Kisah Penuntutan Balas Kematian Utsman untuk Gulingkan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Senin, 25 Januari 2021 - 06:39 WIB
KEKUATAN anti Ali bin Abi Thalib mempunyai tujuan ganda: menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman bin Affan ra dan menggulingkan Ali bin Abi Thalib ra dari kedudukannya sebagai Amirul Mukminin.
Mereka berpendirian, setelah dua tujuan itu tercapai barulah diadakan pemilihan Khalifah baru dalam suasana bebas dari tekanan dan paksaan.
H.M.H. Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul " Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a. " memaparkan dua tantangan besar yang sedang dihadapi Khalifah Ali bin Abi Thalib mewarnai kehidupan kaum muslimin pada tahun empat-puluhan Hijriyah. Damsyik dan Makkah menuduh Ali bin Abi Thalib sebagai orang yang setidak-tidaknya ikut bertanggungjawab atas terbunuhnya Khalifah Utsman ra
Tiga Kelompok
Dalam periode itu praktis ummat Islam terpecah dalam tiga kelompok besar:
Pertama, kelompok Madinah di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib.
Kedua, kelompok Damsyik di bawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan .
Ketiga, kelompok Makkah di bawah pimpinan trio: Thalhah , Zubair dan Sitti Aisyah r.a .
Masing-masing kelompok ditunjang oleh kekuatan bersenjata yang cukup tangguh dan berpengalaman.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, terjadi satu krisis politik sangat gawat yang mengarah kepada peperangan besar antara sesama kaum muslimin. Inilah gejala nyata dari apa yang pernah dikemukakan Rasulullah s.a.w. semasa hidupnya, bahwa pada satu ketika akan terjadi fitnah besar di kalangan ummatnya, laksana datangnya malam gelap-gulita yang berlangsung dari awal sampai akhir.
Dalam menghadapi kelompok Madinah, tampaknya seakan-akan kelompok Damsyik berdiri di belakang kelompok Makkah. Mengenai hal ini kitab Ali wa'Ashruhu, mengemukakan sebuah fakta sejarah. Fakta itu berupa sepucuk surat Muawiyah yang dikirimkan kepada Zubair melalui seorang dari Bani 'Amir. Dalam surat itu Muawiyah antara lain menulis:
"Bismillaahir Rahmanir Rahim. Kepada hamba Allah Zubair Amirul Mukminin, dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Salamun' alaika, ammaa ba' du: penduduk Syam telah kuajak bersama-sama membait'at anda. Mereka menyambut baik dan semuanya taat. Begitu taatnya seperti ternak.
Sekarang hanya tinggal Kufah dan Bashrah saja yang belum anda dapatkan. Hendaknya anda jangan sampai kedahuluan Ali bin Abi Thalib. Sesudah kedua kota itu berada di tangan anda, Ali tidak akan mempunyai apa-apa lagi. Aku juga sudah membai'at Thalhah bin Ubaidillah sebagai pengganti anda di kemudian hari. Oleh karena itu hendaknya kalian supaya terang-terangan menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman, dan kerahkanlah semua orang ke arah itu.
Kalian supaya sungguh-sungguh giat dan cepat bergerak. Allah akan memenangkan kalian dan tidak akan membantu musuh-musuh kalian."
Surat tersebut oleh Zubair diperlihatkan kepada Thalhah, bahkan dengan dibacakan sekaligus.
Tanpa disadari dua orang itu sudah masuk perangkap Muawiyah. Dengan siasat itu Muawiyah hendak melemahkan posisi Ali r.a. dan menghabiskan kekuatan orang-orang lain yang mengincar kursi kekhalifahan. (Bersambung)
Mereka berpendirian, setelah dua tujuan itu tercapai barulah diadakan pemilihan Khalifah baru dalam suasana bebas dari tekanan dan paksaan.
H.M.H. Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul " Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a. " memaparkan dua tantangan besar yang sedang dihadapi Khalifah Ali bin Abi Thalib mewarnai kehidupan kaum muslimin pada tahun empat-puluhan Hijriyah. Damsyik dan Makkah menuduh Ali bin Abi Thalib sebagai orang yang setidak-tidaknya ikut bertanggungjawab atas terbunuhnya Khalifah Utsman ra
Tiga Kelompok
Dalam periode itu praktis ummat Islam terpecah dalam tiga kelompok besar:
Pertama, kelompok Madinah di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib.
Kedua, kelompok Damsyik di bawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan .
Ketiga, kelompok Makkah di bawah pimpinan trio: Thalhah , Zubair dan Sitti Aisyah r.a .
Masing-masing kelompok ditunjang oleh kekuatan bersenjata yang cukup tangguh dan berpengalaman.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, terjadi satu krisis politik sangat gawat yang mengarah kepada peperangan besar antara sesama kaum muslimin. Inilah gejala nyata dari apa yang pernah dikemukakan Rasulullah s.a.w. semasa hidupnya, bahwa pada satu ketika akan terjadi fitnah besar di kalangan ummatnya, laksana datangnya malam gelap-gulita yang berlangsung dari awal sampai akhir.
Dalam menghadapi kelompok Madinah, tampaknya seakan-akan kelompok Damsyik berdiri di belakang kelompok Makkah. Mengenai hal ini kitab Ali wa'Ashruhu, mengemukakan sebuah fakta sejarah. Fakta itu berupa sepucuk surat Muawiyah yang dikirimkan kepada Zubair melalui seorang dari Bani 'Amir. Dalam surat itu Muawiyah antara lain menulis:
"Bismillaahir Rahmanir Rahim. Kepada hamba Allah Zubair Amirul Mukminin, dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Salamun' alaika, ammaa ba' du: penduduk Syam telah kuajak bersama-sama membait'at anda. Mereka menyambut baik dan semuanya taat. Begitu taatnya seperti ternak.
Sekarang hanya tinggal Kufah dan Bashrah saja yang belum anda dapatkan. Hendaknya anda jangan sampai kedahuluan Ali bin Abi Thalib. Sesudah kedua kota itu berada di tangan anda, Ali tidak akan mempunyai apa-apa lagi. Aku juga sudah membai'at Thalhah bin Ubaidillah sebagai pengganti anda di kemudian hari. Oleh karena itu hendaknya kalian supaya terang-terangan menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman, dan kerahkanlah semua orang ke arah itu.
Kalian supaya sungguh-sungguh giat dan cepat bergerak. Allah akan memenangkan kalian dan tidak akan membantu musuh-musuh kalian."
Surat tersebut oleh Zubair diperlihatkan kepada Thalhah, bahkan dengan dibacakan sekaligus.
Tanpa disadari dua orang itu sudah masuk perangkap Muawiyah. Dengan siasat itu Muawiyah hendak melemahkan posisi Ali r.a. dan menghabiskan kekuatan orang-orang lain yang mengincar kursi kekhalifahan. (Bersambung)
(mhy)