau rambut orang lain. Tetap saja, tidak diperbolehkan.
Mazhab Hanafi lebih memilih opsi makruh untuk kasus rambut asli.
Untuk opsi jenis rambut yang kedua, yaitu penyambungan dengan rambut sintetis, mayoritas ulama sepakat hukumnya boleh. Pandangan ini banyak digunakan, antara lain, oleh ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali. Ada pula yang tetap mengharamkan penyambungan rambut jenis ini, yaitu Sa'id bin Jabir dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
Ada satu jenis rambut lagi, kata Prof Abdul Jawwad dalam bukunya berjudul as-Syi'ru wa-Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami. Yaitu, penyambungan menggunakan rambut binatang.
Menurut mayoritas ulama, hukumnya tidak boleh. Opsi ini dipilih oleh Mazhab Maliki, Hanbali, dan Zhahiri.
Sedangkan, di kalangan Mazhab Syafii ada tiga pendangan bila yang bersangkutan bersuami. Pertama tidak boleh, kedua boleh mutlak, dan ketiga boleh atas izin suami. Jika tidak bersuami atau lajang, Mazhab ini tetap tidak memperbolehkan.
Pertanyaan soal mengapa menyambung rambut ini diharamkan, oleh Thahir bin ‘Asyur, ulama pakar maqasid syariah asal Tunisia, dimasukkan ke dalam bahasan kebiasaan-kebiasaan orang-orang Arab. Menurutnya, kenapa diharamkan menyambut rambut karena itu menjadi tanda tidak terhormatnya wanita. Salah satu kebiasaan wanita yang kurang baik pada masa itu adalah menyambung rambut. Wanita yang menyambung rambut biasanya juga dekat pelacuran. Wallahu'alam.
(mhy)