Konsep Puasa Syari’ah, Thariqah, dan Hakikat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani

Senin, 22 Februari 2021 - 15:53 WIB
Imam Ghazali tidak melulu memandang puasa sebagai ibadah badaniyah. Oleh karena itu, gagasannya tentang rahasia puasa pun menyadarkan kita akan pentingnya menunaikan ibadah puasa secara lahir batin.

Berikut ini enam rahasia puasa menurut Imam al Ghazali yang ditulis dalam kitab fenomenalnya Ihya’ Ulum ad Din.

Pertama adalah menundukkan mata dan mencegahnya dari memperluas pandangan ke semua yang dimakruhkan, dan dari apapun yang melalaikan hati untuk berzikir kepada Allah.

Berikutnya adalah menjaga lisan dari igauan, dusta, mengumpat, fitnah, mencela, tengkar, dan munafik.

Kedua, menahan telinga dari mendengar hal-hal yang dimakruhkan. Karena semua yang haram diucapkan, haram pula didengarkan. Allah menyamakan antara mendengar dan memakan perkara haram “sammâ’ûna lil kadzibi akkâlûna lis suht”.

Ketiga, mencegah bagian tubuh yang lain seperti tangan dan kaki dari tindakan-tindakan dosa, juga mencegah perut dari makan barang syubhat ketika berbuka.

Mana mungkin bermakna, orang berpuasa dari makanan halal lalu berbuka dengan makanan haram. Ibaratnya seperti orang yang membangun gedung tetapi menghancurkan kota.

Nabi Muhammad pernah bersabda, “Banyak sekali orang yang berpuasa namun yang ia dapat hanya lapar dan haus. Ia adalah orang yang berbuka dengan haram.

“Ia yang berpuasa lalu berbuka dengan memakan daging sesama, yaitu dengan ghibah.”

Keempat, adalah tidak memperbanyak makan ketika berbuka, mengisi perut dan mulut dengan tidak sewajarnya. Maka, apalah arti puasa jika saat berbuka seseorang mengganti apa yang hilang ketika waktu siang, yaitu makan. Bahkan, justru ketika Ramadhan makanan akan lebih beragam.

Apa yang tidak dimakan di bulan-bulan selain Ramadhan malah tersedia saat Ramadhan. Padahal, maksud dan tujuan puasa ialah mengosongkan perut dan menghancurkan syahwat, supaya diri menjadi kuat untuk bertakwa.

Supaya hati setelah berbuka berguncang antara khouf (takut) dan roja’ (mengharap). Karena, ia tidak tahu apakah puasanya diterima dan ia menjadi orang yang dekat dengan Allah, ataukah puasanya ditolak dan ia menjadi orang yang dibenci.

Dan seperti itulah adanya di seluruh ibadah ketika selesai dilaksanakan.

Puasa Hakikat

Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, “Adapun puasa hakikat adalah menjaga qalbu dari mencintai selain Allah SWT dan menjaga rasa (sirri) agar tidak mencintai musyahadah pada selain Allah SWT.

Siiri itu berasal dari cahaya Allah, sehingga tidak mungkin condong kepada selain Allah. Bagi orang yang berpuasa tarekat, di dunia ini maupun di akhirat, tidak ada yang dicintai, diingini, dan dicari selain Allah SWT.

Jika qalbu dan sirri terjatuh untuk mencintai selain Allah SWT, maka batallah puasa thariqahnya dan ia harus melakukan qadha dengan kembali mencintai Allah dan menemui-Nya.

Pahala dari puasa hakikat ini adalah bertemu dengan Allah SWT”.40

Puasa hakikat ini adalah tingkatan tertinggi yang dicapai seseorang. Orang yang sudah sampai di tingkatan ini tidak berharap apapun selain Allah SWT. Karena tidak ada kenikmatan yang lebih tinggi selain berjumpa dengan Allah di hari kiamat nanti.

Puasa hakikat ini batal ketika qalbu dan sirr mencintai selain Allah. Dan harus diqadha dengan cara mencintai Allah SWT dan meninggalkan selain Allah.

Orang yang melaksanakan puasa sesuai dengan konsep puasanya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani akan berdampak pada psikologisnya.

Orang yang berpuasa seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani akan selalu terhindar dari perbuatan dosa.

Bagaimana tidak, setiap anggota badan yang selalu kita gunakan untuk beraktivitas akan terus terjaga jika mengikuti konsep puasanya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

Tangan, kaki, dan anggota badan yang lain ikut berpuasa sehingga puasanya tidak hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan syahwat yang lain, yaitu syahwat berbicara, syahwat tidur, dan lain-lain, sehingga ia akan terjaga dari perbutan dosa dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Halaman :
Follow
cover top ayah
وَزَكَرِيَّاۤ اِذۡ نَادٰى رَبَّهٗ رَبِّ لَا تَذَرۡنِىۡ فَرۡدًا وَّاَنۡتَ خَيۡرُ الۡوٰرِثِيۡنَ‌
Dan ingatlah kisah Zakaria, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri tanpa keturunan dan Engkaulah ahli waris yang terbaik.

(QS. Al-Anbiya Ayat 89)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More